Lagi pula, hewan-hewan kurban tergolong ke dalam jenis hewan yang relatif cepat perkembangbiakannya sehingga jika tidak dianjurkan dikonsumsi, maka keseimbangan rantai makanan akan terganggu.
Populasi yang berlebihan pada satu spesies berpotensi menyebabkan kepunahan pada spesies yang lain.
Ketiga, secara logika orang awam. Jika Anda berpikir bahwa momen Idul Adha adalah momen pembantaian massal pada hewan ternak, maka Anda mesti merencanakan demo besar-besaran di depan restoran cepat saji. Sungguh!
Di tempat-tempat seperti itu, "pembantaian massal" terjadi secara tidak manusiawi dan setiap hari. Setiap hari! Sedangkan Idul Adha, jika Anda lupa, terjadi hanya satu kali dalam setahun. Nah, bagaimana?
Menggali keindahan Idul Adha
Sebutir mutiara akan terkesan tidak menarik bagi mereka yang tidak tahu tentang keberhargaannya. Sekilas, itu hanyalah bola sampah yang tenggelam di dasar lautan bersama pasir dan lumut yang menjijikkan. Hanya orang bodoh yang berusaha mendapatkannya!
Begitu pun Idul Adha. Jika dinilai dari segi penampakan, perayaan semacam itu tidaklah menarik dan sering kali membosankan. Pikir sebagian pihak, hanya orang bodoh yang rela mengorbankan uangnya (dan mungkin sudah ditabung bertahun-tahun) untuk menyembelih hewan ternak.
Tetapi bagi mereka yang matanya terbuka hingga melampaui penampakan, Idul Adha mengandung keindahan dan kemuliaan.
"Jual-beli" antara Khaliq dan makhluk
Tidak semua umat muslim wajib berkurban, tetapi bagi mereka yang mampu secara ekonomi sangat diutamakan (mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum berkurban adalah sunnah muakad bagi mereka yang mampu dan punya kemudahan).
Meskipun tidak wajib bagi semua umat muslim, mereka yang berkurban adalah orang-orang yang menjual harta mereka untuk dibayar oleh kemuliaan. Ini bukan sekadar pengorbanan seperti Anda merelakan pasangan Anda pada seorang teman. Ini juga tentang kerendahan hati.
Bayangkan seorang pedagang yang melayani pembelinya dengan penuh amarah, ketidakrelaan, dan keengganan. Apakah pembelinya akan menyukai pedagang tersebut? Secara harfiah, tidak. Bahkan mungkin, dia enggan untuk membeli lagi di sana.
Tetapi dalam konteks berkurban, siapa yang menjadi pembeli kita?