Ethiopia kekurangan pasokan listrik untuk kebutuhan warganya.
Mengapa Mesir menolak?
Pada perjanjian yang telah dilakukan pada tahun 1929, antara kolonial Inggris dan Mesir yang berisi tentang pemberian hak Mesir atas penguasaan penggunaan air sungai, serta melakukan hak veto terhadap proyek apapun yang dapat menimbulkan risiko kemanan air Mesir. Ditambah dengan perjanjian di tahun 1959 dengan Sudan yang secara sepihak memperkuat posisi Mesir dalam menguasai penuh air sungai. Ethiopia merasa bukan bagian dari semua perjanjian itu, maka mereka menolak dan tetap melakukan pembangunan tanpa meminta persetujuan dari Mesir bahkan Sudan.
Hak sejarah Mesir atas Sungai Nil telah mendorong ketergantungan yang lebih . Kurangnya curah hujan membawa Mesir pada kelangkaan sumber air dan terbatasnya lahan subur, mengakibatkan mesir bergantung pada impor pangan. Sektor pertanian Mesir saat ini menggunakan 80% dari pasokan air sungai, namun tingkat produksi dalam negerinya  masih jauh dari permintaan rakyatnya. Sejalan denga tren ketergantungan yang tinggi, Mesir juga dihadapkan dengan pertumbuhan populasi yang terus menigkat pesat. Mereka akan membutuhkan pasokan air lebih banyak daripada saat ini, mereka juga dihadapkan dengan tantangan mengatasi kelangkaan air di masa depan.
Mesir merupakan pemain penting di benua Afrika, tetapi pengaruhnya mulai memudar seiring dengan munculnya kekuatan baru Ethiopia. Presiden Mesir Abdel Fattah El Sisi selama masa jabatannya mengadalkan retorika keamanan nasional dan pembaruan kekuasaan Mesir. Merasa kehilangan pengaruhnya di kawasan, Mesir berusaha mendekati negara-negara lain seperti  Arab Saudi dan Uni Emirates Arab untuk menciptakan keretakan hubungannya dengan Ethiopia. Mesir juga meningkatkan kerja sama diplomasi dan keamanan bilateral dengan negara tetangganya, seperti upaya mengajak Sudan agar masuk dalam barisan penolakan bendungan Ethiopia.
Ethiopia menanggapi langkah ini dengan rencana ambisiusnya dalam membangun kekuatan angakatan lautnya di Laut Merah dan Teluk Aden. Di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Abiy Ahmed, mereka memulai pemulihan hubungannya dengan musuh lamanya, Eritrea. Abiy menginginkan aliansi tersebut membuka jalan di era baru dengan perdamaian regional dan integrasi di tanduk Afrika.
Posisi Sudan
Negara-negara tetangga Ethiopia yang terdiri dari Sudan, Sudan Selatan, Kenya, Djibouti, dan Eritrea kemungkinan besar akan mendapatkan manfaat dari tenaga yang dihasilkan oleh bendungan tersebut. Â Terkhusus bagi Sudan, mereka akan mendapatkan keuntungan tambahan. Biasanya Sudan di musim hujan antara bulan Agustus-September mengalami banjir parah, namun setalah pembangunan bendungan selesai maka mereka akan mendapatkan kontrol pada aliran sungai sepanjang tahun.
Sebelum rezim Omar basyir digulingkan, Sudan sudah dalam posisi mendukung penuh atas pembangunan bendungan tersebut. Kemudian dukungan itu dilanjutkan oleh Dewan Transisi Sudan. Didukung oleh kondisi hubungan yang erat antara Perdana Menteri Ethiopia Abiy dengan Perdana Menteri Sudan Abdullah Hamdouk. Kedua negara sama-sama memiliki keuntungan, Sudan akan terus mendukung pembangunan dan Ethiopia akan terus mendukung penghapusan Sudan dari daftar negara yang mensponsori terorisme.
Apakah akan terjadi konflik antara mereka?
Dialog sudah sering dilakukan oleh ketiga negara, mulai dari pembicaraan tiga arah tentang pengoperasian bendungan hingga mekanisme pengisiannya. Namun selama delapan tahun lebih belum ada hasil yang disepakati bersama. Ada kekhawatiran mereka akan terlibat dalam konflik yang lebih nyata. Mesir berencana akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi haknya. Sedangakan Ethiopia juga tidak akan mengalah.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!