Antusiasme yang alami datang dari melakukan sesuatu yang memang kita sukai, dan kita tidak perlu membicarakannya lebih panjang lagi. Tetapi yang kedua, antusiasme tidak datang dengan sendirinya, melainkan diciptakan secara sengaja.
Setidaknya sampai di sini akan ada seseorang yang mengeluh, "Tidak masuk akal untuk menghasrati sesuatu yang jelas tidak kita sukai." Itu benar, tetapi selama hal tersebut dirasa penting untuk diri sendiri, saya percaya kita bisa menciptakan hasrat itu.
Ini berkaitan erat dengan paradigma kita sendiri terhadap sesuatu yang ada di hadapan kita.Â
Misalnya, Anda mungkin tidak tertarik untuk menolong seorang anak SD yang hendak menyeberang jalan, tetapi minat Anda akan berubah ketika anak tersebut adalah putra Anda sendiri.
Seorang pelajar SMA mungkin tidak berantusias untuk belajar matematika, tetapi ketika dia tahu bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan pada SBMPTN, sekonyong-konyong dia menjadi sangat berminat untuk mempelajarinya.
Orang akan mudah untuk mengembangkan antusiasmenya bila mereka merasa hal yang dimaksud begitu penting bagi mereka. Jadi untuk menciptakan antusiasme, diperlukan kemampuan dalam meyakinkan diri sendiri bahwa itu benar-benar penting untuk kita.
Sebenarnya hal yang paling sulit, setidaknya menurut saya, bukanlah memulai antusiasme, melainkan mempertahankannya. Ketika kita memilikinya, kita akan dikejutkan dengan banyaknya "bisikan-bisikan" yang menggoda kita untuk mundur.
Ada banyak hal yang akan menggoyahkan keyakinan kita, dan ada banyak angin yang berusaha meniup api-antusias yang membara dalam jiwa kita. Antusiasme dapat membantu kita menemukan pintu baru, tetapi dibutuhkan kekuatan lebih untuk mempertahankannya.
Banyak orang yang tidak mendapatkan apa-apa dari perjuangan keras mereka, karena pada dasarnya mereka berhenti beberapa inci sebelum apa yang mereka inginkan bisa dicapai. Hilangnya konsistensi dan antusiasmelah yang membuat mereka begitu malang.
Salah satu alasan utama mengapa kita mudah kehilangan semangat dalam hidup adalah karena kita menjadi tidak tahu berterima kasih. Kita membiarkan apa yang dulunya merupakan keajaiban menjadi begitu biasa bagi kita.
Kita otomatis saja menjadi terbiasa dengan hal-hal kecil sehingga segala aktivitas yang mulanya mengagumkan dapat berubah menjadi rutinitas yang membosankan.