Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni Mendengarkan: Mengerti Sebelum Dimengerti

1 Maret 2022   08:28 Diperbarui: 1 Maret 2022   08:29 1540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam masa yang serba-bising seperti sekarang, kita perlu mendengarkan lebih banyak daripada berbicara | Ilustrasi oleh Stock Snap via Pixabay

Apa yang kita katakan kemudian mungkin terdengar baik dan bijaksana, tetapi bila ditelanjangi secara mendalam, nasihat kita tidak ada hubungannya dengan mereka.

Itu seperti seorang dokter yang memberi resep obat kepada pasiennya tanpa mendiagnosis terlebih dahulu. Bahkan sebelum dokter itu selesai menulis resep di secarik kertas, pasien malah berkeinginan untuk segera pergi dan menuduhnya sebagai dokter gadungan.

Seperti yang ditulis Stephen Covey, "Anda tidak akan percaya kepada orang yang tidak mendiagnosis terlebih dahulu sebelum menuliskan resep." Karenanya kunci untuk penilaian yang baik ialah pengertian. Dengan menghakimi terlebih dahulu, orang tidak akan pernah mengerti sepenuhnya.

Kita biasanya dipenuhi dengan kebenaran kita sendiri atau autobiografi kita sendiri. Percakapan kita menjadi seperti monolog kolektif di mana masing-masing pembicara tidak memiliki konektivitas sama sekali.

Kita tetap bersikukuh ingin dimengerti dan merasa enggan untuk benar-benar mengerti apa yang sedang berlangsung dalam diri orang lain. Keadaan seperti ini tidak membawa titik yang berkesudahan, sebab satu-satunya akhir adalah kepuasan bila sudah mengungguli narasi lawan bicara.

Padahal mendengar secara empatik bukanlah bahwa kita mesti setuju dengan seseorang, tetapi bahwa kita sepenuhnya, secara mendalam, mengerti orang tersebut, baik secara emosional maupun intelektual.

Pendengar yang baik akan memiliki keingintahuan, disusul dengan kerendahan hati untuk tetap membuka pikiran; tidak ada keyakinan bahwa ia tahu lebih banyak daripada yang berbicara, tetapi utamanya lagi ia merasa kosong dan sepenuhnya siap menangkap setiap gagasan.

Orang-orang yang demikian juga menghindari spektrum "setuju atau menolak" sebelum akhirnya benar-benar mengerti. Seperti hendak menyeberang jalan, mereka melihat dengan penuh kehati-hatian hingga kemudian memutuskan untuk berjalan melintas.

Keterampilan mendengarkan acapkali dikaitkan dengan sikap diam untuk mengerti. Saya sepakat dengan itu, sebab sejauh ini memang itulah yang berusaha saya lakukan sebaik mungkin.

Seperti yang dikatakan Alfred Brendel dengan gemilang, "The word 'listen' contains the same letters as the word 'silent'."

Saya tidak akan dan tidak pernah mengaku sebagai pendengar yang baik. Apa yang benar, menurut saya, hanyalah dengan melakukannya dan membiarkan orang lain yang menilainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun