Mohon tunggu...
Muhammad Rezza
Muhammad Rezza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

PSK dalam Kacamata Moral

21 November 2018   22:40 Diperbarui: 21 November 2018   23:00 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan hanya itu, Dolly kemudian juga menjadi tumpuan hidup bagi ribuan pedagang kaki lima, tukang parkir, dan calo prostitusi. Semua saling berkait menjalin sebuah simbiosis mutualisme.

Dolly kemudian mendapat predikat sebagai lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara mengalahkan Patpong di Bangkok, Thailand dan Geylang di Singapura. Di Dolly terkumpul ribuan PSK yang berasal dari sejumlah daerah seperti Semarang, Kudus, Pati, Purwodadi, Nganjuk, Sidoarjo, Sumenep, Malang, Trenggalek, dan Kediri. Sedangkan mereka yang berasal Surabaya bekerja di Dolly sebagai model paruh waktu atau freelance (Retnaningsih. 2014).

Dengan banyaknya pihak yang terkait dalam proses perkembangan Dolly, ketika Pemerintah Kota melalui Walikota yaitu Ibu Risma akhirnya menutup dan membubarkan lokalisasi tersebut banyak warga yang protes terutama yang memiliki keterkaitan dengan Dolly itu sendiri.

Akan tetapi masyakarat yang mendukung penutupan lokalisasi Dolly juga tidak kalah massif. Banyak warga yang mendukung pembubaran lokalisasi ini dengan berlandaskan aspek agama, moral, dan sosial. Mereka berdalih bahwa jika Dolly tidak ditutup maka akan membahayakan generasi mendatang.

Penutupan Dolly sendiri juga membuat nasib para pelaku usaha yang menggantungkan hidupnya dari kehidupan siang-malam di Dolly menjadi tidak menentu, terutama bagi para PSK (Pekerja Seks Komersial) nya. PSK yang selama ini menjadi center of attention dari Dolly lah yang paling disorot.

Persentase penggantungan hidup PSK lebih besar dibandingkan dengan pelaku-pelaku lainnya termasuk germo sendiri. PSK yang telah terstigma buruk oleh masyarakat pada umumnya akan kesulitan untuk kembali ke kehidupan sebelumnya. Ketika ingin memulai lembaran hidup yang baru rintangan yang harus dihadapi sangatlah banyak. Mulai dari stigma sebagai mantan PSK, ketiadaannya skill pekerjaan lain, dan masalah-masalah sosial lainnya.

Benar adanya bahwa Pemerintah Kota Surabaya telah menyediakan berbagai pendampingan untuk para PSK setelah Dolly ditutup. Akan tetapi akan menjadi sebuah PR besar bagi pemerintah jika pendampingan tersebut tidak berjalan ke arah semestinya. Yang ada ialah PSK tersebut akan menjajakan dirinya secara terselubung sehingga jejaknya akan sulit untuk dilacak.

Belum dengan adanya PSK yang masih bergulat dengan dunia prostitusi lainnya. Ketika Dolly ditutup mereka tidak terlalu memusingkan nasib mereka karena telah ada jaminan sosial dari para germo. Mereka akan dipindahkan dari lokalisasi Dolly ke lokalisasi-lokalisasi lainnya. Sehingga penutupan Dolly dapat dikatakan tidak berpengaruh secara massif terhadap jumlah PSK yang ada.

Anomali Pemahaman Moral

PSK di Dolly mengalami proses dilematik dimana mereka diberikan dua pilihan yaitu kembali hidup di luar dunia prostitusi atau tetap berkecimpung di dalam dunia tersebut dengan segala kecaman dan stigma yang dilontarkan oleh masyarakat.

Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa moral dari para PSK yang tetap berkecimpung di dunia prostitusi sangatlah rendah dan rusak. Mereka dianggap berbahaya untuk semua lini generasi, sehingga perlu untuk segara dieliminasi dari kehidupan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun