Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Biang Kerok itu Berasal dari Paradigma dalam Diri

23 Desember 2020   11:46 Diperbarui: 23 Desember 2020   12:00 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paradigma adalah akar dari segala persepsi dan tindakan kita | Gambar oleh mohamed Hassan via Pixabay

Aku mencabut paradigma itu dan justru memandang kesuksesan sebagai sebuah perjuangan. Sebab kesuksesan bukan tentang "Apa yang kita inginkan?", melainkan tentang "Apa yang ingin kita perjuangkan dan apa yang membuat kita rela untuk menderita?".

Dengan mencabut paradigma yang telah tumbuh sedari dulu, aku selalu menjaga jarak dengan kesuksesan. Apa yang aku lakukan hanya untuk mencapai tujuan dan prioritas, kesuksesan itu datang tanpa pernah diundang. Dan jika ia pergi tanpa pamit, aku tidak merasa kehilangannya. Aku tak terusik dengan kepergiannya.

Dalam kata-kata Thoreau, "Untuk setiap seribu yang memangkas daun-daun kejahatan, ada satu yang menyerang akarnya." Kita hanya dapat mencapai perbaikan besar dalam hidup kita sewaktu kita berhenti mendorong daun-daun sikap dan perilaku kita dan mulai langsung menyerang akarnya, yaitu paradigma dari mana sikap dan perilaku kita bertumbuh.

Mengubah nilai-nilai lama yang telah kita pegang menjadi nilai-nilai baru sering kali membutuhkan keberanian. Dengan kata lain, melakukan perubahan paradigma dalam diri sendiri bukan sesuatu yang instan. Untuk keluar menjalani nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai lama kita sangat menakutkan.

Tak sembarangan mengubahnya, tetapi kita harus mengerahkan kemampuan yang menjadi ciri khas manusiawi. Binatang tidak mempunyai kemampuan ini. Kita menyebutnya "kesadaran diri" atau kemampuan untuk berpikir tentang proses berpikir Anda sendiri. Ini yang menjadi alasan mengapa manusia memiliki kekuasaan atas semua benda di dunia ini dan mengapa manusia dapat membuat kemajuan penting dari generasi ke generasi.

Kita bukanlah suasana hati kita. Kita bahkan bukan pikiran kita. Kenyataan bahwa kita dapat berpikir tentang hal-hal ini memisahkan kita dari kedua hal tersebut dan dari dunia binatang.

Kesadaran diri memungkinkan kita memisahkan diri dan memeriksa cara kita "melihat" diri sendiri - paradigma diri kita sendiri, paradigma paling mendasar dari efektivitas. Hal ini memengaruhi bukan hanya sikap dan perilaku kita, tetapi juga bagaimana kita melihat orang lain. Ini menjadi "peta" untuk sifat dasar manusia.

Kesadaran diri sendiri bukan sesuatu yang selalu dimiliki individu sejak lahir, melainkan keterampilan yang dipelajari dari waktu ke waktu. Kita bisa melihat betapa malangnya anak-anak yang mendekati api karena menarik mata mereka dibandingkan sebuah roti. Dan untuk orang-orang seperti kita yang memiliki kesadaran diri, orang sinting mana yang memilih api untuk disentuh daripada sebuah roti untuk mengatasi rasa lapar?

Dengan menjadi sadar diri, kita dapat menjalani hidup dengan menghormati kebutuhan dan emosi pribadi kita. Meskipun ini adalah keterampilan yang dipelajari, beberapa orang mungkin menemukan bahwa mereka menjadi sadar diri secara lebih alami daripada yang lain.

Dengan kesadaran diri yang kita miliki, kita dapat menyusun ulang "naskah" yang telah tumbuh sedari dulu.

Inilah sebabnya kita dapat mengevaluasi dan belajar dari pengalaman orang lain dan juga dari pengalaman kita sendiri. Inilah sebabnya kita dapat membentuk dan memutus kebiasaan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun