Mohon tunggu...
Muhammad Dedi Hernandi
Muhammad Dedi Hernandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Student, overthinker, and love to sleep

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan di Indonesia Nggak Ramah Anak PNS, Golongan Menengah, dan Kaum Mendang-mending

1 Maret 2024   06:18 Diperbarui: 2 Maret 2024   11:02 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan" kalimat tersebut adalah bunyi dari UUD 1945 pasal 31. Faktanya, hanya ada 10% penduduk Indonesia yang bisa menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Itu berarti hanya ada 1 dari 10 orang Indonesia yang pernah merasakan bangku kuliah. Jadi mayoritas orang Indonesia cuman mentok mengenyam pendidikan di SMA saja. Bahkan ada beberapa persen yang mandek sekolah di SMP. 

Pendidikan pada hakekatnya adalah hak yang harus dinikmati oleh semua warga negara. Tapi kok... Masih banyak anak-anak yang putus sekolah, masih banyak yang terpaksa memilih berjuang demi bisa makan esok hari daripada mengenyam pendidikan paling tinggi. Jadi siapa yang patut disalahkan?

Lantas, kenapa masih banyak orang yang tidak mau lanjut sekolah, apa karena biaya yang mahal? Jelas. Atau karena uluran tangan pemerintah yang saya kira kurang ikhlas dan serius untuk membereskan masalah ini? Sudah pasti. Namun sepertinya tidak hanya itu saja permasalahan yang dihadapi para orang tua dan siswa baik saat mau masuk perguruan tinggi maupun yang sudah jadi mahasiswa di perguruan tinggi. 

Ofik (nama samaran, 21), mahasiswa semester 8 di salah satu perguruan tinggi keagaman negeri di Surakarta, mengaku banyak tantangan dan permasalahan yang harus dihadapi untuk bisa mengenyam pendidikan S1. Salah satunya adalah UKT (uang kuliah tunggal) yang dibebankan lebih besar dari penghasilan keluarganya yang tergolong menengah kebawah saat ini. 

Ayah Ofik dulu adalah seorang PNS (golongan IIID), namun meninggal pada tahun 2016 ketika Ofik kelas 9 SMP. Sehingga Ibu nya yang cuma IRT harus banting tulang bekerja serabutan demi menyekolahkan Ofik, kakak, dan adiknya yang masih kuliah dan kelas 6 SD saat itu. "Ya pusing mas, dulu Ibu saya sampai harus mengambil semua uang pensiunan bapak demi biaya kakak masuk kuliah, saya masuk SMA, dan adik masuk SMP. Apalagi pas itu juga kakak dapet UKT paling tinggi walaupun bapak dah ngga ada," kata mahasiswa Surakarta ini. 

Masalah itu juga ternyata harus dihadapi oleh Ofik sendiri ketika akan masuk kuliah. Ia mengaku sampai harus mencari kampus yang sekiranya memiliki biaya hidup dan UKT yang murah, walaupun masuk di jurusan yang dia ngga suka. "Dulu alhamdulillah masuk kuliah jalur undangan walaupun di kampus biasa, mau ngga mau saya ambil daripada ngga kuliah mas" ujarnya. Namun permasalahan tidak sampai disitu saja. Selain jarak rumahnya yang sangat jauh, butuh 4-5 jam perjalanan naik motor kalau mau pergi ke kampusnya, UKT yang dibebankan juga ternyata tidak semurah yang dibayangkan.

Saat itu Ofik masuk jurusan pendidikan tahun 2020, dan mendapatkan uang kuliah tunggal (UKT) golongan 5 paling tinggi karena merupakan anak PNS, yakni sekitar Rp.3.500.000. Yang menurutnya sangat berat karena ibunya juga masih membiayai kuliah kakaknya yang bahkan hampir 2 kali lipat UKT Ofik saat ini.

Program sanggah UKT di kampusnya pun hanya memberikan sedikit keringanan, UKT nya bisa diturunkan satu tingkat menjadi golongan 4 yang nominalnya tidak berbeda jauh. Namun untungnya, ibunya memberikan persetujuan untuk kuliah walaupun awalnya sedikit bimbang karena beban ekonomi keluarga. Walaupun cuma lulusan MTs (Madrasah Tsanawiyah), Ibunya menurut Ofik adalah orang yang mementingkan pendidikan untuk anak-anaknya. 

Ofik yang saat ini hampir 4 tahun menjadi mahasiswa ternyata tidak pernah lolos mendapatkan beasiswa, baik dari kampus maupun luar kampus. "Ya dari dulu juga saya ngga pernah dapat beasiswa ataupun bantuan apapun mas, dari SD sampai kuliah semester 8, mungkin karena efek anak PNS" ujar Ofik. Ia juga mengaku pernah mengajukan pembuatan SKTM (surat keterangan tidak mampu) namun selalu ditolak, alasannya karena di KK (kartu keluarga) nya masih mengikuti almarhum ayahnya yang seorang PNS.

SKTM itu rencananya akan ia gunakan sebagai syarat mendapatkan KIP (kartu Indonesia pintar) Kuliah supaya mendapatkan beasiswa dan keringanan. "Kadang iri mas sama temen-temen yang punya KIP, mungkin ada yang ekonominya jauh diatas tapi punya KIP, jadi semesteran gratis gaperlu bayar, dapet uang saku lagi" kata Ofik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun