Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kutemukan Diriku Sendiri

5 Oktober 2021   19:00 Diperbarui: 5 Oktober 2021   19:24 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas dia tertawa dan berujar, "Apa anehnya? Bukankah hutan juga hidup sebagaimana kita? Jika kau merasa begitu, itu memang benar adanya. Mereka mengawasimu. Mereka memerhatikanmu, dan mereka peduli padamu."

"Tapi kau melewatkan satu hal," lanjutnya yang kala itu sembari menggendongku di pundak.

"Apa itu?" tanyaku, tetapi hingga kepergiannya, kakekmu tidak pernah memberikan jawaban itu padaku.

Kini 23 tahun sudah pengalaman tersebut menghiasi ingatanku, dan malam ini, aku tahu pelajaran terpenting yang kulewatkan. Beberapa saat yang lalu, aku mencoba kembali pengalaman itu dengan sensasi yang sama seperti pertama kalinya.

Hanya saja aku mengalaminya lagi dengan pikiran yang berbeda. Aku berpikir, merenung, dan tenggelam dalam selimut kegelapan yang tidak ramah; perasaan yang hampir mirip seolah sekelilingku punya mata yang menakutkan.

Aku tidak bisa melihat apa pun: hitam, hitam, dan pekat seperti ruang hampa pada kosmos yang menyedihkan tanpa cahaya. Apa yang dapat kutemukan dalam kegelapan?

Lama aku berpikir hingga hampir tercekik oleh keheningan. Tapi kini aku tahu: satu-satunya yang kutemukan dalam gelap hanyalah diriku sendiri; tidak ada yang lain. Jadi aku pikir, kakekmu sedang tersenyum lega di sana.

Putri Kecilku, mungkin aku tidak akan pernah memelukmu lagi dalam kelembutan malam di tengah musim semi. Tapi percayalah padaku, jika waktunya sudah tiba, kau adalah mentari di mana aku mengitarimu dengan kekaguman dan ketakjuban.

Aku tidak akan bisa menyentuhmu karena sebongkah batu sepertiku tidak tercipta untuk memelukmu, melainkan hanya untuk berotasi terhadapmu. Kala kau turut melemah dan pergi ke dalam duniaku, kita akan menjadi seperti pelangi yang sempat tercecer oleh badai tornado.

Ibu pernah memberitahuku bahwa kau sering mengeluh tentang bermacam-macam hal. Ketahuilah Putri Kecilku, kau memang tidak pantas untuk mendapatkan semua yang kau inginkan di dunia ini. Semua orang juga demikian.

Apalah artinya kehidupan manusia jika bukan sebuah sambaran halilintar dalam kegelapan? Seolah kehidupan itu tidak ada artinya, bahkan jikalau ada, kau tidak bisa menyingkapnya dengan sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun