Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Lainnya - Tak ada yang tetap dibawah langit

Ayo menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip

Secarik Catatan di Bumi Cendrawasih

12 April 2021   13:03 Diperbarui: 12 April 2021   13:14 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekilas tentang Boven Digoel

Boven Digoel, dulu di sebut Digoel atas atau tanah merah, ternyata menyimpan banyak sejarah perjuangan kemerdekan Indonesia. 

Tanah merah menjadi saksi bisu kisah pengasingan para tokoh nasional perintis kemerdekaan... 

12 November 1926 Batavia dalam keadaan genting, terjadi huru hara dimana mana, ribuan massa mengamuk menyasar kantor polisi dan pejabat Belanda saat itu. Amukan massa tersebut di pelopori oleh kaum komunis tak terpelajar, akibatnya pentolan komunis itu banyak di tangkapi oleh pemerintah Hindia belanda dan di penjarakan di penjara kolonial sekitar jawa tapi dewan Hindia Belanda menganggap penjara saja tidak cukup, akhirnya 18 November 1926, Raad van Nederlandsch-Indie (Dewan Hindia Belanda) memutuskan untuk membangun kamp pengasingan bagi para pemberontak. Digoel lah yang menjadi pilihan lokasi pembuangan para tahanan politik (tapol) Belanda melalui 

Gubernur Jenderal De Graeff pada tahun 1927. ada 1.308 pemimpin pemimpin nasional yang di buang kesana, di antaranya tokoh besar Indonesia ialah Bung Hatta dan Sutan Syahrir, di asingkan pada 28 Januari 1935 silam, selain kedua tokoh tersebut ada juga nama seperti Mohamad Bondan, Maskun, Burhanuddin, Suka Sumitro, Moerwoto, Ali Archam, dan sejumlah para pejuang lainnya. Di ketahui Boven Digoel adalah tempat pembuangan yang menyeramkan, Bung Hatta pernah tumbang karena terserang malaria di tambah banyaknya binatan buas, namun Di Boven Digoel, orang buangan tak mendapati penyiksaan dan tak ada pula kewajiban kerja paksa. Mereka di biarkan membangun rumah sendiri untuk ditempati. Mereka juga boleh pergi ke manapun sesukanya, asalkan masih dalam radius 30 KM dari kamp. Jika menghilang, mereka akan dikejar oleh polisi dan serdadu KNIL yang bertugas di sana, jauh berbeda dengan lokasi pembuangan di pulau buru yang sangat ketat dengan peleton pengawal...sudah menjadi karakter orang Belanda Devide et Impera adalah senjata utama untuk memecah belah wilayah jajahannya, orang buangan banyak yang di adu domba oleh Belanda, akibatanya terjadi permusuhan antar para tawanan, pertengkaran sesama pun tak bisa dihindari di kamp Digul. Jepang masuk tapol di alihkan ke Utara autralia dan berakhir dengan kembalinya para tapol ke asalnya..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun