Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Mengapa Terjadi Terorisme?

28 Maret 2021   18:08 Diperbarui: 29 Maret 2021   18:23 1614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ternyata pada titik tertentu, sangatlah sulit untuk membedakan manusia dengan hewan | Ilustrasi via shutterstock.com

Psikolog Clark McCauley, Ph.D percaya bahwa reaksi pemerintah terhadap terorisme mewakili interaksi yang dinamis sehingga gerakan dari satu kelompok dapat memengaruhi kelompok yang lain.

Sebagai contoh, jika teroris melakukan serangan dan suatu negara mengirimkan pesan balasan dengan cara yang ekstrem, teroris dapat menggunakan tindakan tersebut untuk membangkitkan sentimen anti-negara yang lebih besar di antara warga negara.

Ibarat ketika anak Anda mengatakan bahwa Anda adalah seorang pemarah, maka jika Anda memakinya dengan spontan, hanya akan semakin membuktikan bahwa Anda memanglah seorang pemarah.

Ironisnya, ini bisa menjadi paradoks: jika kita tidak bisa melacak cara apa yang ampuh sebagai tanggapan, bagaimana kita bisa berharap akan menemukan cara yang lebih baik atau lebih buruk?

Selama bertahun-tahun, para psikolog telah memeriksa karakteristik individu teroris, mencari petunjuk yang dapat menjelaskan kesediaan mereka untuk melakukan kekerasan.

Seorang psikolog bernama John Horgan, Ph.D menemukan bahwa orang-orang yang lebih terbuka untuk bergabung dalam perekrutan kelompok teroris dan radikalisasi cenderung:

  • Memiliki dendam, merasa terasing, atau dicabut haknya.
  • Percaya bahwa tidak ada lagi upaya untuk melakukan perubahan nyata.
  • Merasa menjadi korban atas ketidakadilan sosial dan segala perjuangannya hanya dianggap sia-sia.
  • Merasa perlu mengambil tindakan daripada hanya membicarakan permasalahan.
  • Percaya bahwa kekerasan terhadap negara bukanlah hal yang amoral.
  • Meminta simpati dan empati dari orang-orang untuk tujuan tertentu.
  • Percaya bahwa bergabung dengan suatu gerakan terorisme menawarkan imbalan sosial dan psikologis, seperti persahabatan, solidaritas, dan rasa identitas yang lebih tinggi.

Apakah semua itu benar-benar penyebab dari terjadinya terorisme? Saya pikir tidak.

Semua poin tadi hanyalah produk dari sesuatu yang lebih besar dan berbahaya. Jika diibaratkan sebuah pabrik, semua poin itu hanyalah hasil/produk dari sebuah mesin yang menciptakannya.

Semua asumsi itu hanyalah daun-daun yang tumbuh dari sebuah pohon. Dengan demikian, pastilah ada satu akar yang mengawali pertumbuhan daun-daun itu untuk hidup.

Pertanyaannya, di mana kita dapat menemukan akar itu? Anda tahu, tidaklah mudah untuk menemukan di mana letak akar sebuah pohon berada karena selalu sering tertutupi oleh tanah; samar-samar.

Saya yakin, terorisme lahir dari kesesatan berpikir tentang kemurnian sebuah ajaran. Apa pun istilah yang dapat menggambarkan itu, pada intinya adalah kesesatan berpikir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun