Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. KASN bertugas untuk mengawasi pelaksanaan sistem merit dalam manajemen ASN, memastikan bahwa proses rekrutmen, penempatan, dan promosi pegawai negeri sipil dilakukan secara adil, transparan, dan berdasarkan kompetensi. Selain itu, KASN juga memiliki fungsi pengawasan dalam penegakan prinsip-prinsip etika dan profesionalisme ASN, serta memberikan rekomendasi terhadap pelanggaran yang terjadi.
Sejarah pembentukan KASN bermula dari kebutuhan untuk menciptakan birokrasi yang profesional dan bebas dari intervensi politik. Sebelum adanya KASN, praktik-praktik nepotisme dan kolusi sering terjadi dalam manajemen ASN, yang menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan publik.Â
KASN dibentuk untuk mengatasi masalah tersebut dengan menerapkan sistem merit, di mana pegawai yang direkrut dan dipromosikan harus berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, bukan karena kedekatan atau afiliasi politik.
Politisasi birokrasi telah menjadi masalah yang marak terjadi di Indonesia, bahkan sebelum pembubaran KASN. Data dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menunjukkan bahwa penerapan sistem merit di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan.Â
Pada tahun 2020, indeks meritokrasi di Indonesia berada pada angka 54,86 dari skala 100, menunjukkan bahwa masih ada ruang besar untuk perbaikan. Politisasi sering kali menyebabkan keputusan-keputusan penting dalam manajemen ASN didasarkan pada pertimbangan politik daripada kompetensi dan kinerja, yang berdampak negatif pada kualitas pelayanan publik.
Penerapan sistem merit yang tidak konsisten menyebabkan pegawai yang berkualitas sering kali tidak mendapatkan posisi yang sesuai dengan kemampuan mereka. Dalam lingkungan yang dipengaruhi oleh politisasi, pegawai yang lebih loyal kepada atasan politik cenderung mendapatkan promosi dan posisi strategis. Hal ini menciptakan budaya kerja yang tidak sehat, di mana prestasi dan kompetensi menjadi kurang dihargai.
Kekhawatiran utama dari dibubarkannya KASN adalah hilangnya pengawasan terhadap penerapan prinsip meritokrasi dalam manajemen ASN. Tanpa KASN, proses rekrutmen dan promosi pegawai negeri sipil berisiko kembali didominasi oleh praktik-praktik nepotisme dan kolusi. Pendidikan, kinerja dan  prestasi pegawai mungkin tidak lagi menjadi pertimbangan utama dalam penempatan posisi strategis.Â
Jika hal ini terjadi, kualitas birokrasi akan menurun secara drastis, karena pegawai yang tidak kompeten bisa menduduki posisi-posisi penting. Ini sangat berbahaya bagi kualitas pelayanan publik, mengingat birokrasi yang tidak profesional dan tidak kompeten akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
Tanpa KASN, sistem merit yang seharusnya menjadi dasar dalam manajemen ASN bisa tergeser oleh kepentingan politik jangka pendek. Pegawai yang seharusnya dihargai berdasarkan kinerja dan kompetensi mereka mungkin merasa tidak termotivasi lagi, karena melihat bahwa jalur karier mereka lebih ditentukan oleh koneksi politik daripada prestasi.Â
Dalam jangka panjang, hal ini tidak hanya merusak moral pegawai, tetapi juga menciptakan birokrasi yang tidak efisien dan tidak efektif dalam memberikan pelayanan kepada publik.