Mohon tunggu...
Hasan Izzurrahman
Hasan Izzurrahman Mohon Tunggu... Penulis - Diam Bersuara

Peneliti multidisiplin. Mengkhususkan diri dalam ilmu politik, hubungan internasional, kebijakan luar negeri, dan hak asasi manusia. Kontak saya di hasanizzul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sudan-Iran. Dulu Teman, Sekarang Lawan, Ada Apa?

7 Desember 2020   14:04 Diperbarui: 14 Desember 2020   10:31 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menghadapi krisis ekonomi ditambah konflik yang belum terselesaikan di wilayah Darfur, Kordofan Selatan, dan Nil Biru, Khartoum membutuhkan bantuan langsung dengan jumlah yang besar, oleh karenanya rezim ini melihat peluang untuk beralih pihak dalam konflik regional untuk bergabung dengan negara-negara GCC yang kaya dan mendapatkan dukungan dana yang lebih besar.

Seorang Profesor di Universitas Khartoum, Abdel Ghaffar Ahmed menjelaskan bahwa faktor ekonomi memang benar, rezim ini dalam batas yang mengkhawatirkan. Menurutnya, meskipun Iran dapat membantu namun dalam hal pemberian senjata atau bantuan militer, namun tidak pada posisi untuk memberikan dukungan finansial.

Selain itu, Basyir sedang berupaya dengan berpalingnya Sudan dari Iran dapat mendorong Amerika Serikat untuk mencabut sanksi ekonomi yang sudah diberlakukan sejak tahun 1990-an.

Lalu Bagaimana Sekarang?

Ketika aksi protes anti-pemerintah meletus di seluruh wilayah Sudan pada Desember 2018, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Sayyed Abbas Mousavi menekankan pentingnya memenuhi tuntutan dari rakyat Sudan, transisi kekuasaan, dan tidak adanya intervensi dalam urusan internal Sudan. Dia juga menambahkan seruan kepada pemerintahan transisi Sudan agar ada upaya kembali untuk memperbaiki kesalahan masa lalu, termasuk keterlibatan Sudan dalam perang di Yaman.

Tidak diragukan lagi, masa transisi Sudan dapat memicu bentrokan strategis yang lebih besar antara blok Arab Saudi-UEA dengan Qatar-Turki, yang mana kedua kubu sama-sama saling mendukung faksi atau individu di Khartoum yang berbeda dengan berupaya mendapatkan pengaruh yang lebih besar atas masa depan Sudan.

Meski saat ini kurang terasa, Iran juga turut ikut dalam bagian perebutan ini. Namun, Arab Saudi dan UEA masih bertekad untuk mencegah Republik Islam Iran membangun kembali pijakan di Tanduk Afrika.

Riyadh dan Abu Dhabi terus berupaya memastikan bahwa Khartoum tetap pada posisi yang kuat dalam kubu anti-Iran. Mereka menganggap bahwa upaya penyangkalan pengaruh Iran di Laut Merah, Teluk Aden, Tanduk Afrika dan semua wilayah di mana Sudan adalah bagiannya merupakan kunci, mengingat perannya sebagai penghubung antara dunia Afrika dan Arab.

Referensi

  • Cafiero, Giorgio. 2019. Is a Sudanese-Iranian rapprochement possible?. Washington D.C: Middle East Institute. mei.edu. 
  • Majidyar, A. 2017. Sudanese President Accuses Iran of Spreading Shiism in Africa. Washington D.C: Middle East Institute. mei.edu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun