Justru, itu adalah bentuk ketidakbebasan; bukti bahwa mereka masih terperdaya oleh egonya sendiri.
Perasaan benci, dengki dan iri terhadap pencapaian orang lain hanyalah cara mudah untuk menghambat kebebasan kita sendiri, karena artinya kita sedang menancapkan satu pagar pembatas di depan kita.
Kedengkian yang kita alamatkan pada seseorang hanya akan membuat kita semakin merasa tidak aman, dan bahkan sama terancamnya seperti dikejar oleh bayangan sendiri.Â
Kita berusaha menyerangnya dengan bara api, tetapi tangan kita sudah terbakar jauh sebelum itu.
Pikiran yang penuh dengan kebencian, pada faktanya, hanya akan membuat kita semakin tersiksa. Semakin besar kebencian tersebut, semakin liar pula diri kita dalam menyikapi kenyataan dan mungkin saja kehilangan kewarasan selama beberapa waktu.
Itulah yang membuat orang begitu nekat mengatakan atau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak terbayangkan oleh dirinya sendiri bila dalam kondisi sadar.
Kita menyulap cerita omong kosong di kepala kita tentang motif mereka dan lalu menjadi lebih marah dan terluka.Â
Kita membayangkan percakapan imajiner dengan mereka di mana kita mengalahkan mereka dalam pertarungan, lantas seluruh dunia pun lebih mengagumi kita dengan sendirinya.
Semua itu tidak ada gunanya karena kita tidak bisa mengubah apa pun sampai mereka melakukannya sendiri. Jadi sebaliknya, kita hanya akan termakan oleh siklus kemarahan dan kebencian. Sementara itu, mereka terus menjalani kehidupan mereka.
Kebanyakan orang cenderung menunjukkan reaksi emosional yang negatif ketika berhadapan dengan seseorang yang baru saja mencapai hal-hal hebat. Anehnya, justru kasus ini lebih sering terjadi ketika orang yang dimaksud adalah sahabatnya sendiri, atau bahkan saudara kandungnya.
Barangkali karena orang-orang itulah yang senantiasa berada di dekatnya dan secara otomatis merasa berkewajiban untuk "lebih terhormat" daripada mereka. Perasaan tidak aman pun semakin membesar.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!