Bagi saya, ini penting karena sebelum kita mengenal diri sendiri, permulaannya kita mesti tahu lebih awal tentang apa yang hidup persembahkan pada kita dan di sanalah kita bisa membaca secara kasar perihal apa yang hidup inginkan dari kita.
Saya menyebut proses ini dengan "Kencan Kehidupan". Bukan berarti kita membiarkan kehidupan menyetir kita, tapi kita bekerja sama dengannya, mencapai keseimbangan dari apa yang kita inginkan dan hidup inginkan.
Masalahnya, setiap manusia punya arena perjuangannya masing-masing yang menentukan akan menjadi siapa kita nantinya. Sebagian orang harus bergelut dengan penderitaan kelaparan, sebagian yang lain harus bergelut dengan penderitaan berinvestasi.
Sekarang saya tengah bergelut dalam suka-duka kuliah, yang berarti harus saya temukan sebaran paku dan bunga-bunga di sepanjang perjalanan saya. Jika sudah, saya baru bisa menentukan bagaimana saya harus bereaksi terhadapnya.
Ketika saya mengenal kehidupan ini bagaimana, saya semakin tahu nilai-nilai saya; saya semakin tahu hal-hal yang harus saya pedulikan dan apa saja yang harus diabaikan.
Orang-orang sering melewatkan tahap ini dengan langsung mati-matian mengenal diri sendiri. Dan saya tidak akan mengklaimnya sebagai kekeliruan, tetapi saya khawatir mereka memaksakan siapa diri mereka di arena yang menyesatkan.
Misalnya pada hari ini saya diserbu penderitaan kecil nan mengiris, dibuat stres oleh tugas kuliah dan beberapa teman yang membicarakan saya di belakang. Itu tidak apa-apa; apa yang saya dapatkan sekarang adalah, kehidupan memang bersifat demikian.
Apa yang selalu ada tidak bisa kita tolak kehadirannya. Satu-satunya cara yang bisa kita lakukan adalah mengelola dan mengendalikannya sejauh yang kita bisa.Â
Jika kita semakin terbiasa dengan itu, kita tidak lagi menyangkalnya, melainkan merangkulnya.
Penderitaan, stres, kelelahan, cacian; semua itu hanyalah bagian yang wajar dari kehidupan dan kita selalu bisa bereaksi terhadapnya sesuai nilai-nilai yang kita hargai. Mungkin saya sedikit melompat ke tahap akhir, tapi saya membuatnya demikian jelas.
Setelah saya mengenali arena pertempuran saya, pertanyaan kedua akan melengkapinya. Apa yang menjadi panggilan hidupku dari tanda-tanda yang kutemukan hari ini?