"Aku kira kamu sudah mempelajarinya, Shira."
"Aku baru saja membaca sebuah buku filsafat. Konon, seorang pria bermimpi dirinya adalah seekor kupu-kupu. Dan dia tidak bisa lagi membedakan mana yang benar, apakah dia seorang pria yang bermimpi menjadi seekor kupu-kupu atau apakah dia seekor kupu-kupu yang bermimpi menjadi seorang pria. Sungguh malang nasibnya!"
"Ya, kebanyakan orang memang 'tertidur' sepanjang hidupnya. Dan mereka 'terbangun' saat kematian tiba. Kamu mengerti maksudku?"
"Tentu," respon Shira dengan singkat; cukup terkejut bahwa kucingnya adalah seekor kucing yang bijak.
"Kenapa hidup ini tidak seperti dunia mimpi saja? Sangat menyenangkan jika kita menjadi 'dalang' dari kehidupan kita sendiri," lanjut Shira.
"Kamu masih ingat saat kamu bermain game bersama Ayah?"
Shira mengangguk. "Kamu pun ada di sana bersama kami."
"Kamu sangat bersenang-senang saat itu. Kenapa kamu begitu menikmatinya?"
"Karena aku sangat penasaran dengan akhir cerita dari game itu."
"Ya, saat kamu tak mengetahui jalan cerita dari game itu, kamu menjadi semakin tertarik untuk memainkannya, 'kan?"
Shira mengangguk untuk kedua kalinya. "Kamu sudah seperti peramal saja."