Jika kita tidak memahami aturan semacam itu, kita akan selamanya terperosok ke dalam samudra air mata dari kenestapaan.Â
Berharap bahwa dunia akan menjadi tempat yang sempurna untuk manusia amatlah naif; justru semua kemalangan inilah yang menyempurnakan dunia!
Kita bertemu (hanya) untuk merasakan betapa pedihnya kisah perpisahan. Kita terlahir (hanya) untuk merasakan betapa sedihnya mengalami kematian. Kita sempat dekat (hanya) untuk merasakan betapa pilunya perasaan rindu.
Kita mengalami banyak kehadiran (hanya) untuk merasakan betapa dukanya rasa kehilangan. Kita dititipkan kesehatan (hanya) untuk mengerti betapa repotnya jatuh sakit. Kita dianugerahi tawa (hanya) untuk mempelajari betapa gundahnya bersedih hati.
Pada suatu waktu, kita mencintai, dan di waktu kemudian, kita membenci. Pada suatu ketika, kita merasa aman, dan di waktu kemudian, kita merasa terancam. Pada suatu masa, kita sempat mengenal, dan di waktu kemudian, kita merasa asing.
Kita masuk ke dalam dimensi ruang dan waktu hingga pada akhirnya, kita akan tercerabut dari keduanya.
"Semua itu adalah siklus abadi kehidupan," katamu dengan sedikit terisak pada malam pertengahan Juni. Aku tahu sejak awal bahwa kau benar, Aileen, tetapi baru sekarang aku berani mengungkapkannya. Saat itu aku terlalu takut; amat takut!
Ketika hampir semua siklus itu sudah kualami satu per satu, aku tidak akan pernah ragu lagi untuk menganggukkan kepala padamu, Aileen. Hanya saja, aku terlambat.
Orang-orang mesti tahu siklus yang kau bicarakan agar mereka turut mengerti sepertiku bahwa planet ini bukan sekadar batu biru raksasa yang melayang-layang kesepian di ruang hampa. Batu ini hidup! Nyawa dunialah yang membuat siklus abadi itu ada.
Andaikan umat manusia mengerti, aku yakin mereka akan tersenyum pada bintang-bintang di setiap malam sebagaimana aku (sudah) melakukannya. Tuhan telah berbaik hati memberiku pembelajaran semelimpah ini, hingga aku sendiri tidak tahu caranya berterima kasih lewat kata-kata.
Sekali lagi, kau benar, Aileen: hidup ini indah ketika berjalan sebagaimana mestinya. Segala macam ramalan manusia membuat hidup kehilangan daya tariknya. Aku lebih senang Tuhan yang mengatur segalanya sehingga aku sendiri bisa menemukan kehadiran-Nya dalam setiap detik yang kuhabiskan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!