Lebih dari dua tahun yang lalu, saya terjebak dalam rutinitas yang beracun bagi tahap perkembangan. Untuk menandai pengalaman tersebut sebagai titik kegelapan, saya menyebut masa itu sebagai "siklus setan".
Siklus setan adalah masa di mana saya hanya melakukan kegiatan yang sama setiap hari tanpa belajar sesuatu pun. Mungkin sedikit, tapi nyaris terbang menghilang bersama seluruh kenangan itu.
Ini terjadi pada masa awal kelas 10 SMA. Pertama-tama, saya berangkat sekolah. Kegiatan pembelajaran di kelas hampir tidak menghasilkan pengetahuan yang baru bagi saya saat itu.
Terus terang saja, apa yang saya pelajari di kelas biasanya akan terlupakan dalam satu atau dua hari. Jelas itu bentuk kesalahan saya sendiri. Dan beberapa pengetahuan itu baru muncul kembali ketika ulangan. Itu pun ada di antara ambang ketidakjelasan, seperti bintang malam yang berkelap-kelip.
Kemudian sepulang sekolah, saya bermain ponsel berlarut-larut hingga magrib. Dan pada malam hari, saya bergegas mengerjakan tugas agar menyisakan waktu beberapa menit untuk bermain game konsol.
Jika waktu menunjukkan pukul 10 malam, saya akan kembali bermain ponsel di bawah selimut. Dulu saya mempunyai sedikit masalah dengan tidur sehingga satu-satunya jalan enak yang bisa ditempuh adalah melelahkan mata lewat ponsel dan terkapar dengan sendirinya.
Rutinitas itu senantiasa terulang setiap hari meskipun dengan perasaan yang berbeda. Tapi intinya tetaplah sama bagaikan seekor tupai yang berlari di dalam kincir. Kejenuhan dan kemuakan sering mampir, namun tidak ada jalan lain yang saya ketahui saat itu.
Baru setelah menginjak kelas 11, rutinitas yang membosankan itu semakin menggerogoti hidup saya. Bayangkan betapa hebatnya saya di hari libur, bisa menghabiskan waktu dari siang hingga magrib hanya untuk bermain game konsol!
Tidak ada yang memperingati saya di kala itu, barangkali mereka takut saya akan memberontak. Lebih-lebih lagi mereka tidak punya alternatif lain untuk saya kerjakan. Semua menjadi dunia saya yang dibaluti naluri kemalasan.
Itulah yang saya sebut sebagai "mati" sebelum mati. Maksudnya, saya tidak mengalami perkembangan apa pun dalam jangka waktu yang lama seperti seorang mayat hidup. Jelas saya tidak mati---dalam artian harfiah---tapi saya telah "mati"---secara mental.
"Mati" sebelum mati adalah situasi ketika kita berhenti berkembang di tengah kemajuan pesat peradaban.