Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyikapi Absurditas Media Sosial dengan Etika "Kucing"

17 Desember 2021   08:32 Diperbarui: 19 Desember 2021   09:17 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Etika "kucing" adalah apa yang kita harapkan akan terjadi di media sosial | Ilustrasi oleh Erik Lucatero via Pixabay

Generasi kita tampaknya begitu takut melawan kemapanan dan lebih memilih untuk merasionalisasi keadaan status-quo sebagai kondisi yang sah. Asumsinya: jika dunia sudah seharusnya seperti ini, maka kita tidak perlu kecewa terhadapnya.

Namun, kepasrahan ini juga melenyapkan kemarahan moral dari kita untuk melawan ketidakadilan dan hasrat kreatif demi memikirkan cara-cara alternatif yang lebih mengagumkan.

Barangkali kita dapat menerima ungkapan umum yang menganggap kehadiran media sosial sebagai keniscayaan globalisasi. 

Meskipun kita tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi di sana, bagaimanapun juga, kita tetap dapat mengendalikan cara kita dalam menyikapinya.

Etika "kucing" merupakan cara yang tepat untuk menyikapi absurditas media sosial. Etika ini tidak mendorong kita untuk mematuhi aturan pada permainan yang sudah ada (seperti anjing), namun justru membantu kita untuk membuat aturan bagi diri kita sendiri.

Dengan menjadi bebas dari cekikan algoritme, kita dapat berpikir orisinal dan menunjukkan kesejatian masing-masing. Kita tidak lagi memerlukan persetujuan (lewat tombol like atau love) dari orang lain untuk memvalidasi siapa kita, tetapi kita sendirilah yang menentukan siapa kita.

Seperti kata William Deresiewicz, "Terkungkung oleh aturan membuat siapa pun menjadi seperti domba-domba terbaik di dunia."

Etika "kucing" adalah apa yang dibutuhkan generasi milenial dalam mengelola tingkah lakunya di media sosial. Dalam laporan terkemuka yang diungkapkan oleh Microsoft, Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei untuk tingkat kesopanan di dunia maya.

Etika "kucing" merasuk ke dalam diri seseorang dengan prinsip kebebasannya, dan memilih kebijaksanaan daripada membuktikan kepada dunia tentang betapa hebatnya dia.

Lihatlah bagaimana kucing yang lebih banyak dimanjakan oleh majikannya dibandingkan anjing yang lebih banyak memanjakan diri kepada majikannya.

Dalam konteks ini, etika "kucing" berarti membiarkan media sosial untuk melayani kita dan bukannya mengorbankan diri sendiri untuk melayani layar beranda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun