Pada dasarnya pakaian berfungsi untuk menutup dan melindungi badan. Menjaga agar tubuh kita tetap hangat, mencegah dari gigitan serangga dan terik matahari serta yang terpenting dari pakaian ialah untuk memenuhi kebutuhan standar moral manusia.
Namun apakah pakaian  berperan tak lebih dari sekedar menutupi dan melindungi badan? Atau lebih dari itu. Dengan demikian apa saja sisi lain yang dimiliki pakaian selain dari fungsi dasar yang tertera sebelumnya.
Sejak awal, Manusia berpakaian tak hanya sebagai penutup badan, tetapi juga untuk berkomunikasi (Radikal itu menjual).
Pakaian juga sebagai bahasa yang mengandung fungsi simbolis di dalamnya, memberi gambaran tentang serangkaian perilaku ekspresif. Pakaian layaknya bahasa dapat berbicara mengenai siapa diri kita.
Fungsi simbolis dari pakaian dapat mengungkapkan berbagai macam realitas, seperti umur, pendapatan, pendidikan, kelas sosial dan juga sebagai pengungkapan terhadap zaman serta  penegasan ideologi dan berbagai macam bentuk keyakinan yang teridentifikasi lewat pakaian.  Dengan pakaian dapat mengetahui kita berada di zaman apa dan bagaimana. Apa yang kita kenakan menyimpulkan indentitas diri.
Mengacu pada hal tersebut diatas tentu kita akan menyimpulkan bahwa pakaian tidaklah netral dan kontroversial dengan asumsi pakain tak sekedar pelindung badan melainkan kekayaan makna terkait fungsi sosialnya. Â
Terkait dengan itu, bagaimana dengan keseragaman pakaian. Akhir akhir ini publik Indonesia di hebohkan dengan wacana perubahan warna seragam Satpam/Security yang mirip dengan seragam polisi dan
dapat membingungkan masyarakat.
Berdasarkan rilis berita kompas bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang kini tengah memproses perubahan warna seragam Satuan Pengamanan (Satpam) dari warna cokelat muda ke warna krem. Bertepatan dengan HUT ke-41 Satpam (31/01), kini telah resmi seragam Satpam berwana krem dan celana tetap berwarna cokelat tua (Source berita kompas).
Alasan perubahan tersebut tiada lain memudahkan masyarakat untuk mengidentifikasi mana Polisi dan mana Satpam yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda meskipun kedua institusi tersebut sama sama mengemban tugas pengamanan. Â Namun bagi penulis kali ini, Â tidak hanya memberi Penilaian sederhana berdasarkan alasan tersebut diatas tapi penulis mencoba untuk memberi perspektif ke spectrum yang lebih luas tentang apa makna dari seragam dan keseragaman itu.
Dalam The Language of Clothes, Alison Lurie memberi gambaran tentan seragam dengan berbagai jenis, baik itu Militer, Polisi, Sipil atau pakaian keagamaan; juga seperti pakaian jendral, pemain bola, pelayan restoran, apapun itu yang mengenakan seragam, Alison Lurie dalam hal ini menyimpulkan bahwa hal demikian adalah  bentuk penyerahan hak diri sebagai seorang individu.
Dengan demikian apabila kita menganggap segala jenis pakaian yang di standarisasi sebagai seragam, maka mudah kiranya kita mengenali seorang pria berpakaian berwarna hijau Loren sebagai seorang tentara yang sudah terbentuk dalam pikiran yang mengandung makna dan idiom, meski yang mengenakan pakaian hijau Loren itu hanya sipil biasa. tapi disini penulis perlu memberi batasan, mana seragam yang terlegitimasi mana yang tidak.Â
Tulisan ini mencoba mengurai seragam dan keseragaman  yang tak sekedar pembeda juga sebagai ekspresi simbolik yang hirarkis. Bersandar pada pendekatan Perspektif sosiologi politik, antropologis dan bahasa itu sendiri.
Singkat kata. "Berseragam" itu lebih terkait pada hubungan simbolik dan sosial (baca-pierre Bourdieu) Â yang melekat pada diri anda ketimbang pada apa yang sesungguhnya anda kenakan. Seragam itu sendiri adalah simbol legitimasi keanggotan sebuah organisasi. Dengan demikian pakaian berfungsi ganda.Â
Pertama seragam membedakan anggota sebuah kelompok dengan anggota kelompok lain dan masyarakat luar secara keseluruhan. Kedua, seragam memberikan kepatuhan kelompok dengan mengeliminasi pemakaian lambang lambang eksternal.Â
Sifat seragam dalam hal ini sangat paradoksal antara demokratis sekaligus elitis. Seragam menampakkan dan menyembunyikan status, seragam menunjukkan status pemakainya sebagai anggota kelompok tertentu kepada orang luar, sekaligus menghapus seluruh indikator eksternal mengenai status atau asal usul dalam kelompok itu sendiri.
Seragam adalah alat untuk menerapkan perintah dan kontrol dalam sebuah kelompok sekaligus menciptakan identitas pemakainya. ****
Kita sering menjumpai di pasar pasar, mall dst yang mana semuanya menunjukkan realitas pakaian dan barang lainnya. Demi kode gensi sosial banyak di antara kita rela menghabiskan banyak uangnya hanya untuk membeli pakaian pakaian atau barang barang mahal untuk memamerkan status sosialnya sekaligus membedakan dirinya dengan kebanyakan orang. Jadi disini pakaian memiliki fungsi hirarkis.
Pierre Bourdieu dengan konsep  Kekerasan simbolik atau symbolic violence aturan yang tak terucap dan bersifat halus yang ada pada  pakaian, seragam yang memungkinkan adanya distingsi sosial.
******
Sebuah contoh ilustrasi sederhana sekaligus jenaka.
Bagaimana seragam dapat berfungsi secara praktis yang dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan.
Di sebuah area perjudian apapun bentuk dan jenis perjudiannya, orang orang berkumpul untuk berjudi, tiba tiba datang sekolompok orang yang berseragam, masing masing dari mereka memegang palu atau semacamnya sebagai simbol kekuatannya.Â
Kelompok ini adalah kawanan Hansip yang hendak membubarkan para penjudi tersebut, faktanya bukannya berhasil membubarkan dan menghentikan aktivitas perjudian itu malah mendapat reaksi berbalik dari para penjudi yang masing masing berlatar belakang preman. Hansip Yang tadinya hendak mengusir penjudi malah Hansip itu yang bubar, lari terbirit birit di usir oleh kawanan preman tadi.Â
Lain ceritanya jika yang datang adalah kelompok Polisi yang berseragam dengan memegang pistol masing masing, hampir bisa di pastikan kelompok penjudi itu tidak akan memberi reaksi perlawanan dan berujung pada bubarnya perjudian itu. Berdasarkan ilustrasi sederhana dan agak jenaka di atas setidaknya memberi kita gambaran tentang bagaimana seragam dan keseragaman itu memberi kedudukan dan legitimasi terhadap kelompok tertentu. Â
Hansip meskipun berseragam dan memiliki tugas pengamanan kampung akan tetapi legitimasinya kurang kuat dimata masyarakat dan kadang jadi bahan olok-olokan oleh oknum tertentu berbeda dengan Polisi yang memiliki idiom di masyarakat sebagai orang yang kuat, orang yang mempunyai pistol dst. Â Dalam ilustrasi ini tentu penulis tidak mendelegitimasi kedudukan Hansip tersebut, akan tetapi dapat memberi gambaran kasuistik terhadap dua lembaga berseragam tadi...
Sebagai penutup, penulis menyimpulkan bahwa seragam satpam yang mirip dengan seragam kepolisian adalah bentuk pemberian legitimasi tambahan terhadap institusi satpam, para anggota satpam memiliki kebanggaan tersendiri dan menambah rasa percaya diri karna merasa sejajar dengan polisi lewat kemiripan seragamnya, meskipun pada dasarnya bentuk dan fungsi  tetap berbeda, dimana institusi kepolisian tetap memilki fungsi sebagai pengamanan yang lebih luas sedangkan satpam meski berfungsi sebagai pengamanan tetapi pengamanan yang terbatas....
Pakaianmu menentukan siapa dirimu (penulis) Ridho Saputra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H