Mohon tunggu...
Muhammad Dedi Hernandi
Muhammad Dedi Hernandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Student, overthinker, and love to sleep

Selanjutnya

Tutup

Kkn Pilihan

Dlingo, Desa Menawan Miniatur Moderasi Beragama di Sudut Kota Boyolali

20 Juni 2024   07:11 Diperbarui: 20 Juni 2024   07:20 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pawai Obor (Sumber: Dokumen Pribadi)

Bagi kebanyakan mahasiswa, KKN (Kuliah Kerja Nyata) adalah salah satu momok mengerikan selain dapat dosen killer di makul wajib. Memang, bagi penulis saat itu juga memiliki pikiran yang sama. 'Males banget, buat apa sih KKN, toh ga bakal merubah apapun juga', begitulah kiranya pikiran saya saat itu. Namun, ternyata saya salah. Setelah saya alami sendiri, KKN bagi saya adalah salah satu masa paling indah di bangku kuliah. Kok bisa tiba-tiba pemikirannya berubah gitu?. Yes, kamu benar! Karena warga dan desanya. FYI Saya melaksanakan KKN di desa Dlingo, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali tahun 2023. Di desa dlingo itulah saya merubah anggapan saya tentang KKN itu malesin atau bikin malas adalah salah total.

Apa Sih KKN Itu? 

Bagi pembaca yang mungkin belum melaksanakan KKN, atau bahkan belum tahu apa itu KKN, akan saya jelaskan secara singkat apa sih KKN itu. KKN adalah singkatan dari Kuliah Kerja Nyata. Sesuai namanya, kegiatan ini memang difokuskan agar mahasiswa bisa memberi kontribusi nyata bagi masyarakat sekitar. KKN bukan hanya sekadar tugas akademis, tetapi juga merupakan wadah untuk mengembangkan rasa tanggung jawab sosial mahasiswa. Tapi dalam realitanya sih, tugas utama KKN yang paling penting menurut saya adalah untuk belajar hidup di masyarakat, belajar untuk menjadi bagian dari masyarakat, dan membersamai masyarakat.

Saat itu, kelompok KKN kami memiliki 12 anggota, 9 perempuan dan 3 laki-laki. Memang agak menyedihkan dengan jumlah laki-lakinya. Kami ditempatkan di desa dlingo, nama yang cukup unik dan asing bagi saya yang memang anak rantau dari kota jauh. Kalau di lihat di Google Maps, ternyata desanya tidak terlalu jauh dari kota Boyolali, namun terasa begitu pojok wilayahnya karena merupakan perbatasan antara Kabupaten Boyolali dengan Kabupaten Semarang. Sebenarnya tidak terlalu jauh juga dari kampus kami yang merupakan salah satu kampus islam di Surakarta. Kurang lebih 30-40 menit jarak dari kampus ke desa dlingo jika ditempuh dengan kendaraan bermotor. 

Bentang Alam Desa Dlingo yang Memukau

Awal kami berangkat menuju desa Dlingo, mata kami langsung terpana, melihat deretan bukit, gunung Merbabu yang menjulang perkasa, hingga lembah yang berisi luasnya sawah mengikuti perjalanan kami. Nampak juga dari kejauhan para petani sedang membajak sawah dengan kerbau. Iya benar, kerbau. Disana masih banyak petani yang menggunakan kerbau daripada traktor. Lama kami ketahui ternyata desa Dlingo adalah salah satu wilayah penghasil beras organik terbaik, dan salah satu teknik yang digunakan untuk membajak adalah menggunakan kerbau karena selain tidak menimbulkan polusi, feces nya dapat menambah nutrisi tanah. Produk beras organik dari Dlingo juga telah banyak mendapat penghargaan. Produknya juga sudah banyak beredar di Indonesia bahkan pernah mengekspor beras organik ke beberapa negara. Mayoritas penduduk desa Dlingo berprofesi sebagai petani dan peternak, jadi pantas kalau sektor pertanian menjadi produk unggulan desa. 

Moderasi dan Keberagaman Antar Umat Beragama di desa dlingo

Video Dokumentasi KKN 212 UIN Raden Mas Said Surakarta Tahun 2023 

Pertama kali yang kami kagumi di desa Dlingo adalah rumah ibadah. Kami melihat beragam tempat peribadatan yang lokasinya tidak terlalu jauh antar satu sama lain. Contoh saja mushola dan masjid desa yang lokasinya tidak terlalu jauh dari gereja Protestan. Kemudian di sudut desa terdapat Pura dan rumah-rumah komunitas umat Hindu. Pemandangan yang cukup langka bagi kami yang melihatnya. Desa Dlingo juga masih cukup kental dengan adat istiadat Jawa, sehingga masih banyak diadakan kesenian-kesenian Jawa seperti pertunjukan wayang dan tari-tarian tradisional. 

Dalam berbagai pertemuan dan dialog, kami menyadari bahwa kerukunan umat beragama di desa Dlingo masih sangat terjaga, contoh kecilnya adalah ketua RW 3 yang kami wawancarai beragama Kristen, wilayah RW nya meliputi dukuh nglayut yang mayoritas adalah umat Hindu. Contoh yang lain adalah ketika setiap umat mempunyai "hajatan", maka umat yang lain akan membantu acara tersebut. Hal itu tentu merupakan salah satu contoh kecil bagaimana moderasi beragama di desa Dlingo berhasil diterapkan. 

Upacara Ngenteg Linggih Umat Hindu

Upacara Ngenteg Linggih (Sumber: Dokumen Pribadi) 
Upacara Ngenteg Linggih (Sumber: Dokumen Pribadi) 
Kami selaku mahasiswa KKN pun selalu diberikan kesempatan untuk membantu atau sedikit berkontribusi dalam acara-acara yang dilaksanakan oleh berbagai kelompok masyarakat di desa Dlingo. Salah satu acara yang berkesan bagi kami adalah, kami yang merupakan mahasiswa dari kampus islam diberikan kesempatan untuk membantu dan mengikuti serangkaian acara penting dan langka umat Hindu di desa Dlingo. Acara tersebut bernama Ngenteg Linggih. 

Menurut mbah Google, Ngenteg Linggih, dalam tradisi Hindu di Bali, merupakan sebuah upacara sakral yang bertujuan untuk melinggihkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya di tempat suci, baik pura maupun palinggih. Upacara ini melambangkan penyatuan niskala (hal gaib) dan sekala (hal nyata), menandai keberadaan Tuhan di tempat tersebut. Tapi pada intinya upacara tersebut diadakan untuk menandai keberadaan Tuhan di tempat suci dan memperkuat keimanan dan keyakinan mereka. Fun fact nya upacara ini diadakan hanya setiap 30, 50, 100 tahun sekali, jadi kami benar-benar beruntung mendapatkan pengalaman yang berharga ini tanpa harus jauh-jauh ke Bali hehe. 

Sebelum upacara Ngenteg Linggih berlangsung, banyak masyarakat yang membantu demi kelancaran acara, slogan gotong royong sangat terasa didalam jiwa masyarakat desa Dlingo. Saat upacara pun banyak masyarakat sekitar yang datang entah untuk sekadar menghadiri ataupun melihat prosesi upacara tersebut. 

Pawai Memperingati Malam Hari Raya Idhul Adha

Pawai Obor (Sumber: Dokumen Pribadi)
Pawai Obor (Sumber: Dokumen Pribadi)
Hal lain yang membuat kami terkesan adalah kami dipercaya untuk menjadi panitia pawai memperingati malam idhul Adha. Sama seperti kebanyakan tradisi di pulau Jawa, kegiatan untuk memperingati malam hari raya umat islam adalah dengan melakukan pawai atau arak-arakan mengelilingi desa. Kalau di desa Dlingo, acara ini biasanya dilaksanakan oleh adik-adik TPQ (Taman Pendidikan Alqur'an) dan anak-anak sekitar lingkungan masjid. Terkadang orangtua mereka ikut menemani pawai atau sudah menunggu di masjid. Pawai ini tak hanya berjalan mengelilingi desa saja, tapi di perjalanannya selalu melantunkan shalawat kepada nabi dan takbir hingga berhenti di titik pemberhentian.

Setelah sampai ke tempat pemberhentian, yakni masjid. Kami lalu membuat acara makan kecil-kecilan. Sambil mengistirahatkan kaki karena lelah berjalan, sekalian kami ngobrol dan bercanda tawa dengan orangtua mereka. Malam itu merupakan malam yang bikin kami tersenyum, entah karena kelakuan bocil-bocil yang random atau perasaan kami saja yang kalau diakui memang jarang mengikuti acara-acara seperti ini di rumah. 

Kesan dan Pesan Penulis

Lomba Bersama Anak-anak TPQ (Sumber: Dokumen Pribadi)
Lomba Bersama Anak-anak TPQ (Sumber: Dokumen Pribadi)
Melihat kerukunan masyarakat desa Dlingo tanpa melihat status apapun, membuat hati dan pikiran saya sedikit terenyuh. Rasa gotong royong dan semangat keberagaman di desa kecil pelosok Boyolali ini seperti sengaja mengajarkan saya untuk menyaksikan betapa beragam perbedaan di Indonesia, hingga bisa kita temukan miniatur nya di desa Dlingo. 

Tepat sebulan kami melaksanakan KKN di desa Dlingo, tidak hanya kami terlena dengan keindahan alamnya yang menawan, lembah nya yang memikat mata, ataupun luasnya persawahan dari ujung barat ke ujung timur desa, akan tetapi kami pun dibuat nyaman oleh pelukan hangat warga Dlingo yang tanpa pamrih melihat kami seperti anaknya sendiri. Banyak sekali kegiatan yang tidak bisa kami temukan disekitar kami, banyak pengalaman yang mungkin tak akan pernah kami alami lagi. KKN benar-benar merubah pikiran kami dari yang awalnya merasa malesin menjadi ngangenin. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun