Kita melihat dunia bukan sebagaimana adanya, melainkan sebagaimana kita terkondisikan. -- Stephen Covey
Jika saya memberikan ponsel seharga 1 juta kepada setiap orang yang saya jumpai, akankah mereka berterima kasih dan merasa senang?
Belum tentu.
Jika saya memberikannya kepada orang miskin, besar kemungkinan mereka akan sangat senang dan berterima kasih. Barangkali mereka akan mulai bersujud di kaki saya dan menangis bahagia atas kebaikan saya.
Namun jika saya memberikannya kepada seorang sultan, mungkin saya akan ditertawakan olehnya dan justru saya yang dikasihani. Ponsel itu akan dibuang ke sebuah tong sampah dan diganti oleh sebuah ponsel belasan juta yang terkini.
Atau jika saya memberikannya kepada orang-orang tertentu, mereka akan curiga dengan ponsel yang saya berikan; khawatir bahwa di dalamnya terdapat virus yang akan menggerogoti pikiran mereka.
Intinya, saya akan menerima reaksi yang beragam di samping sebuah fakta objektif: saya telah melakukan suatu kebaikan dan layak diapresiasi.
Inilah mengapa timbul banyak perdebatan di mana-mana, meskipun masalah itu sangatlah sepele. Kita sering kali lupa bahwa keindahan dunia memang diwarnai oleh berbagai macam perbedaan.
Dalam hal tertentu, kita memang harus sepakat. Tapi untuk menjadi sepakat, kita tidak bisa mencapainya tanpa pemahaman bahwa setiap orang memiliki kacamatanya masing-masing.
Setiap orang melihat dengan paradigmanya masing-masing. Kita hanya bisa menghargai orang-orang hanya ketika kita berusaha mengerti mereka terlebih dahulu untuk kemudian bisa dimengerti.
Jadi lain kali, ketika Anda berbuat sebuah kebaikan atau berbagi pendapat, pahamilah bahwa tidak semua orang akan mengikuti jalan Anda. Dan itu tidak apa-apa.