Secara bahasa, amor fati berarti mencintai takdir.
Amor fati, bagi Nietzsche, berarti penerimaan hidup dan pengalaman kita dengan tanpa syarat, entah itu berupa segenap pengalaman naik dan turun, yang bermakna dan yang tak berarti.
Itu berarti mencintai luka-luka, memeluk derita. Itu berarti menutup jarak yang memisahkan antara harapan dengan kenyataan, bukan dengan cara mengejar lebih banyak harapan, tapi dengan mengharapkan yang senyata-nyatanya.
Kunci amor fati adalah cinta dan meredam keinginan, ambisi, bahkan harapan sekalipun. Ini bukanlah sekadar aksi, perbuatan, atau keputusan tertentu; ini adalah seluruh bagian dari hidup itu sendiri.
Amor fati bukan sekadar prinsip untuk berserah pada takdir, namun juga mencintai takdir. Mencintai takdir bukan bermaksud untuk "menang" dari kehidupan, tapi untuk mencapai titik spiritual tertentu yang dapat memberikan ketenangan jiwa.
Nietzsche menganalogikan hal ini dengan seseorang yang buta, pada titik tertentu, akan menyesal jika diberi penglihatan karena ia akan melihat begitu banyak hal buruk dalam kehidupannya.
Prinsip amor fati bukan hanya menuntut kita untuk menanggung apa pun yang tidak dapat diubah, tetapi kita pun harus mencintainya tanpa syarat.
Itu berarti, prinsip ini menggiring kita untuk memaafkan apa yang terjadi di masa lalu dengan kekuatan dan rasa terima kasih yang mencakup semua batasan semacam antusiasme kasih sayang. Ini berarti, prinsip ini menyeret kita untuk menyambut apa yang menunggu di depan dengan semangat pembelajaran yang menggebu.
Kita tahu mengapa kita adalah makhluk yang sangat tidak sempurna; dan mengapa kita harus mengacaukan semuanya sama buruknya dengan kita.
Kita akhirnya mengatakan, dengan air mata di mana ada kesedihan bercampur dan semacam ekstasi yang besar untuk seluruh kehidupan, dalam kengerian absolut dan sesekali momen keindahan yang luar biasa.
"Aku sedang berada dalam suasana fatalistik 'menyerah kepada Tuhan'." Tulis Nietzsche dalam sebuah surat kepada seorang temannya di musim panas 1882. "Aku menyebutnya amor fati, sangat banyak, sehingga aku bersedia untuk bergegas menuju rahang singa."