Saya yakin bahwa SpongeBob SquarePants memiliki banyak penonton "loyal" karena (hampir) semua episodenya bisa dinikmati semua kalangan. Saya adalah salah satu dari penonton "loyal" itu.
Meskipun kini saya berumur 18 tahun, namun bila sempat, saya selalu menonton serial SpongeBob SquarePants. Ada perbedaan yang luar biasa ketika saya menontonnya di kala bocah dan sekarang.
Yang berbeda bukanlah konsep kartun tersebut, meskipun ada benarnya juga, tapi lebih-lebih lagi tentang prakonsepsi saya sendiri ketika menontonnya.
Selain yang sekarang kerap ditertawakan orang sekitar karena dianggap tidak sadar umur, tetapi belakangan saya tersadar bahwa hampir semua adegan lucu dalam SpongeBob SquarePants mengimplisitkan makna tentang kehidupan.
Kata "kehidupan" saya gunakan untuk merangkum nilai-nilai lainnya, seperti pertemanan, mengenal diri sendiri, dan memecahkan masalah. Saya kembali menonton episode lama sembari merenungkan filosofi apa yang mungkin tersemat dalam setiap kutipannya.
Dari semua karakter yang berlakon di serial SpongeBob SquarePants, saya menyukai Patrick Star dari semua dimensi: kebodohannya, keluguannya, kelucuannya, dan kadang-kadang kegeniusannya.
Jadi, saya telah mengumpulkan beberapa kutipan atau quotes dari Patrick Star, dan saya mencoba untuk memberikan filosofi terhadapnya supaya dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita yang menontonnya.
Dan oh, saya menontonnya dalam versi bahasa Inggris sehingga ada beberapa kutipan yang mungkin struktur kalimatnya berbeda dengan yang biasa tayang di TV lokal.
1. Paradoks Dunning-Krugger
Sekali waktu, Patrick berkata, "Orang bodoh tidak menyadari betapa bodohnya mereka." Kutipan ini mengingatkan saya pada Dunning-Krugger Effect atau saya menyebutnya "paradoks ketidaktahuan diri sendiri".
Paradoks Dunning-Krugger merupakan istilah dalam psikologi yang merujuk pada fenomena bias kognitif di mana seseorang keliru menilai kemampuannya sendiri. Orang yang mengalaminya akan merasa kemampuan mereka jauh lebih tinggi dari yang sebenarnya.
Paradoks inilah yang mendasari keseharian kita sering dibisingkan oleh orang-orang yang sok tahu, utamanya di media sosial. Mereka terjebak dalam superioritas ilusif sehingga merasa kemampuannya lebih hebat daripada orang lain pada umumnya.
Perpindahan dari "tidak tahu" menjadi "sedikit tidak tahu" adalah sesuatu yang dramatis sehingga orang sering melebih-lebihkannya menjadi "sangat tahu". Mudahnya, orang menjadi tidak tahu akan ketidaktahuannya sendiri.
Patrick melukiskan paradoks ini dengan humor bahwa "orang bodoh tidak menyadari betapa bodohnya mereka". Dapat dikatakan, selama orang mengakui "kebodohannya" sendiri, sebenarnya mereka bukan orang bodoh. Mereka hanya membuka gerbang pembelajaran.
Seperti yang juga dikatakan Bertrand Russell, "Seluruh masalah dengan dunia adalah bahwa orang bodoh dan fanatik selalu begitu yakin akan diri mereka sendiri, dan orang yang lebih bijaksana penuh dengan keraguan."
Lebih menakjubkannya lagi, Russell mengatakan itu jauh sebelum munculnya internet.
2. Terkadang masalahnya adalah cara kita sendiri dalam memandang masalah
Dalam banyak momen (bila terlalu naif untuk dikatakan "setiap momen"), berat atau tidaknya sebuah masalah tidak berasal dari apa adanya masalah itu sendiri, melainkan dari kesan kita terhadapnya.
Perspektif kita memainkan peran vital dalam memengaruhi kadar kerumitan suatu masalah. Dengan demikian, cara kita membaca realitas akan selalu memengaruhi bagaimana kita meresponsnya.
Kadang-kadang kita menyangkal suatu masalah karena merasa yakin bahwa kita tidak akan mampu menyelesaikannya. Kita mengingkari kenyataan karena semata-mata terasa nyaman; namun di lain waktu, masalah itu datang kembali dengan lebih rumit.
Banyak masalah kecil yang kemudian didramatisasi untuk menyesuaikannya dengan tingkat stres yang kita inginkan. Pada momen ini, masalahnya bukanlah sesuatu yang menekan kita dari luar, melainkan paradigma kita sendiri yang membesar-besarkan derajat masalah.
Seperti yang Patrick pernah katakan, "Terkadang kita harus masuk jauh ke dalam diri sendiri untuk memecahkan masalah kita."
3. Apa yang selalu ada bukan untuk ditolak
Tidak ada yang tetap di bawah langit, tetapi dalam realitas yang mendasar, terdapat tetapan-tetapan kosmos yang tidak berubah. Apa yang selama ini kerap kita benci, seperti penderitaan dan rasa sakit, adalah "konstanta" dari semua yang kita sebut sebagai "kehidupan".
Jadi alih-alih menolak "konstanta" itu, lebih baik kita merangkulnya dan memanfaatkannya untuk sesuatu yang berharga. Seperti yang Patrick katakan, "Kau tidak bisa menghentikan sesuatu yang tidak terhentikan."
4. Terkadang kita tidak perlu memaksakan diri
Ketika batu peliharaannya tidak bergerak saat lomba dimulai, Patrick hanya berkata, "Tenang saja Rocky, kau bisa pergi saat kau mau." Dulu saya hanya tertawa mendengar itu, tetapi sekarang, saya belajar sesuatu darinya.
Banyak studi yang menunjukkan bahwa stres dapat membuat otak kita tidak berfungsi secara maksimal. Ketika kita melakukan sesuatu dengan suasana hati yang buruk, maka hasil yang diterima akan sangat tidak efektif atau malah hancur berantakan.
Saya merasakan kebenaran tersebut, utamanya dalam konteks "pekerjaan kreatif". Ketika saya memaksakan diri untuk berpikir keras dalam suasana hati yang buruk, saya hanya mendapati stres saya semakin buruk dan lalu melahirkan kejengkelan.
Karenanya saya termasuk orang yang tidak suka memaksakan diri untuk menulis. Terakhir kali saya melakukannya, saya merasa jijik dengan tulisan saya sendiri. Saya melakukannya bila memiliki cukup energi dan suasana hati yang mendukung.
Dan dalam mode bergairah seperti itu, saya bisa tenggelam ke dalamnya seharian penuh.
5. (Mungkin) Hidup memang tidak adil
Salah satu adegan ikonis dari serial SpongeBob SquarePants adalah ketika Patrick tiba-tiba menjadi raja dan merampas krabby patty dari seekor ikan biru. Dia pun mengeluh dengan berkata, "Ini tidak adil!"
Patrick menyentak, "Hidup memang tidak adil, jadi biasakan dirimu, ya!" Ucapan ini kemudian banyak dikutip orang, terutama oleh mereka yang merasa bernasib malang sepanjang hidupnya.
Tetapi, pertanyaan "adilkah hidup ini" tidak dapat diselesaikan dengan jawaban murahan. Kita bahkan masih memperdebatkan apa itu "adil" yang sesungguhnya. Para filsuf pun, dimulai dari Aristoteles hingga sekarang, membedakan keadilan ke dalam beberapa jenis.
Kita tidak tahu jenis keadilan mana yang tepat untuk dilabelkan pada kehidupan. Setiap jenis keadilan hanya menggambarkan situasi tertentu, bukan untuk melukiskan keseluruhan. Bahkan kita pun tidak bisa melihat kehidupan secara keseluruhan.
Masing-masing dari kita (hanya) melihat kehidupan dari perspektif kita sendiri, termasuk dalam berempati pun, kita masih tidak bisa melepaskan nilai-nilai kita sendiri. Jangankan untuk melihat hidup secara keseluruhan; dalam menilai diri sendiri pun, kita sering keliru.
Jadi, ucapan Patrick mungkin bisa kita terima sebagai sesuatu yang positif alih-alih mendambakan keadilan penuh yang sulit didapatkan. Tentu keadilan mesti diperjuangkan, tetapi dalam banyak titik, kita tidak memiliki kendali untuk menentukannya sendiri.
Barangkali hidup memang tidak adil. Ya saya pikir, itulah mengapa alam baka haruslah ada untuk membuat keseluruhannya menjadi adil.
6. Pentingnya bersikap proaktif
Salah satu kutipan lainnya yang banyak disukai orang seperti saya dari Patrick Star adalah, "Aku jelek dan aku bangga!" Nah, sementara kutipan itu sering digunakan orang untuk melindungi dirinya yang jorok, saya memandang itu sebagai contoh sikap proaktif.
Hal terpentingnya bukanlah bagaimana kita terlahir, melainkan bagaimana kita memanfaatkannya. Sikap proaktif bukan hanya mendorong orang untuk menerima apa yang dimilikinya, tetapi lebih baik dari itu, mereka menjadikannya sebagai sesuatu yang berharga.
Penerimaan diri bukanlah titik akhir, melainkan langkah pertama untuk menjadi jauh lebih berkembang.
Kurt Vonnegut menulis, "Tuhan, berilah aku kedamaian untuk dapat menerima hal-hal yang tidak bisa kuubah, keberanian untuk mengubah hal-hal yang bisa kuubah, dan hikmat untuk selalu bisa mengenali perbedaannya."
7. Kita hidup dalam konteks
Ketika Patrick berniat menginap di Krusty Towers, dia berkata pada Squidward, "Aku tidak berkomentar tentang caramu menjalani hidup." Saya suka kutipan ini dan ingin mengirimkannya kepada semua orang yang memaki gaya hidup saya.
Tapi saya tidak melakukannya untuk alasan yang jelas.
Kita hidup dalam konteks. Inilah mengapa satu masalah serupa bagi setiap orang bisa dikesankan secara berbeda. Kita tidak bisa memukul rata standar apa pun tentang cara hidup semua orang.
Barangkali berkomentar terhadapnya bukanlah sesuatu yang sepenuhnya buruk, tetapi bila tiba-tiba menjadi penghakiman ... ah, Anda mestinya malu pada diri sendiri.
8. Pembelajaran mestilah bertahap
Saya percaya bahwa proses pembelajaran mestilah bertahap seperti sedang menaiki tangga. Bila kita tiba-tiba beralih ke tahap yang lebih tinggi dari yang semestinya, kita hanya akan dibuat pusing atau lebih buruknya, menyalahgunakan apa yang kita pelajari.
Seperti yang Patrick katakan, "Seharusnya kau belajar berjalan dulu, Nak; barulah kau bisa berlari."
9. Fanatisme selalu buruk
Bahkan fanatik terhadap kebenaran pun bisa membutakan orang terhadap apa yang sesungguhnya benar. Patrick mengajari kita dengan cara yang lucu sembari membawa ubur-ubur besar, "SpongeBob, aku senang kau belajar. Pemujaan yang berlebihan tidaklah sehat."
10. Menjadi diri sendiri selalu lebih baik
Meskipun menirukan orang yang superior tampak mengesankan, tetapi itu tidak pernah bernilai baik. Bahkan orang selugu Patrick pun tetap mengeluh, "Aku lelah berpura-pura menjadi orang lain."
Dia juga berkata, "Orang-orang menghargai dia yang menghargai diri sendiri." Di lain kesempatan, dia memperjelasnya, "Jangan membiarkan hatimu pergi darimu, kecuali hatimu mempunyai kaki dan menjauhimu."
11. Siapa itu sahabat?
Tidak lengkap bila membicarakan Patrick Star tanpa membawa kutipannya tentang persahabatan. Tapi, siapa itu sahabat? Menurut Patrick, "Sahabat adalah mereka yang tetap ada, walau seluruh dunia berkata kau tak lagi berharga."
Bahkan sedemikian berharganya seorang sahabat bagi Patrick, dia pernah berujar, "Aku lebih suka berjalan dengan seorang sahabat dalam kegelapan dibanding sendirian dalam terang."
Nah, semua ini jelas subjektif dan "sewenang-wenang" saya sendiri. Saya bahkan tidak punya izin resmi atau disponsori oleh Nickelodeon. Tetapi anggap saja bahwa ini bentuk terima kasih saya kepada mereka yang telah membuat hari-hari saya penuh tawa.
Utamanya karakter Patrick yang sama lugunya seperti saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H