Mohon tunggu...
Hasan Izzurrahman
Hasan Izzurrahman Mohon Tunggu... Penulis - Diam Bersuara

Peneliti multidisiplin. Mengkhususkan diri dalam ilmu politik, hubungan internasional, kebijakan luar negeri, dan hak asasi manusia. Kontak saya di hasanizzul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bayang-Bayang Iran dalam Pusaran Rekonsiliasi Turki-Arab Saudi

3 Juli 2022   16:46 Diperbarui: 5 Juli 2022   06:05 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kunjungan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada 28 April ke Arab Saudi selama dua tahun tampaknya telah menghangatkan kembali hubungan kedua negara setelah satu tahun upaya diplomatik yang intens untuk menormalkan hubungan dan membuka lembaran baru.

Nyatanya, kunjungan tersebut menarik banyak perhatian, karena Erdogan dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) terlihat berjabat tangan dan saling berpelukan.

Sementara itu, banyak analis utama Timur Tengah terlalu menekankan faktor ekonomi dalam rekonsiliasi ini dengan mengorbankan kondisi geopolitik dan keamanan regional.

Dan kebijakan regional Iran serta Amerika Serikat (AS) menempati posisi unik dalam dinamika tersebut.

Dengan menegaskan faktor geopolitik dan keamanan, Iran jelas menentang rekonsiliasi antara Arab Saudi dan Turki.

Dari perspektif Iran, rekonsiliasi antara dua kekuatan regional ini mungkin berdampak negatif terhadap pengaruh Teheran, khususnya di Suriah, Irak dan Yaman.

Selain itu, hal itu memungkinkan pemberdayaan Arab Saudi dalam negosiasinya dengan Iran mengenai isu-isu regional, sehingga melemahkan upaya Teheran untuk memaksa Riyadh menyetujui konsesi.

Beberapa analis Iran menganggap rekonsiliasi Arab Saudi-Turki sebagai bagian dari upaya AS untuk membawa sekutunya lebih dekat satu sama lain.

Menurut sudut pandang ini, permainan akhirnya adalah memungkinkan sekutu AS bersatu melawan Iran, Rusia dan China, yang mana menyusul adanya kemungkinan kepergian pasukan AS dari wilayah tersebut.

Sebuah situs surat kabar yang dekat dengan Iran's Revolutionary Guard Corp (IRGC), Javaonline, menuduh Erdogan menggadaikan kebijakan luar negeri Turki kepada Arab Saudi dan UEA.

Kerja Sama Turki-Israel Munculkan Rasa Takut

Iran khawatir bahwa rekonsiliasi Turki-Arab Saudi memiliki potensi untuk menarik lebih banyak negara Timur Tengah lainnya ke dalam agenda regional terpadu.

Beberapa dari mereka bahkan berpikir bahwa Ankara memiliki kemampuan untuk memasukkan Israel dalam upaya semacam itu, yang akan menjadikan Iran sebagai target utama.

Milisi YPG dan Houthi Yaman

Lebih jauh lagi, mengeringkan sumber keuangan milisi Kurdi, YPG dan PKK, di Irak dan Suriah akan semakin memberdayakan Ankara di Suriah dan menghilangkan kekuatan proksi Iran.

Hubungan antara Riyadh dan Teheran telah mengalami kemerosotan, terutama setelah pemutusan hubungan diplomatik pada 2016. Kedua belah pihak telah mengambil posisi yang berlawanan di hampir semua perselisihan regional.

Sejak pecahnya perang saudara yang menghancurkan di negara itu, Arab Saudi dengan tegas menentang kehadiran dan perluasan kendali Houthi di Yaman, meluncurkan intervensi militer pada Maret 2015.

Iran, di sisi lain, telah mendukung pemberontak di Yaman melalui berbagai cara. Yaman terus menjadi isu utama dalam agenda pembicaraan yang sedang berlangsung antara Riyadh dan Teheran.

Krisis Teluk

Demikian pula, Turki selalu mengutuk serangan Houthi terhadap Arab Saudi. Setelah koalisi Arab yang dipimpin Saudi meluncurkan Operation Decisive Storm di Yaman pada Maret 2015, Ankara memberi Riyadh dukungan intelijen dan pertahanan yang penting.

Perbedaan antara Arab Saudi dan Turki di tengah krisis Teluk 2017 melemahkan minat Ankara dalam masalah Yaman. Namun Turki melanjutkan peran kemanusiaannya di sana dan tetap mengutuk serangan Houthi terhadap Riyadh.

Gagasan bahwa rekonsiliasi Saudi-Turki dapat berkembang menjadi kerja sama di tingkat pertahanan merupakan mimpi buruk bagi Iran. Mengingat kinerja terbaru dari kendaraan tempur udara tak berawak Bayraktar TB2 buatan Turki, Iran sangat khawatir tentang transfer ini ke Riyadh.

Kesimpulannya, ketahanan rekonsiliasi Turki-Arab Saudi bergantung pada banyak faktor, termasuk yang terkait dengan Iran. Dua proses negosiasi simultan sangat penting dalam hal ini.

Pembicaraan yang sedang berlangsung antara Riyadh dan Teheran untuk menormalkan hubungan mereka dan menemukan modus vivendi yang dapat diterima bersama di kawasan itu menjanjikan beberapa moderasi dalam persaingan yang berlarut-larut di antara mereka.

Proses negosiasi kedua negara permasalahan nuklir juga terus berlangsung. Sementara negosiasi yang sedang berlangsung tidak lantas melibatkan Turki dan Arab Saudi, hasil mereka sangat penting bagi kebijakan luar negeri Iran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun