Anda bisa mengawali pendapat Anda dengan disclaimer semacam "ini menurut pendapat saya dan bisa menjadi pertimbangan", atau "dalam sudut pandang saya sebagai masyarakat kelas bawah, kebijakan ini ...", atau "sepanjang yang saya tahu" dan sebagainya.
Dengan begitu, orang-orang yang membaca atau mendengar pendapat Anda bisa tahu lebih awal bahwa itu adalah sebuah pendapat dan perlu dipertimbangkan kembali kebenarannya.
Dan itu bagus, maksud saya dalam hal kebijakan publik, berpendapat itu bagus karena kebijakan itulah yang kemudian akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup kita. Sekurang-kurangnya, pendapat kita dapat menjadi masukan pada mereka.
Tapi menjadi buruk jika pendapat kita disampaikan secara kasar dan mencaci, seolah-olah apa yang kita katakan adalah kebenaran mutlak. Sebab jika demikian, kita telah menghancurkan keindahan demokrasi yang selama ini kita impi-impikan.
Seni menjadi orang awam
Menjadi orang awam itu tidak bisa sembarangan. Mengingat lebih banyak jumlah orang awam ketimbang orang yang ahli, kita mesti tahu bagaimana cara menjadi orang awam yang baik. Seperti kata pepatah, "Kalau tidak bisa berbuat baik, setidaknya jangan berbuat buruk."
Mengapa ini penting?
Kebanyakan dari sering sok tahu terhadap sesuatu. Kebiasaan ini menjadi buruk karena bisa menimbulkan kesalahpahaman yang meluas. Beberapa dari kita juga begitu mudah tergoda untuk ikut menanggapi segala perkara.
Alasannya ingin dianggap sebagai orang kritis, padahal aslinya amatlah krisis. Kita punya naluri untuk meningkatkan citra diri sehingga menanggapi berbagai persoalan menjadi topeng dalam panjat sosial.
Kita juga cenderung terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan. Ketika suatu persoalan begitu hangat, kebanyakan dari kita segera menyimpulkan bahwa si A salah dan si B benar. Nyatanya, mereka tidak benar-benar tahu apa yang sedang terjadi.
Pada akhirnya, sarana berpendapat seperti media sosial malah menjadi ajang penghakiman dan cacian.
Perlu kemampuan tertentu untuk menjadi orang awam yang baik. Jadi, inilah seni menjadi orang awam (versi saya).