Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat (Cinta) Teruntuk Gadis Safir

9 Agustus 2021   17:00 Diperbarui: 9 Agustus 2021   17:54 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekali lagi, intuisiku tidak keliru.

Ketika aku mengungkapkan kemurnian cintaku dengan kata-kata yang miskin, engkau hanya menanggapinya dengan tangisan ... pertanda yang pada akhirnya kusadari sebagai gelengan kepala dan penolakan.

Seketika itu, semestaku gelap total. Tidak kulihat retak-retak di atas langit, melainkan adanya tubrukan yang teramat dahsyat dalam diriku di antara tangisan dan senyuman. Bagaimanapun juga, aku memilih tersenyum; keputusan yang jelas munafik untuk orang sepertiku.

Engkau berusaha menjelaskan alasanmu dengan terbata-bata, sesuatu yang pastinya aku tolak dengan kelembutan. Aku sama sekali tidak tertarik untuk tahu, dan kenyataannya, aku hanya sedang bertarung dengan air mataku sendiri yang begitu memedihkan bagi mataku.

Ketika alam semestamu hancur, engkau tidak akan sempat lagi untuk bertanya "mengapa", sebab perasaanmu akan merespons mendahului rasio. Dalam artian, engkau hanya akan menangis dan tidak bisa memikirkan apa pun yang barangkali lebih penting dari itu.

Aku tahu tentang betapa marahnya kau saat itu. Kau berlari menjauhiku dengan terisak-isak seperti daun tabebuya yang terbang berserah pada badai salju yang dingin, meninggalkanku sendiri di batang mahoni tua nan rapuh, mengabaikan bintang Canopus yang semakin terang.

Harus kuakui, aku merasa lega ketika itu. Meskipun engkau pergi menghindariku, dan mungkin untuk selamanya, aku merasa puas telah mampu mengungkapkan kedalaman cintaku.

Cinta yang kumiliki tidak pernah bersyarat, Gadis Safir, maka kuterima dengan sepenuh hati keputusanmu itu. Hanya saja, dapatkah engkau mengubah keadaan ini bahwa seluruh dirimu bukanlah milikku, dan aku pun tidak dapat memiliki dirimu seutuhnya?

Engkau adalah lentera mungil kehidupanku yang kini telah kupadamkan secara sukarela. Sekitarku telah gelap seperti ruang hampa yang terbentang antara Bumi dan Dewi Malam.

Satu-satunya cara untuk terbiasa hidup dalam kegelapan adalah dengan menghancurkan satu-satunya cahaya yang kau miliki. Itulah yang kulakukan, begitulah ironi kehidupan.

Di tengah gemetarannya jari-jariku sekarang ini, aku berhenti mencintaimu. Apa yang selama ini aku kira sebagai cahaya ternyata hanyalah ilusi semacam sihir, di mana aku mempercayainya dengan penuh kasih dan ia mengkhianatiku dengan pedih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun