Apa yang tidak disukai tentang menjadi kaya? Agak-agaknya semua orang menginginkan itu. Rasa aman ekonomi adalah peluang dasar bagi seseorang untuk bisa berbuat banyak dalam dimensi lain yang mana pun.
Tentu keinginan untuk menjadi kaya bukanlah hal yang buruk.Â
Jika ada orang yang mengutuk uang, nyaris bisa dipastikan bahwa masyarakat akan segera mencemoohnya. Logika awam mengatakan bahwa kebencian pada uang adalah sebuah kemunafikan.
Secara bersamaan, hal tersebut juga berlaku kepada orang-orang yang mengaku tidak tertarik menjadi kaya. Seseorang yang mengklaim bahwa kekayaan adalah musibah hampir bisa dipastikan akan menjadi musuh dari masyarakat.
Jika ada orang konyol yang melakukan itu, maka sayalah orangnya.
Saya percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat netral; tidak baik dan tidak buruk. Barangkali kepercayaan semacam itu terlalu abstrak dan mengada-ngada, tapi premis itu lahir dari proses panjang berpikir jernih.
Termasuk perihal kekayaan, saya yakin bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya menyenangkan. Malahan pada titik tertentu, kemiskinan bisa jadi lebih baik.
Dan ngomong-ngomong, tulisan ini tidak bermaksud melarang Anda untuk menjadi kaya. Justru lebih baik dari itu, saya ingin Anda mempersiapkan diri untuk menjadi kaya dengan mengetahui masalah-masalah yang sedang menanti Anda.
Kekayaan datang dengan serangkaian masalah peliknya yang khas. Saya telah menemukan 8 masalah dari menjadi kaya. Jadi... mulai saja.
1. Kehampaan
Poin pertama ini besar kemungkinan dialami oleh orang-orang kaya yang tidak mampu mengenal dirinya sendiri. Mereka mengumpulkan uang hingga bertumpuk-tumpuk, tapi mereka tak benar-benar tahu siapa diri mereka sebenarnya.
Persoalan tersebut memicu ketidaktahuan tentang apa yang membuat mereka bahagia. Mereka terus mengejar uang karena tidak tahu di mana mereka harus berhenti. Mereka tidak tahu di mana garis finish. Mereka tidak mengenal diri idealnya sendiri.
Karena identitas dan nilai diri mereka terbungkus oleh kebutaan harta, maka mereka tidak benar-benar mengerti tentang sesuatu yang bisa membuatnya bahagia.
Mereka hanya membeli dan membeli lebih banyak lagi, berusaha mencari sesuatu yang membuatnya bahagia. Namun, seperti yang dikatakan seorang pemikir, "Ia tidak ada di sana."
Kehampaan menjadi jawaban. Harta yang bergelimang tidak membantu. Bingung, rasa-rasanya kebahagiaan harus berpihak pada mereka, namun senyuman seorang pemulung malah membuktikan bahwa mereka telah kalah.
Saya punya cerita sedih atau barangkali menggelikan.
David Edwards memenangkan 27 juta dollar Amerika dari sebuah jackpot lotre. Dia menghabiskan sebagian besar uang itu untuk obat-obatan, rumah megah, mobil mewah, makanan berkelas bintang lima setiap hari.
Tidak selang lama, Edwards kembali miskin. Dia berakhir menjadi seorang gelandangan, kehilangan semua uangnya, hartanya, termasuk istrinya. Dia meninggal dalam perawatan di rumah sakit.
Sebagai perbandingan, Anda dapat hidup dengan nyaman selama sisa hidup Anda tanpa harus bekerja dengan uang 27 juta dollar Amerika.Â
Namun, Edwards telah membuktikan kepada kita bahwa menjadi orang kaya itu juga harus punya kesiapan dan pengetahuan yang cukup.
Menjadi orang kaya tidak sesederhana mendapatkannya dan kemudian hanya menghabiskannya. Kemampuan mengelola keuangan bukan hanya diperlukan oleh mereka yang punya uang terbatas, tapi orang kaya justru lebih membutuhkannya.
2. Menjadi lebih cemas dan lebih manja
Saya menyebutnya Paradoks Kecemasan. Aturannya, "Semakin banyak Anda menggenggam, semakin besar kemungkinan untuk cemas."
Masyarakat kita mengira bahwa hubungan antara kuantitas kepemilikan dengan kebahagiaan itu berbanding lurus. Semakin banyak kita memiliki, semakin mudah kita menjadi bahagia.
Jika Anda bertanya kepada seseorang yang lewat di depan Anda tentang lebih bahagia mana antara memiliki banyak barang atau memiliki sedikit barang, mungkin jawabannya sangatlah mudah untuk diterka.
Semakin banyak barang yang dimiliki, maka semakin banyak sumber kesenangan yang mendorong kebahagiaan. Begitulah masyarakat kita berpikir.
Namun, Anda tidak bisa mengharapkan jawaban yang sama kalau orang yang lewat di depan Anda adalah saya.
Hemat saya, semakin banyak barang yang saya miliki, justru semakin besar kemungkinan saya menjadi cemas. Itu berarti, semakin banyak uang yang saya miliki, semakin khawatir saya dibuatnya.
Kita tahu bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Dengan kata lain, semakin banyak kita menggenggam, semakin banyak kita akan melepas.
Kesadaran itu sudah cukup membuat orang-orang kaya menjadi cemas. Salah seorang di antara mereka akan berkata, "Saya berjuang belasan tahun untuk ini, dan pada akhirnya saya harus kehilangannya? Tidak adil!"
Tentu kecemasan tersebut dapat dihindari jika yang menjadi kaya adalah orang bijaksana. Tapi dalam kebanyakan kasus, orang-orang kaya menjadi sangat ketergantungan terhadap segala sesuatu yang mereka miliki.
Mereka menjadi lebih manja karena sumber pemuas kebutuhan menjadi beragam. Mereka menjadi ketergantungan. Pada akhirnya, mereka juga menjadi lebih cemas karena dikejar bayang-bayang rampok dan semacamnya.
Di sisi lain, ketika Anda menjadi orang kaya dan punya harta yang bergelimang, standar kebahagiaan Anda turut meningkat. Hal ini dapat dijelaskan dengan konsep Hedonic Treadmill.
Harapan Anda untuk menjadi bahagia akan terbang tinggi mengangkasa karena merasa sudah bisa membeli segalanya. Begitu tingginya hingga Anda kehilangan selera terhadap hal-hal yang lebih sederhana.
Namun, hidup punya jawaban yang tak terbatas. Ketika suatu waktu Anda kehilangan semua itu, kekecewaan yang amat-dalam akan menjadi jawaban. Akar masalahnya mudah ditebak, Anda telah ketergantungan dengan semua harta itu.
Mungkin Anda harus melepas satu per satu, bahkan bisa saja semuanya direnggut tiba-tiba. Dan itu pasti.
Jadi, menjadi orang kaya itu tidak buruk, karena yang keliru itu adalah ketika Anda menjadi sangat ketergantungan terhadap semua yang Anda miliki.
Kesadaran tentang paradoks kecemasan dan menciptakan jarak dengan semua yang Anda miliki mungkin dapat membantu meredakan kecemasan. Barangkali hanya itu.
Karena orang kaya yang sesungguhnya adalah mereka yang merasa bahagia dalam keadaan kekurangan.
Meskipun peradaban memberi kita kebebasan untuk berjuang demi kekayaan, tetapi jika kita berada di sana, kita mencambuk dan menyerang hal-hal yang dijunjung tinggi peradaban: kasih sayang, empati, kerendahan hati.
Menjadi kaya berarti Anda harus mengkhawatirkan segalanya kecuali uang. -- Johnny Cash
3. Sulit mempercayai orang lain
Inilah masalah utama dari menjadi kaya:Â Anda akan kesulitan untuk mempercayai orang lain. Tidak peduli siapa pun orang yang Anda temui, akan selalu ada perasaan curiga terhadap orang tersebut.
Anda akan merasa tidak yakin apakah orang tersebut benar-benar tertarik pada Anda karena kepribadian Anda, atau mereka lebih tertarik pada uang Anda dan manfaatnya bagi mereka.
Itu bisa membuat Anda sulit untuk memilih pasangan. Tidak peduli seberapa jauh Anda mengujinya, jika orang itu telah mengetahui bahwa Anda adalah orang kaya, tetap saja tidak akan berguna.
Manusia sangat pandai dalam berpura-pura.
Jika Anda keliru dalam mempercayai orang lain, nasib Anda akan berakhir seperti ending-ending di sinetron azab. Jadi, berhati-hatilah!
4. Kehilangan banyak privasi
Menjadi kaya berarti menjadi terkenal karena kekayaannya (kecuali Anda merahasiakannya). Namun, masalah dari menjadi terkenal adalah Anda akan kehilangan banyak privasi.
Jadi, jangan coba-coba untuk mencium bau kentut Anda sendiri karena Anda sedang diperhatikan oleh banyak orang. Ya, kecuali jika Anda membuang uang sembarangan, itu akan dianggap lebih baik.
5. Mendapatkan perlakuan yang berbeda
Alasan kuat mengapa kita sebaiknya merahasiakan kekayaan kita adalah untuk menghindari stereotip orang-orang terhadap kita. Sayangnya, kita tidak diciptakan untuk itu.
Tentu salah satu alasan kita ingin menjadi kaya adalah karena ingin memberitahu dunia bahwa kita mampu. Dan justru karena itulah kita mendapatkan masalah.
Ketika orang tahu bahwa Anda kaya, mungkin Anda akan menjadi orang yang tepat ketika mereka perlu meminjam uang, atau mereka berharap Anda akan mentraktir setiap kali makan bersama di restoran mewah.
Anda akan dipandang sebagai bank berjalan. Dan karenanya orang-orang mulai berpura-pura baik agar Anda bersedia memberi pinjaman.
Sementara orang-orang mendapatkan kelegaan dari melampiaskan masalah mereka kepada orang lain, mungkin Anda tidak akan bisa.
Ketika Anda berkeluh kesah kepada seorang teman, besar kemungkinan dia akan balik mengkritik Anda. "Kamu itu orang kaya, tidak pantas mengeluh. Harusnya bersyukur!"
Banyak dari kita yang mengira bahwa menjadi kaya berarti bersih dari masalah, padahal justru masalah dari menjadi kaya bisa lebih banyak, bahkan lebih menyakitkan.
Dan kenyataan yang lebih mengiris lagi adalah fakta bahwa ada sebagian orang yang punya stereotip buruk terhadap orang kaya.
Jika Anda adalah orang kaya, mereka akan berasumsi bahwa Anda rakus, dangkal, materialistis, korup, atau gila hormat. Mereka menjadi kesal karena mengira bahwa Anda tidak pernah tahu bagaimana rasanya menjadi orang biasa.
Dan bahkan sangat mungkin bahwa Anda tidak akan bisa beberapa jam berpenampilan sederhana. Anda punya tekanan untuk selalu berpenampilan mahal. Ya, begitulah.
6. Kebosanan
Seseorang berkata bijak kepada saya, "Bagian hidup yang paling mengasyikkan adalah perjalanan untuk mencapai kekayaan dan tidak benar-benar memilikinya."
Pada awalnya saya tertawa mendengar kalimat itu. Tapi seiring waktu, saya mengerti. Tawa itu datang hanya karena saya belum pernah mengalaminya.
Ini sama seperti mendaki gunung. Ternyata, bagian yang paling berharga adalah proses pendakian menuju puncak itu sendiri dan bukannya ketika berada di atas sana.
Jika Anda tidak harus bekerja dan memilih untuk tidak melakukannya karena Anda sudah menjadi kaya, Anda akan kesulitan mengisi waktu dengan aktivitas yang bermakna.
Anda akan kehilangan nilai-nilai yang berarti saat Anda berada di puncak kekayaan. Mungkin faktor inilah yang membuat orang-orang kaya terus berusaha memperkaya dirinya sendiri. Karena jika mereka berhenti, mereka merasa hampa.
Selain karena faktor naluri alamiah manusia, mereka juga berusaha mencari makna dalam kehidupan mereka.
Dalam kasus lain, kita sering merasa begitu. Kita mengejar sesuatu dengan keras, dan ketika kita mendapatkannya, kita mulai bertanya, "Lalu apa lagi?" Kita tidak menilainya seperti dulu.
"Jika seseorang memberimu uang 1 triliun dan kamu tidak perlu bekerja lagi, kamu akan segera tahu bahwa kehidupanmu menjadi miskin makna dan kamu menciptakan lubang besar dalam jiwamu," begitu kata seseorang pada saya.
Hal tersebut bisa kita temukan dalam salah satu episode serial kartun Spongebob Squarepants. Saat Tuan Krab menjual restorannya dengan mahal, dia menjadi pengangguran karena sudah kaya.
Namun, hari-harinya diisi oleh aktivitas yang tidak berarti. Pada akhirnya, dia kembali ke restorannya sebagai tukang cuci piring. Oh, betapa lucunya hidup ini.
Tapi jika ini kedengarannya aneh, ingatlah bahwa kekayaan bersifat penindas: Anda berusaha menghajarnya habis-habisan dan ternyata hanyalah musuh yang sangat hambar.
7. Berpotensi menjadi orang tua yang buruk
Jika Anda membesarkan anak-anak Anda dalam kemewahan, mereka tidak akan pernah berjuang untuk mencapai sesuatu dan membangun kehidupan untuk diri mereka sendiri.
Mereka akan loyo dan lemah saat bertarung dengan kehidupan. Duh, Anda benar-benar orang tua yang buruk!
8. Memiliki banyak haters
Iya, kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H