Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Apa Itu Cinta dan Bagaimana Kita Bisa Mencintai?

22 Februari 2021   15:42 Diperbarui: 22 Februari 2021   16:11 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cinta bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba | Ilustrasi oleh Ben Kerckx via Pixabay

Pada suatu hari yang mendung, seorang teman menyapa saya lewat WhatsApp dan berkata, "Ndi, aku benar-benar khawatir. Aku dan dia kini tidak memiliki perasaan seperti yang dulu kami rasakan satu sama lain. Aku rasa aku tidak lagi mencintainya, dan dia pun tidak lagi mencintaiku. Apa yang harus aku lakukan?"

"Jadi, rasa cinta itu tidak ada lagi?" tanya saya yang sebenarnya ingin meledak bersama guntur saat itu.

"Benar," katanya, "dan kami tak mau berpisah karena orang tua kami sudah saling menyetujui. Apa saranmu?"

"Cintai dia, kalau begitu."

"Perasaan itu sudah tidak ada lagi," sanggahnya.

"Cintai dia."

"Kamu tidak mengerti? Rasa cinta itu sudah tidak ada lagi."

"Justru itu, cintailah dia."

Setelahnya, dia mengabaikan pesan saya seakan menganggap saya ini bodoh dan tak mengerti. Itu tak sepenuhnya keliru, tapi dia terlalu cepat mengambil kesimpulan.

Saya belum menyelesaikan pesan saya. Karena maksud saya, cinta adalah kata kerja. Perasaan cinta merupakan buah dari cinta itu sendiri sebagai kata kerjanya. Oleh karena itu saya melanjutkan:

"Sahabatku, cinta adalah kata kerja. Perasaan cinta merupakan buah dari cinta, kata kerjanya. Jadi, cintai dia. Layani dia. Berkorban. Dengarkan dia. Berempati. Hargai. Teguhkan dia. Semoga itu tergolong saran yang terbaik."

Orang awam menjadikan cinta sebagai sesuatu yang digerakkan oleh perasaan. Film-film dan sinetron-sinetron secara umum membuat kita percaya bahwa kita tidak bertanggung jawab, bahwa kita adalah produk dari perasaan kita.

Jika perasaan kita mengendalikan perbuatan kita, hal itu karena kita melepaskan tanggung jawab kita dan memberi kekuasaan kepada perasaan untuk mengambil alih.

Jika Anda merasa terpikat oleh seseorang yang baru saja Anda lihat sedang keluar dari mobil Ferrari dan punya paras yang super tampan, kemungkinan terbaiknya adalah itu bukan cinta. Itu nafsu.

Seandainya Anda pada suatu hari (atau sudah) ditolak seseorang dengan alasan, "Maaf, kamu jelek dan miskin," atau, "Kamu terlalu baik untukku," atau, "Aku harus fokus dulu belajar kata orang tuaku," atau, "Aku tidak punya perasaan apa pun padamu," kebenarannya adalah, dia memilih untuk tidak mencintai Anda.

Cinta bukan sesuatu yang tiba-tiba muncul dalam benak Anda dan tanpa pilihan. Cinta juga bukan sesuatu yang sedang menunggu Anda di suatu tempat dan lalu merasuk ke dalam jiwa tanpa bisa ditolak.

Bayangkan jika cinta memiliki definisi seperti itu. Karena jika cinta adalah sesuatu yang muncul dengan sendirinya dan tak bisa ditolak, maka kasus perselingkuhan tidak bisa dipersalahkan.

Apalagi sekarang sedang ramai isu seorang perempuan yang (katanya) "mencuri" suami orang lain, maka jika cinta punya definisi seperti tadi, maka kasus itu tidak bisa dipersalahkan.

Orang-orang yang progresif justru membuat cinta sebagai kata kerja. Cinta adalah sesuatu yang Anda lakukan: pengorbanan yang Anda buat, pemberian diri Anda, seperti seorang Ibu yang melahirkan anaknya ke dunia.

Jika Anda ingin mempelajari cinta, pelajarilah mereka yang mengorbankan diri untuk orang lain, bahkan untuk orang yang memusuhinya atau tidak membalas cintanya.

Jika Anda orang tua, lihatlah cinta yang Anda miliki untuk anak-anak kepada siapa Anda mengorbankan diri. Cinta adalah nilai yang diwujudkan melalui perbuatan penuh kasih.

Sebagian orang menomorduakan perasaan sesudah nilai. Cinta, perasaannya, dapat diperoleh kembali.

Cinta adalah sesuatu yang tumbuh dari mulai akar hingga menjadi pohon rindang penuh dedaunan. Cinta adalah sesuatu yang kita perjuangkan, bukan sesuatu yang menghajar kita tanpa permisi.

Anda bisa menolak perasaan cinta jika itu tidak bisa dibenarkan oleh hukum moral, seperti mencintai suami orang lain misalnya.

Jika cinta adalah sesuatu yang tiba-tiba datang tanpa kita bisa memilihnya, bagaimana cara kita bisa mencintai Tuhan yang tak tampak di mata? Mereka yang mencintai Tuhan adalah mereka yang mengenali dan mencari tahu tentang Tuhan. Mereka berjuang. Dan lalu, jatuh cinta.

Saya teringat sebuah kisah. Konon, Plato bertanya kepada gurunya, Socrates, tentang apa itu cinta.

"Pergilah ke ladang gandum, petik dan bawalah setangkai gandum yang menurutmu terbaik. Tapi ingat satu hal, setelah kamu berjalan maju, kamu tidak boleh kembali dan kesempatanmu hanya satu kali," kata Socrates.

Plato melakukan apa yang diminta, hingga akhirnya dia kembali dengan tangan kosong. Socrates bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa setangkai gandum pun?"

"Aku melihat beberapa tangkai gandum yang besar dan baik saat menyusuri ladang. Tetapi, aku berpikir mungkin ada yang lebih besar dan lebih baik dari yang ini. Jadi aku mengabaikannya, namun aku tidak menemukan yang lebih baik daripada yang aku temui di awal. Akhirnya aku tidak membawa satu pun, kesempatanku telah habis."

"Itulah cinta," kata Socrates.

Hakikat cinta di mata orang awam, manakala Anda belum puas dan menemukannya, maka Anda akan terus mencari dan mencari, menemukan sesuatu dan membandingkannya dengan yang lain sehingga hanya kehampaan yang Anda dapatkan.

Jika kita mengaitkan ini ke dalam sebuah hubungan, Anda mencintai pasangan Anda (seharusnya) karena pilihan Anda sendiri, bukan perasaan otomatis yang menggiring Anda sampai ke sana. Dan mencintainya berarti rela berkorban untuknya, mendengarkannya, menuntunnya, mengasihinya, hingga berempati terhadapnya.

Dan kita bisa belajar dari kisah Socrates dan Plato tadi, bahwa jika Anda terus mencari yang terbaik, Anda hanya akan mendapatkan kehampaan. Anda hanya harus berhenti di satu orang, mulai mengenalinya, lalu mencintainya dan mempersembahkan apa yang bisa Anda berikan. Begitulah cinta tanpa syarat bekerja!

Hati-hati kalau Anda mencintai seseorang karena parasnya atau kekayaannya, sebab bisa jadi itu nafsu. Yang namanya nafsu itu selalu bersyarat, tapi cinta itu hadir tanpa syarat. Karenanya, tak ada alasan yang etis untuk tidak mencintai pasangan Anda, bahkan semua orang dalam pandangan kemanusiaan.

Anda tidak bisa hanya mencintai orang-orang dengan suku, ras, atau warna kulit tertentu dalam ruang lingkup kemanusiaan. Kita memiliki nenek moyang yang sama. Kita satu keluarga! Jadi mengapa kita begitu terobsesi untuk meributkan berbagai macam hal? Sangat tak sopan untuk bertengkar di hadapan Tuhan.

Kita bahkan punya kewajiban untuk mencintai sesuatu yang tiada, seperti mencintai generasi mendatang yang belum lahir. Kita bertanggung jawab atas keadaan Bumi ini karena itulah bentuk kasih sayang kita terhadap mereka, cicit-cicit kita.

Jika Anda terbang menuju luar angkasa dan memerhatikan planet Bumi, niscaya Anda akan melihat bahwa kita ini seperti sedang tinggal di satu rumah, di satu naungan langit yang sama.

Jika Anda meneruskan perjalanan hingga sampai ke luar galaksi, niscaya Anda akan merasa bahwa planet ini sungguh kesepian di alam semesta. Kita seperti butiran debu kosmos. Kita seperti terkoneksi satu sama lain, tak peduli Anda tinggal di sudut Bumi mana pun.

Ada satu kutipan indah dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, "Yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan."

Pada akhirnya, pembaca, cinta adalah kata kerja, sesuatu yang kita ciptakan, sesuatu yang harus diperjuangkan. Karenanya tidak ada satu pun alasan yang etis untuk tidak mencintai sesama, bahkan mereka yang lahir setelah generasi kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun