Paradigma adalah akar dari segala sikap kita.
Lihat betapa malangnya Socrates yang dihukum mati oleh rezim demokrasi Yunani saat itu. Dengan wajah "jelek" dan perut yang buncit, Socrates dipandang sebagai "badutnya" Athena.
Dia sering berada di pusat alun-alun Athena dan mengajak berdiskusi orang-orang yang ditemuinya. Tidak menggurui, dia hanya memberi beberapa pertanyaan filosofis kepada mereka. Dan entah mengapa, mereka tersindir dan merasa dipermalukan oleh Socrates.
Dia dituntut atas pelajaran-pelajaran filsafat yang disampaikannya. Dan pada akhirnya, Socrates diberi pilihan antara meninggalkan kota Athena atau meminum sendiri racun cemara (karena demokrasi saat itu tidak membolehkan adanya hukum mati).
Ironisnya, Socrates memilih untuk meminum racun cemara itu. Sungguh bijaksana! Seandainya dia kabur, orang-orang dapat menyimpulkan bahwa gagasan-gagasan Socrates adalah tidak benar! Socrates memilih untuk mati dengan mempertahankan gagasan-gagasannya yang bijaksana.
Sebagai salah satu pionir dalam "berfilsafat", Socrates dikenal sebagai salah satu bapak filsafat.
Sepertinya kita harus hati-hati dalam melihat dengan mata, dan memulainya dengan akal atau hati. Karena dengan mata, seorang "badut" terlihat konyol dan bodoh. Namun dengan akal atau hati, seorang "badut" ternyata adalah bapak ilmu filsafat.
*Beberapa gagasan dalam tulisan ini terinspirasi dari buku The 7 Habits of Highly Effective People karya Stephen Covey
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H