Setiap orang dapat berbuat baik dalam banyak kesempatan, tetapi apa yang membedakan perbuatan baik dari anak-anak, remaja, dan orang dewasa?
Anak-anak berada pada tahap pembentukan nilai-nilai. Bagi mereka, baik atau buruknya sesuatu masih samar-samar sehingga diperlukan upaya eksplorasi untuk mengetahuinya secara jelas.
Mungkin Anda merasakan pengalaman yang sama seperti saya bahwa suatu ketika di masa kanak-kanak, saya pernah terpikat oleh sebuah cahaya yang menari-nari di tengah kegelapan. Saya menyentuhnya dan lalu menangis karena kepanasan.
Saya menyentuh api yang menyala dari sebuah lilin. Semenjak itu, saya belajar bahwa menyentuh api adalah sesuatu yang buruk dan tidak akan mengulanginya lagi di masa mendatang.
Nilai baik dan buruk pada anak-anak, pada akhirnya, hanya ditentukan oleh kenikmatannya sendiri.Â
Mereka mencuri es krim dari kulkas tanpa mempertimbangkan risiko sakit atau dimarahi ibunya. Mereka makan permen sangat banyak semata-mata karena rasanya enak.
Anak kecil menyerupai para tiran. Setiap saat, mereka hanya memedulikan kenikmatannya sendiri dengan mengabaikan pertimbangan apa pun.
Kita biasa melihat mereka menangis di keramaian karena ingin membeli mainan. Mereka tidak peduli pada fakta bahwa ibunya tidak mampu membeli mainan tersebut. Apa yang mereka tahu adalah mereka menginginkan sesuatu dan harus mendapatkannya, titik.
Maka, identitas seorang anak amatlah kecil dan rapuh. Identitasnya hanya dibentuk oleh apa yang memberinya kenikmatan dan apa yang menjauhkannya dari penderitaan.
Pada fase remaja, pengetahuan akan kenikmatan dan penderitaan masih menetap dalam diri mereka. Hanya saja bedanya, kini kenikmatan dan penderitaan tidak lagi mendikte sebagian besar keputusan yang mereka ambil.
Mereka mulai menggenggam prinsip tertentu. Ini adalah sebuah penyempurnaan, tetapi masih ada sebuah kelemahan: semuanya dilihat sebagai sebuah kegiatan tukar-menukar. Mereka menjadi seperti seorang pedagang yang begitu gemar "bertransaksi".