"Hebat!" sambut Arsa dengan iringan tepuk tangan. Dhira merasa puas dengan dirinya sendiri.
"Semua memang sudah sangat terencana, Dhira," lanjut Malaikat Arsa, "Jika bumi lebih dekat sedikit saja ke matahari, manusia tak akan kuat menahan panasnya. Dan jika bumi lebih jauh sedikit saja dari matahari, kemungkinan manusia akan segera menjadi patung es. Segalanya benar-benar sesuai porsi."
"Kau pasti yang paling bijaksana di antara sesamamu."
"Itu berlebihan."
Malaikat Arsa mengambil batu halus yang seukuran dengan separuh kepalan tangannya. "Batu kecil ini adalah sepotong bumi. Segala sesuatu yang besar selalu tersusun dari segala sesuatu yang kecil. Dan bumi ini, adalah sepotong surga. Kita sedang berada di bagian kecil dari surga-Nya, Dhira."
Dhira mengangguk. "Aku adalah penghuni bumi. Aku adalah bagian kecil dari bumi."
"Dan kau juga merupakan bagian kecil dari surga, karena bumi adalah bagian kecil dari surga."
"Merdu betul perkataanmu. Tapi, kau sudah mengatakannya; kita sudah berada di Taman Firdaus manusia."