Pada akhirnya, semua kepalsuan ini membuat kita merindukan kesederhanaan yang samar-samar dan sulit dipahami itu.
Tapi, apakah hidup sederhana hanyalah ilusi?
Saya teringat dengan para petani yang saya jumpai beberapa hari lalu. Mereka duduk santai di jalan setapak persawahan pada pagi hari. Matahari baru saja naik, sinarnya masih semu hangat penuh oranye.
Saya berjalan menghampiri mereka, seakan-akan sebuah magnet telah berhasil menggiring kaki saya. Dengan lugunya saya berbaur bersama mereka yang tengah membicarakan hama padi. Di tengah perbincangan itu, saya menyela, "Bapak dan Ibu ini punya ponsel?"
Mereka tertawa laksana para penonton menertawakan atraksi sang badut. "Kami hanya tinggal bertemu dan saling sapa," katanya, "tidak perlu membeli pulsa seperti anak muda zaman sekarang."
Sepertinya hidup ini begitu sepele bagi mereka. Ah, perkara kecil: seperti itu! Dan saya tidak melihat adanya sesuatu yang membosankan dalam kesederhanaan itu. Mereka hanya menikmatinya; menikmati apa yang ada.
"Kami hanya akan bekerja keras dan mendapatkan penghargaan sederhana. Itu sudah lebih dari cukup," ujar salah seorang di antara mereka. Dan apa yang paling mengejutkan saya adalah, mereka melakukan rutinitas yang sama setiap hari, namun setiap hari rasanya berbeda. Hidup itu indah.
Seperti yang pernah diungkapkan mendiang Pramoedya Ananta Toer, "Betapa sederhananya hidup ini. Sesederhana ini: Anda lapar dan makan, kenyang, dan buang air besar. Antara makan dan buang hajat, di situlah kehidupan manusia ditemukan."
Tentu saja, tidak ada orang yang ingin hidupnya rumit dan jika diberikan kesempatan untuk hidup sederhana, kita akan mengambilnya tanpa berpikir panjang. Tapi, bagaimana membuat hidup kita menjadi sederhana; itulah masalahnya.
Saya akan bercerita sedikit tentang Diogenes, salah satu filsuf besar yang disebut juga sebagai Bapak aliran Sinisme. Diogenes tinggal menggelandang dan hanya tidur di dalam sebuah tong bekas anggur.
Konon, pernah suatu ketika, Diogenes  sedang duduk di samping tongnya sembari menikmati sinar matahari menusuk ke badannya.Â