Seorang teman menghubungi saya dengan nada sendu, "Ndi, aku di rumah. Datanglah ke sini karena kalau tidak, habis aku ..."
Mungkin dia sedang depresi. Patah hati. Putus asa. Mungkin juga khawatir. Saya mendatanginya dan kami duduk di teras rumahnya bermandikan cahaya matahari sore yang redup.
Dia memulai, "Jengkel! Dia sama sekali tak pernah mendengarkanku. Padahal aku selalu memberikan apa yang dia minta. Aku kira itu akan mengubahnya dan luluh dengan perkataanku. Kenapa aku tak begitu cukup untuknya?"
Saya tahu dia sedang membahas pacarnya. Sial, dia menceritakan itu kepada orang yang tak punya pacar. Tapi, saya punya jawabannya.
"Jadi, apa yang kamu mau?" tanya saya berusaha memastikan akar masalah.
"Aku mencintainya walau menyakitkan. Tapi kehilangannya pun sama menyakitkannya. Jadi, aku memutuskan, satu-satunya cara untuk menyelamatkan kekacauan emosional ini adalah dengan mengubahnya. Seandainya saja dia ..."
Dia berbicara seperti sedang berpidato di musim hujan, dan saya adalah si kritikus. Setelah beberapa menit, dia mengakhirinya dengan, "Bagaimana caranya agar dia berubah? Jika saja dia melakukan X, segalanya akan lebih baik."
Butuh beberapa menit... euh, tidak, saya menjawabnya spontan, "Kamu tidak bisa."
Anda tidak dapat membuat seseorang berubah. Anda bisa menginspirasi mereka untuk berubah. Anda bisa mendidik mereka menuju perubahan. Anda dapat mendukung mereka dalam perubahan mereka. Atau bahkan, mendesaknya.
Tapi, Anda tidak bisa membuatnya berubah.
Percaya pada saya, karena saya sudah membaca 5 artikel tentang bahayanya terlalu banyak meminum soda, dan saya masih saja meminumnya beberapa gelas sambil menulis artikel ini.