Duh, apa sih cinta itu? Ketika manusia mencoba untuk mengurai setiap bagiannya, cinta menjadi begitu serius dan mendalam. Di sisi lain, cinta pun menjadi begitu lucu dan menggembirakan saat manusia mencoba untuk menari bersamanya.
Para musisi menjelaskan makna cinta lewat syair-syair lagu dan musik mereka. Para pujangga menggambarkan cinta lewat rajutan kata-kata yang indah. Para pelukis menjelaskan cinta lewat visualisasi lukisan yang elok. Duh, apa sih cinta itu?
Gabriel Marcel dalam bukunya mengungkapkan, "Cinta itu datang bagaikan sebuah himbauan. Ia datang seperti panggilan dari Saya ke Saya yang lain... Justru karena saya bertemu pribadi orang itu, maka ketertarikan saya untuk mencintainya muncul bukan karena orang itu memiliki banyak hal yang menarik saya, melainkan saya mencintainya justru karena Ia adalah Ia."
Saya pikir ini merupakan sindiran kepada orang-orang awam yang mendefinisikan cinta sebagai suatu perasaan suka yang muncul dengan tiba-tiba tanpa diundang. Ini terjadi ketika Anda melihat seseorang berparas rupawan, lalu bergumam dalam hati, "Saya jatuh cinta!"
Cinta bukanlah sesuatu yang mudah dikaji, apalagi dipahami. Menurut Gabriel, cinta adalah misteri. Karena misteri itulah, cinta hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang sedang berada dalam pelukan cinta.
Kebanyakan orang menganggap cinta sebagai anugerah, sesuatu yang datang secara kebetulan. Kemudian mereka berdalih bahwa perasaan itu sulit ditolak, maka mereka tak mau disalahkan atas maraknya kasus perselingkuhan belakangan ini.
Lantas mengapa cinta itu penting? Sederhananya, kita punya masalah eksistensial. Kita takut akan kesendirian dan kesepian, toh manusia memang makhluk sosial. Kesadaran ini membuat kita tak berdaya di hadapan alam dan masyarakat.
Kita berusaha melarikan diri dari perasaan yang tak tertahankan karena keterasingan dan keterpisahan, lalu menyerahkan diri sepenuhnya pada perasaan yang otomatis. Karena sifatnya yang "otomatis" inilah mereka menyebutnya dengan jatuh cinta. Dan jika sekarang saya mencintai seseorang, apakah saya sedang jatuh cinta?
Ada kutipan menarik dari Erich Fromm dalam bukunya, The Art of Loving:
"Love is an activity, not a passive effect; it is a 'standing in', not a 'falling for'. In the most general way, the active character of love can be described by stating that love is primarily giving, not receiving."
Cinta adalah sebuah aktivitas. Itu berarti, cinta adalah sesuatu yang diciptakan. Ia tumbuh dari akar dan bukannya sebuah pohon yang tumbuh dengan sendirinya.
Maka, cinta memang bukan tentang "jatuh cinta", melainkan berdiri dalam cinta, berdiri menerima cinta. Manusia tidak menerima cinta dalam keadaan jatuh, melainkan berdiri menyambutnya, menikmati setiap sisi dan sentuhannya.
Banyak orang melihat masalah cinta sebagai masalah obyek, bukan masalah bakat/perilaku. Orang berpikir bahwa mencintai itu sederhana, yang sulit ialah mencari obyek yang tepat untuk dicintai.
Pada akhirnya, paradigma semacam itu membuat kita lebih pilih-pilih. Bukannya itu keliru, tapi cinta itu universal. Kita tidak bisa mencintai seseorang dan kemudian tidak peduli dengan orang lain. Jika demikian, itu adalah keegoisan yang melampaui.
Bukan berarti juga Anda bebas berselingkuh tanpa batas. Tidakkah Anda mengerti?
Maka, cinta sebenarnya tidak bergantung pada obyeknya. Ini bukan tentang "siapa yang akan kita cintai", tapi tentang "bagaimana cara mencintai". Itu adalah modal utamanya.
Orang yang mencintai hanya dengan menunggu menemukan "obyek" yang tepat ibarat orang yang mau menulis, namun ia tidak mau mempelajari seni menulis, hanya menunggu menemukan ide yang menarik untuk ditulis.
Kenyataannya, ide semenarik apa pun yang didapatkan, kalau ia tidak tahu bagaimana cara menulis itu sendiri, tulisannya tetap saja akan membosankan. Padahal jika ia memang sudah ahli dalam menulis, ide sepele pun akan menjadi indah dan bermakna.
Dan kita lihat apa yang terjadi! Anda menyatakan rasa cinta Anda kepada seseorang, dan dia yang disayang menolak Anda secara halus dengan mengatakan, "Maaf, aku tidak sedang tertarik untuk berpacaran."
Ironis, lima menit kemudian, dia mengunggah foto selfie di WhatsApp dengan caption, "Lagi jomlo nih." Duh, manusia!
Ditambah lagi, banyak orang melihat masalah cinta sebagai masalah dicintai dan bukannya mencintai. Kita lebih terobsesi untuk dicintai ketimbang mencintai. Katanya, mencintai itu sering menyakitkan, terkadang bisa membunuh jika orang yang dimaksud tidak balik mencintai.
Masalahnya, apakah kita sudah layak dicintai?Â
Lho, bagaimana bisa layak, wong kemampuan mencintai saja masih keliru, masih buta dengan fisik, masih tergiur dengan materi. Jika kemampuan mencintai saja masih gagap, meskipun kita banyak dicintai orang, kita tidak akan bisa menikmati sesuatu yang disebut cinta.
Lantas, bagaimana mencintai yang baik itu? Sederhana: mencintai dengan ikhlas.
Seperti yang diungkapkan Gabriel tadi, saya mencintai dia bukan karena dia memiliki banyak hal yang memikat saya, tapi saya mencintainya karena dia adalah dia. Dengan kata lain, cinta itu tanpa syarat!
Jika Anda rajin beribadah karena mendengar ceramah para pemuka agama yang mengatakan bahwa ibadah itu mengantarkan kita ke surga, maka ibadah Anda belum sepenuhnya ikhlas. Bagaimana seharusnya? Ya sudah, cukup hanya untuk Tuhan semata. Surga atau neraka bukan urusan Anda. Toh kalau Anda dekat dengan Tuhan, mustahil Anda dicelupkan ke neraka.
Begitu pun dalam hal mencintai. Jika cinta yang Anda miliki dibangun atas dasar "persyaratan", maka itu sangatlah rapuh dan busuk. Anda hanya harus memilih untuk mencintainya; hanya itu barangkali.
Seperti seorang ibu yang mencintai anaknya. Ia tak pernah menuntut suatu timbal balik kepada anaknya, hanya berusaha mengasihi tanpa pamrih. Mungkin rela berkorban apa pun juga, dan itu pilihannya. Barangkali begitulah cinta yang murni.
Dan ini yang mungkin paling menakutkan dari cinta sejati: Anda tidak harus terobsesi untuk memilikinya. Ya, pembaca, silakan ulangi kalimat itu!
Hasrat untuk memiliki termasuk sebuah persyaratan, sedangkan cinta sejati datang tanpa syarat. Duh, sudah waktunya kita belajar bahwa melepaskan pun artinya cinta juga!
Ketika Anda memelihara seekor burung, bukanlah cinta sejati jika Anda selamanya mengurung burung itu dalam sangkar. Pada waktu yang tepat, Anda harus melepaskannya ke alam bebas untuk melihatnya bahagia.
Ironisnya, Anda pun (terkadang) harus membiarkan orang yang Anda cintai untuk lepas dan bebas jika itu membuatnya bahagia. Tapi percayalah, orang yang benar-benar mencintai Anda tak akan melakukan itu!
Tapi intinya, cinta sejati itu tentang keikhlasan. Jika Anda benar-benar cinta kepada Tuhan, Anda tidak akan butuh lagi dengan iming-iming masuk surga atau pahala untuk beribadah. Anda hanya akan melakukannya untuk Tuhan semata.
Inilah yang digaungkan oleh Erich Fromm. Dalam cinta, manusia dapat melihat sesamanya bukan sebagai orang asing, melainkan dirinya yang lain sebagai kesatuan, bukan keterpisahan. Demikianlah cinta merasuki sanubari manusia.
Jadi, apakah saya sedang jatuh cinta? Tidak, saya sedang berdiri di dalam cinta, tegak bersama cinta, sebab saya menciptakannya dan tidak otomatis.
Berhati-hatilah, pembaca, pada seseorang yang bilang sedang jatuh cinta kepada Anda. Jangan-jangan dia tidak tahu bagaimana cara mencintai yang benar, atau cintanya hanya buah hasil dari perasaan yang otomatis.
Nah, saya cinta kepada mereka yang jiwanya berlimpahan, yang tidak ingin rasa terima kasih ataupun pembalasan pemberian: karena mereka selalu memberi dan tidak menyimpan untuk dirinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H