Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Apakah Hari Sial Itu Benar-Benar Ada?

10 Juni 2021   19:54 Diperbarui: 17 Juni 2021   12:34 2028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia punya kecenderungan untuk membenarkan interpretasinya sendiri, meskipun tidak berdasar. Ada kepuasan diri dari klaim semacam itu. Akan tetapi, kepuasan itu begitu singkat dan rapuh.

Terbukanya pintu harapan

Sebab lain mengapa kita percaya adanya hari sial adalah terbukanya pintu harapan kita. Harapan adalah kunci untuk membuka hari yang indah atau buruk.

Dalam kata-kata Alexander Pope, "Berbahagialah dia yang tidak mengharapkan apa-apa, karena dia tidak akan pernah kecewa."

Pada kenyataannya, hari-hari yang kita anggap buruk dan sial tidaklah demikian adanya. Itu hanyalah hari-hari yang tidak berjalan sesuai rencana, atau hari-hari yang melenceng dari prediksi kita.

Ketika harapan kita terpenuhi atau terlampaui, kita akan dengan mudah mengatakan "ini hari yang indah". Tidak peduli kenestapaan apa yang mengiringi keindahan itu, kita akan tetap menyebutnya sebagai hari keberuntungan.

Begitu juga sebaliknya: jika harapan kita tidak terpenuhi, tidak peduli seberapa besarnya kebahagiaan yang menyertainya, kita akan cenderung menyebut itu sebagai hari sial.

Hal semacam itu mirip seperti Efek Placebo. Placebo adalah "obat palsu" yang bentuknya dibuat mirip dengan obat asli. Meskipun ini tidak mengandung obat apa pun, tapi placebo bisa menimbulkan efek semu yang membuat penggunanya merasa lebih baik.

Daerah otak yang menafsirkan rasa sakit sebenarnya dapat beraktivitas jauh lebih sedikit ketika subjek telah menurunkan harapannya terhadap rasa sakit yang mereka alami.

Dulu saat masih kecil, saya pernah dibohongi oleh ibu saya. Ketika saya sakit dan mesti disuntik, saya bersikeras tidak mau karena takut jarum suntik. Saya bisa merasakan keperihannya jauh sebelum jarum itu menusuk kulit saya.

Tapi kemudian, Ibu memberi saya sebuah tablet menyerupai obat. Dia menjelaskan bahwa tablet itu adalah obat penghilang rasa sakit. Saya masih begitu lugu saat itu, jadi saya makan dan ... rasanya manis!

Akhirnya saya pun berani untuk disuntik. Ketika jarum itu sudah terlepas, Ibu bertanya, "Bagaimana, sakit?" Saya menggelengkan kepala dengan malu dan tersenyum. Mendadak ibu saya tertawa seperti aktor antagonis di film-film.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun