Aku melihat planet Neptunus di kedua bola matamu ... biru sebiru safir yang terkandung milyaran tahun di perut Bumi. Di sana terdapat kerumitan yang belakangan kusadari sebagai cerminan dari perasaanku yang tidak pernah terjelaskan padamu.
Tidak ada yang lebih indah dari matamu, aku berjanji. Pada kedalaman matamu yang biru jernih, Tuhan bercermin atas diri-Nya yang Maha Sempurna. Ketika engkau menengadahkan kepalamu pada bintang-bintang, mereka hanya akan melihat keindahannya sendiri.
Aku menyukai batang mahoni yang tumbang di tepi danau Savero ... malam ketika kita duduk di bawah hujan bintang yang gemilang, dengan dengkuran burung hantu dan ocehan kolibri, ilalang yang bercahaya oleh kepulan titik kunang-kunang pada musim gugur.
Gemercik air danau yang lembut membuatmu tidak sabar dan berteriak, "Sirius!" Dan jarimu menunjuk pada cahaya mungil nan terang itu di kepekatan langit malam, lantas engkau memaksaku untuk turut melihatnya dan aku berputus asa.
Tentu aku tersenyum dan masih tidak tahu apa yang harus kukatakan, tetapi engkau menyela, "Bagaimana angin dapat meredupkan nyala bintang, sedangkan mereka terlalu indah untuk dipadamkan?"
Pada malam yang hangat itu, kuputuskan tentang liciknya seekor capung jingga yang dengan nyamannya hinggap di rambutmu yang lurus terurai. Dia menyaksikan Dewi Malam di atas kepalamu, sementara ragaku tidak bisa melakukan hal serupa.
Intuisiku bisa merasakan gerak-gerik bola matamu yang mencari keindahan di samping Sirius. Seperti yang selalu bisa kuramalkan, engkau menepuk lenganku lagi dan berseru, "Canopus!" Telunjukmu mengarahkanku pada arah jam 11, dan aku lihat keindahan itu.
"Tahukah kau bahwa seberkas sinar dari Canopus yang kita lihat sekarang ini adalah cahayanya dari masa 700 tahun yang lalu?" tanyamu dan segera kujawab dengan anggukan kepala yang menggembirakan. Aku tahu itu, dan aku lebih tahu tentangmu.
Kita sedikit berdebat tentang apakah cahaya Canopus itu kuning atau putih. Tetapi setelah kita meredamkan diri dengan berputus asa pada mata, kita mulai melihatnya dengan hati.
Pada akhirnya kita sepakat ... bahwa tidak satu pun dari bintang-bintang yang bersinar kuning atau putih, sekalipun merah. Semua cahaya yang kita saksikan di alam semesta ada pada diri kita masing-masing dengan kilauannya yang lembut nan mengagumkan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!