Pandemi covid-19 menyebabkan seluruh tatanan kehidupan berubah secara drastis, baik dari sektor Pendidikan, pemerintahan maupun pariwisata.Berbagai sektor mengalami dampak dari pandemi ini, dari sektor yang berskala besar maupun kecil.
Apalagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang untungnya tidak seberapa, harus jatuh bangun dalam mempertahankan usahanya agar berjalan dan paling tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup. Tidak sedikit para pelaku UMKM yang harus gulung tikar, namun ada juga yang mampu bertahan walau mengalami penurunan omzet seperti Bucep (57) seorang penjual Gudeg di Utara Tugu jogja.
Tampak gerobak tempat meletakkan gudeg, telor, ayam dan sebagainya, tak jauh darinya terdapat kursi dan meja untuk para pelanggan makan di tempat."saya jualan gudeg, bisa pakai nasi atau bubur dan lauknya ada ayam, telor, tahu, tempe dan krecek," Ucapnya sambil tersenyum.
Beberapa menit kemudian terdengar dering ponsel petanda pesanan go food. Ia langsung mengambil kertas pembungkus lalu mengambil nasi ditambah dengan gudeg serta suwiran ayam dan membungkusnya dengan rapi. Tak berselang waktu, datang seorang pria dari seorang ojek online mengangambil pesanan. "Ini bu uangnya," ucap pria tadi.
Awalnya Bucep berjualan dengan Rahman (30) anaknya Bucep yang akan menjadi penerus usaha jualan gudeg, namun ketika pandemi, ia juga ditemani Slamet (58) suaminya. " ini anak laki-laki saya yang paling tua" ucapnya sambal menunjuk Rahman. "dia katanya mau melanjutkan usaha ini, terkadang bapak juga ikut bantu jualan, rumah kami sekitar 3 km dari sini, biasanya yang nganter Rahman, karena covid kemarin tu bapak ga kerja lagi, ya sekarang bantu bantu saya jualan gudeg," lanjutnya.
"dulu saya kerja tapi karena ada pemecatan sudah tidak berkerja lagi, jadi ikut bantu jualan gudeg," ucap Slamet. "saya bantu ngantar barang-barang pakai kendaraan ini dari rumah ke tempat jualan," sambung Slamet sambil menunjuk sepada motor.
Tak selang berapa lama datang lagi orang menggunakan kendaran membeli gudeg dan dibungkus, setelah itu Bucep menceritakan keadaan usahanya ketika awal pandemi covid-19. Ia merasa pendapatannya naik turun dan puncaknya ketika lockdown. " ketika awal corona itu usaha ya naik turun lah ga seperti kemarin sebelum corona, apalagi saat lockdown penurunan yang sangat luar biasa," Imbuhnya.
Walau lockdown, bucep tetap berjualan meski mengalami penurunan omset karena sudah memutuskan kerja sama dengan beberapa platfoam ojek online dan dinas pariwisata setempat karena tempat wisata di Jogja ditutup. " kemarin itu kerja sama sama grab, go food dan dinas pariwisata. Karena pariwisata ditutup, Â tidak lagi bekerja sama dengan dinas pariwisata". Jelasnya lagi. Tapi sekarang ia memulai bekerja sama lagi dengan ojek online."Alhamdulillah, mulai kerja sama lagi, kemarin itu sempat tidak kerja sama lagi, tapi dengan berjalannya waktu mulai kerjasama lagi," tambahnya.
Ia menuturkan yang biasa jualan adalah anaknya, sedangkan bucep yang memasak gudeg dirumah. "kalau yang jaga warung itu anak saya dan saya memasak gudeg di rumah, tapi terkdaang saya juga yang jaga warung,"tuturnya.
Adapun omset penjualan sehari bisa mencapai 800 ribu sampai 900 ribu perhari. Namun sekarang hanya dibawah 600 ribu. "sekarang pendapatan sehari dibawah 600 ribu dari jam 5 pagi sampai jam 11 siang. Dulu ketika sebelum covid-19 bisa mencapai 800 sampai 900 ribu perhari, dari jam 5 pagi sampai jam 10 siang. Kalau hari minggu beda lagi, bisa lebih dari satu juta lebih". Kenangnya. "belum lagi dari go food dan grab bisa lebih dari itu, bisa mencukupi kehidupan sekeluarga lah." Jelasnya lagi.
Sebelum pandemi banyak wisatawan yang membeli gudeg karena direkomendasikan oleh dinas pariwisata. "kalau wisawatan luar daerah yang ingin menyantap gudeg bisa datang kesini karena di rekomendasikan oleh dinas pariwsata, tapi karena tempat wisata tutup jadi gaada lagi wisatawan yang kesini, hanya orang jogja yang lewat di depan jalan aja yang membeli," Imbuhnya.
Bucep kemudian menuturkan bahwa awal-awal pandemi pendapatannya masih normal, justru saat ini pendapatannya semakin berkurang signifikan, Hal ini dikarenakan banyak mahasiswa yang pulang. " dulu yang sering makan disini anak-anak mahasiswa, awal-awal kemarin masih banyak mahasiswa sekarang suddah ga banyak seperti dulu, disini juga banyak kos-kos-an tapi kosong gaada orang," Ucapnya dengan raut sedih.
"roh nya UMKM jogja itu mahasiswa dan wisatawan, kalau mereka gaada ya otomatis pendapatan umkm juga menurun". ucap Slamet. "kalau mahasiswa pada pulang semua gaada pembeli, Cuma nunggu pembeli yang lewat di muka jalan aja," sambung slamet.
Bucep juga menceritakan kalau warung-warung yang berada di sampingnya tutup ketika pandemi ini. " awalnya yang jualan disini banyak, disamping-samping saya sudah tutup, Cuma saya yang masih buka". Ucapnya sedih. Kemudian menunjuk warung yang baru buka di sampingnya. " yang disamping ini baru saja buka ketika awal tahun kemarin," Sambungnya lagi.
Bucep juga berpesan terhadap pemerintah agar tidak membuat peratuan yang dapat memberatkan pelaku usaha UMKM, "kalau bisa pemerintah jangan terlalu menjerat pedagang kecil, karena pendapatan kami tidak seberapa, kami jualan untuk bertahan hidup," Tutupnya dengan penuh harap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H