Mohon tunggu...
Muhammad Rezza
Muhammad Rezza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

AYLA: Pengertian, Peningkatan Korban, dan Pencegahan secara Inklusi Sosial

20 November 2018   22:19 Diperbarui: 20 November 2018   22:49 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Singkat cerita, ada salah satu teman Dela yang baru saja balik dari Kota Surabaya dan mengajak Dela untuk bekerja dengannya sebagai ART (Asisten Rumah Tangga) di kota tersebut. Tentu saja iming-iming gaji yang tinggi menjadi tawaran utama dari teman Dela ini.

Dengan berbekal uang 2,5 juta rupiah hasil tabungannya dan dibantu sedikit oleh neneknya, akhirnya Dela berangkat ke Kota Surabaya dengan penuh asa dan harapan. Tetapi setelah sampai disana ternyata dia malah ditinggal temannya tersebut dan diserahkan kepada salah seorang perempuan berusia 30 tahunan. Dari sinilah petualangan Dela menjadi seorang pekerja pemuas birahi dari para laki-laki tanggung dari sisi mental.

AYLA (Anak Yang Dilacurkan)

Narasi diatas hanyalah fiksi, namun dalam realitanya banyak sekali kejadian-kejadian dengan alur yang sama dengan cerita fiksi tersebut. Anak di bawah umur harus merantau karena desakan ekonomi -- di tipu oleh agen/teman/saudara -- akhirnya bekerja dan berkecimpung di dunia prostitusi. Anak-anak yang sejak usia dini bekerja sebagai PSK ini biasa disebut dengan AYLA (Anak Yang Dilacurkan). Penyebutan AYLA dianggap lebih tepat dibandingkan dengan "Pelacur anak" atau "Pekerja Seks Anak".

Hal tersebut dikarenakan anak-anak yang berada di dalam dunia protitusi akan terstigma negatif dari penyebutan-penyebutan tersebut. Sedangkan anak-anak karena posisinya dinilai belum dapat memberikan persetujuan memilih pekerja seks sebagai profesinya. Namun istilah "Pelacuran Anak" (Child Prostitution) tetap digunakan untuk menyebut situasi dimana anak-anak terlibat dalam pelayanan jasa seks komersial (Winarko dan Shalahudin, 2018: 13).

Para aktivis hak-hak anak menggunakan istilah "Anak Yang Dilacurkan" (Child Prostituted) yang digunakan sebagai pengganti istilah "pelacur anak" atau "Child Prostitutes". Istilah ini merujuk kepada subyek-subyek yakni anak yang terlibat dalam prsotitusi dan sengaja dipilih untuk memberikan tekanan pada bobot yuridis dimana seorang anak, berbeda dari orang dewasa, harus dianggap tidak punya kemampuan untuk memilih prostitusi sebagai profesi.

Dengan demikian, istilah ini menegaskan posisi anak sebagai korban, bukan pelaku. Sekaligus menegaskan bahwa tindakan menjerumuskan anak kedalam pelacuran merupakan suatu kejahatan (Winarko dan Shalahuddin, 2018:12).

Keterlibatan dari para anak ini di dunia prostitusi tentunya tidak dapat dikesampingkan dari hasil hubungan sebab -- akibat keluarga si anak. Berdasarkan Undang-undang Perlindungan Anak, Pasal 26 ayat 1, disebutkan bahwa orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; menjaga tumbuh kembang anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; mencegah terjadinya perkawinan pada anak; serta memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.

Sesuai dengan Konvensi Hak Anak ada empat kelompok hak anak yang sangat mendasar. Pertama, hak kelangsungan hidup. Kedua, hak untuk tumbuh kembang. Ketiga, hak untuk memperoleh perlindungan. Keempat, hak untuk berpartisipasi dan berbagai keputusan yang sangat mempengaruhi hidup dan nasibnya (Ikawati, dkk, 2004: 20).

Pemenuhan hak anak sejatinya berasal dari kedua orang tua, dimana ayah mampu memberikan dampak positif terkait perkembangan anak tersebut nantinya, begitupun dengan Ibu. Tetapi tugas pemenuhan hak anak ini juga tidak serta merta hanya menjadi tugas kedua orang tua si anak, melainkan lingkungan dari tempat tinggal si anak memiliki peranan dalam memberikan pengaruh terhadap perkembangannya.

Namun realitasnya banyak anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya dan para tetangga yang merasa tidak mau ikut campur urusan orang lain menjadikan perkembangan si anak mengarah ke perkembangan negatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun