Engkau adalah kupu-kupu terindah yang aku pikir bisa kumiliki. Dan ada sesuatu yang telah kulupakan tentang kupu-kupu, bahwa semakin engkau mengejarnya, semakin ia menjauhimu. Konon, engkau mesti menjadi sekuntum mawar untuk bisa memikat kupu-kupu.
Setelah aku menjadi mawar yang mekar bersama fajar di musim dingin, legenda itu tetap tidak benar. Aku punya banyak duri yang tumbuh di kelopakku, Gadis Safir! Engkau terluka ketika mendekat, dan engkau menjauh ketika berdarah.
Kini akan kusampaikan tentang rencanaku selanjutnya sembari menunggu kematianku. Aku akan mengembara ke arah Barat yang sama sekali tidak kuketahui daerah apa yang kusinggahi. Katanya di sana lebih sepi, dan aku mulai cinta kesunyian.
Aku ingin pengembaraanku seperti gelandangan. Dengan membusuk di antara sampah-sampah dan pengemis, aku akan bertanya pada lalat-lalat tentang cara menjadi mawar yang tanpa duri.
Aku ingin seorang penggoda, aku ingin not-not yang amat dibenci harmoni nadanya. Aku ingin penghormatan, cercaan, kerapuhan, keabadian ... aku ingin kebodohanku seperti dulu, saat ketika satu-satunya yang kutahu hanyalah keajaiban alam semesta.
Siapa orang yang ada dalam hatimu, Gadis Safir? Akan kuajarkan dia tentang rahasia kehidupan agar engkau merasa nyaman dengannya, dan biarlah diriku ini mengembara sejauh mungkin hingga aku belajar tentang caranya mencintai bintang Canopus.
Tidak ada lagi rasa iri maupun kekesalan yang membakar nurani. Yang ada hanyalah peng-iya-an terhadap hidup; sikap ketika engkau bisa menerima apa pun yang telah termaktub untukmu dengan kegembiraan dan ketabahan.
Ah! Biarlah kuucapkan terima kasih padamu ... teruntuk Gadis Safir yang mata birunya sempat menjadi semesta mungilku di tengah kedinginan malam tanpa bintang-bintang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H