Aku mengerti, engkau tertimpa oleh kemiskinan tanpa diberi pilihan. Memangnya siapa di dunia ini yang punya kuasa untuk memilih rahim yang akan melahirkannya? Tentu kondisi itu bukan salahmu, dan juga bukan salah siapa-siapa.
Hanya saja, sulit bagi akalku untuk menerima alasanmu yang terlalu sempit. Manusia terlahir dengan misi yang sama, bukan? Sebelum kita berpisah  di batas ladang anggur Paman Baron, engkau berteriak, "Hidup kita mesti dikendalikan oleh tujuan penciptaan!"
Tetapi apa tujuan itu? Sartre bilang, manusia dikutuk untuk bebas. Dia yakin bahwa manusia diciptakan tanpa membawa misi apa pun, dan karenanya kita punya kebebasan untuk menentukan hakikat kita sendiri.
Aku tidak menganggukkan kepalaku atas itu. Aku sangat yakin bahwa kehidupan ini punya makna universal yang mesti dicapai setiap orang. Jelas aku bukan seorang fatalis, tetapi makna kehidupan ini haruslah ada agar penciptaan manusia bisa diterima secara rasional.
Apa makna yang satu itu? Entah. Mengapa kita harus berpusing-pusing dengannya? Menurutku, pendapat Sartre memantik kobaran api yang membakar semangat orang-orang supaya membentuk dirinya sendiri dan tidak menyerah pada takdir.
Dia sendiri menganggap kebebasan sebagai beban, sebab kebebasan mengimplikasikan tanggung jawab. Akan tetapi, apa jadinya manusia tanpa kebebasan? Aku tidak bisa menerima perumpamaan para fatalis bahwa manusia sama seperti wayang yang dikendalikan seorang dalang.
Aku setuju denganmu, Kawan: hidup kita mesti dikendalikan oleh tujuan penciptaan. Di samping ketidaktahuan kita soal tujuan itu, mengapa kita tidak hidupi saja dunia ini dengan kreasi kita sendiri, sebab kebebasan yang tertimpa pada kita tidak sepatutnya disia-siakan.
Pendapat Sartre mengandung setitik kebaikan. Agar bisa eksis di tengah kegaduhan manusia, engkau mesti berbuat sesuatu yang mengguncangkan peradabanmu.Â
Jika tujuan yang satu itu terlalu abu-abu, kita mesti menciptakannya sendiri sebelum raga tercerabut dari waktu.
Aku benci orang-orang yang menyerah pada takdir! Aku cinta mereka yang memberontak hingga batas mereka. Lewat ketegarannya menerima nestapa, mereka menciptakan medan juangnya sendiri dengan keringat dingin yang menyelimuti pelipisnya.
Apa yang kau tunggu, Kawanku? Kejarlah apa yang kau inginkan di dunia ini! Engkau mengerti aturannya bukan? "Gapailah apa pun yang dapat membahagiakanmu, dengan syarat, engkau tidak boleh ketergantungan terhadapnya."