Mohon tunggu...
Hasan Izzurrahman
Hasan Izzurrahman Mohon Tunggu... Penulis - Diam Bersuara

Peneliti multidisiplin. Mengkhususkan diri dalam ilmu politik, hubungan internasional, kebijakan luar negeri, dan hak asasi manusia. Kontak saya di hasanizzul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sudan-Iran. Dulu Teman, Sekarang Lawan, Ada Apa?

7 Desember 2020   14:04 Diperbarui: 14 Desember 2020   10:31 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Filsuf Syiah abad ke-19, Jamal Assadabadi, alias Jamaluddin Al-Afghani telah menyalakan api kebangkitan Islam di kalangan muslim Sunni. Dari pemikiran dia, mulai bermunculan gerakan ideologi pan-Islamisme, salah satunya adalah gerakan "Mahdist" Muhammad Ahmed di Sudan.

Syiah dan ideologi Mahdi (tasawuf) memiliki hubungan dekat, orang-orang Syiah di Sudan lebih suka mempraktikkan keyakinan mereka di bawah payung tasawuf, mungkin karena cenderung kurang menarik perhatian secara politik di Sudan.

Kedekatan Hassan Al-Turobi dengan Iran juga memiliki arti spesial, tak jarang diberbagai kesempatan mereka saling lempar dukungan. Bahkan partai Islamis miliknya, NIF (national Islamic Fronts) memiliki kedekatan khusus dengan rezim revolusioner Iran.

Sejarah Hubungan Sudan-Iran

Sudan dan Iran telah lama menjalin hubungan persahabatan dalam waktu yang cukup lama. Meskipun Khartoum pernah mendukung Saddam Hussein dalam perang Irak-Iran (1980-1988), namun gelombang politik Sudan cepat berubah terutama setelah pristiwa kudeta tak berdarah yang didukung kelompok Islamis di tahun 1989, yang salah satunya diilhami oleh revolusi Iran, membawa Omar Basyir ke tumpuk kekuasaan. 

Transformasi inilah yang akhirnya membuka jalan bagi hubungan yang dekat menjadi lebih dekat. Kedua pemimpin negara segara melakukan kunjungan persahabatan, Basyir mengunjungi Teheran tepat lima bulan setelah duduk di kursi pemerintahan.

Sedangkan Iran pada tahun 1991, Presiden Iran Hashemi Rafsanjani melakukan kunjungan resmi ke Khartoum, begitu pula dengan Mohammad Khatami dan Mahmoud Ahmadinejad.

Sepanjang tahun 1990-2000 an, hubungan dan kerja sama Sudan-Iran pada berbagai bidang, termasuk militer/pertahanan, ekonomi, dan sosial (agama). Pengaruh Iran di benua Afrika semakin luas ketika Sudan dan Chad sepakat menerima tawaran Teheran untuk membantu menengahi konflik Darfur pada tahun 2008.

Di tahun yang sama pula, Sudan dan Iran menandatangani perjanjian militer. Ayatulloh Ali Khamenei menyuarakan penentangan terhadap ICC (International Criminal Court's) atas tuduhan terhadap Presiden Omar Basyir. Selain mengecam ICC, ia juga memuji rezim Sudan karena menentang "the Extravagance Colonial Powers."

Hubungan keduanya diperkuat pada tahun 2012 ketika Iran mulai merapatkan kapal-kapal perangnya di pelabuhan Port Sudan. Sudan adalah tanah subur untuk menanam segala kegiatan politik, intelektual, militer, dan ekonomi. Karena posisinya yang strategis, berbatasan langsung dengan Laut Merah dan Mesir yang menjadikannya sebuah pintu masuk untuk menuju Afrika yang lebih luas.

Perlu diingat, ideologi kedua negara sangat berbeda walaupun dalam satu payung nama Islam. Hampir seluruh populasi muslim di Sudan adalah Sunni, sedangkan Iran adalah Syiah. Namun terlepas dari perbedaan sekte agama, Sudan dan Iran mempunyai keinginan yang sama, menentang hegemoni Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah.

Konflik Antara Keduanya

Pada tahun 2014 hubungan kedunya mulai memburuk. September 2014, para pejabat Khartoum memerintahkan semua lembaga budaya Iran untuk ditutup, serta meminta para diplomatnya untuk meninggalkan Sudan dalam waktu 72 jam. Pemerintah Sudan menuduh pejabat Iran menyebarkan Ideologi Syiahnya, meskipun motif sebenarnya adalah untuk menyampaikan pesan ke Arab Saudi.

Ketika ekonomi Sudan mulai jatuh karena dampak kemerdekaan Sudan Selatan dan sanksi embargo yang diberikan Amerika Serikat, Khartoum mencoba memberikan sinyal kepada GCC (Gulf Cooperation Council) bahwa mereka bersedia meninggalkan Teheran dengan imbalan bantuan keuangan.

"Kami di Sudan tidak mengenal Syiah, dan semua rakyat Sudan adalah penganut Ahlus Sunnah, kami telah merasa cukup dengan apa yang kami punyai, dan kami menolak memasukkan paham-paham baru di Sudan ." Omar Hassan Basyir.

Koalisi Arab Saudi di Perang Yaman. Sumber Gambar: https://www.aljazeera.com/ 
Koalisi Arab Saudi di Perang Yaman. Sumber Gambar: https://www.aljazeera.com/ 

Ketika Arab Saudi meluncurkan serangan militernya di Yaman pada 2015, Sudan turut menjadi anggota koalisi dengan menyumbangkan ribuan tentaranya memerangi pemberontakan Houthi yang didukung Iran.

Krisis di Yaman dengan cepat menjadi sumber ketegangan yang jelas antara Khartoum dan teheran. Iran mengutuk Sudan karena ikut bergabung dalam koalisi bentukan Arab Saudi. Tahun 2015, Sudan juga turut serta menjadi anggota Aliansi Militer Islam untuk memerangi terorisme, yang sejatinya aliansi militer anti-Iran yang dipimpin oleh Arab Saudi.

Januari 2016, Sudan bergabung dengan Arab Saudi, Bahrain, dan Djibouti dalam memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran sebagai tanggapan atas krisis dalam hubungan Iran-Arab Saudi setelah eksekusi Syeikh Nimr Al-Nimr.

Alasan Sudan untuk Memutuskan Hubungan

Rezim Basyir memutuskan untuk mengakhiri hubungan kemitraan dengan Iran karena masalah ekonomi Sudan yang memburuk. Ketika Sudan Selatan merdeka di tahun 2011, Sudan kehilangan hampir dua pertiga sumber minyaknya dan sepertiga dari luas tanahnya.

Menghadapi krisis ekonomi ditambah konflik yang belum terselesaikan di wilayah Darfur, Kordofan Selatan, dan Nil Biru, Khartoum membutuhkan bantuan langsung dengan jumlah yang besar, oleh karenanya rezim ini melihat peluang untuk beralih pihak dalam konflik regional untuk bergabung dengan negara-negara GCC yang kaya dan mendapatkan dukungan dana yang lebih besar.

Seorang Profesor di Universitas Khartoum, Abdel Ghaffar Ahmed menjelaskan bahwa faktor ekonomi memang benar, rezim ini dalam batas yang mengkhawatirkan. Menurutnya, meskipun Iran dapat membantu namun dalam hal pemberian senjata atau bantuan militer, namun tidak pada posisi untuk memberikan dukungan finansial.

Selain itu, Basyir sedang berupaya dengan berpalingnya Sudan dari Iran dapat mendorong Amerika Serikat untuk mencabut sanksi ekonomi yang sudah diberlakukan sejak tahun 1990-an.

Lalu Bagaimana Sekarang?

Ketika aksi protes anti-pemerintah meletus di seluruh wilayah Sudan pada Desember 2018, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Sayyed Abbas Mousavi menekankan pentingnya memenuhi tuntutan dari rakyat Sudan, transisi kekuasaan, dan tidak adanya intervensi dalam urusan internal Sudan. Dia juga menambahkan seruan kepada pemerintahan transisi Sudan agar ada upaya kembali untuk memperbaiki kesalahan masa lalu, termasuk keterlibatan Sudan dalam perang di Yaman.

Tidak diragukan lagi, masa transisi Sudan dapat memicu bentrokan strategis yang lebih besar antara blok Arab Saudi-UEA dengan Qatar-Turki, yang mana kedua kubu sama-sama saling mendukung faksi atau individu di Khartoum yang berbeda dengan berupaya mendapatkan pengaruh yang lebih besar atas masa depan Sudan.

Meski saat ini kurang terasa, Iran juga turut ikut dalam bagian perebutan ini. Namun, Arab Saudi dan UEA masih bertekad untuk mencegah Republik Islam Iran membangun kembali pijakan di Tanduk Afrika.

Riyadh dan Abu Dhabi terus berupaya memastikan bahwa Khartoum tetap pada posisi yang kuat dalam kubu anti-Iran. Mereka menganggap bahwa upaya penyangkalan pengaruh Iran di Laut Merah, Teluk Aden, Tanduk Afrika dan semua wilayah di mana Sudan adalah bagiannya merupakan kunci, mengingat perannya sebagai penghubung antara dunia Afrika dan Arab.

Referensi

  • Cafiero, Giorgio. 2019. Is a Sudanese-Iranian rapprochement possible?. Washington D.C: Middle East Institute. mei.edu. 
  • Majidyar, A. 2017. Sudanese President Accuses Iran of Spreading Shiism in Africa. Washington D.C: Middle East Institute. mei.edu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun