Mohon tunggu...
MUHAMMAD SYARIFHIDAYATULLAH
MUHAMMAD SYARIFHIDAYATULLAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa iai darussalam martapura

pelajar yang sedang belajar dan suatu saat akan mengajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Metodologi Pembaharuan Hukum Keluarga Islam

23 Juni 2023   15:18 Diperbarui: 23 Juni 2023   15:33 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum Warahmatullahiwabarakatuh

Segala puji bagi Allah tuhan sekalian alam dimana kita diberi kesehatan keafiatan sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan artikel ini. sholawat serta salam juga senantiasa tercurahkan kepada keharibaan junjungan kita baginda nabi Muhammad Saw. Artikel ini kami tulis dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari banyak pihak yang telah mendukung kami, terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa artikel kami masih memiliki kekurangan di dalam nya baik dari susunan kalimat maupun kata. Maka dari itu, kami berharap semogaa artikel kami dapat memberikan manfaat dan inspirasi terhadap para pembaca sekalian,

Metodologi Pembaharuan Hukum Keluarga Islam

Adapun metode-metode pembaharuan hukum keluarga Islam ada dua di antaranya :

1. Metode Konvensional

Dalam penerapan metode konvensional ini, terlihat para ulama dalam berijtihad dengan merujuk kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Para ahli kemudian memastikan, terdapat beberapa karakteristik atau gambaran metode penetapan dalam hukum Islam yakni sebagai berikut :

  • Penggunaan pendekatan parsial (global).
  • Kurangnya memberi perhatian terhadap sejarah. Bahkan hampir bisa dikatakan bahwa pembahasan-pembahasan yang terdapat dalam kitab-kitab fikih konvensional tidak memberikan perhatian terhadap sejarah.
  • Menekankan pada penelitian harfiah atau tekstual secara berlebihan.
  • Metodologi fikih seakan-akan terpisah dari metodologi tafsir.
  • Terlalu banyak dipengaruhi budaya dan tradisi setempat, dalam beberapa kasus di dalamnya juga mengalir praktek-praktek bid'ah dan kufarat, terkhusus yang berkaitan dengan fikih ibadah.
  • Adanya keterlibatan unsur-unsur politik atau pengaruh kepentingan penguasa dalam menerapkan teori-teori fiqih di dalamnya, terlebih lagi dalam masalah politik yang berhubungan dengan konsep kenegaraan.

2. Metode Kontemporer

Pada dasarnya metode pembaruan yang digunakan untuk mengkodifikasi hukum Islam kontemporer ada lima yakni sebagai berikut :

  • Takhayyur

Takhayyur ialah pandangan seorang ulama fikih, termasuk ulama di luar mazhab, Takhayyur pada dasarnya disebut tarjih.

  • Talfiq

Talfiq adalah melakukan penggabungan beberapa pendapat ulama yakni dua ulama atau lebih, untuk menentukan dan menetapkan hukum dari suatu permasalahan.

  • Takhhsish al-qada

Takhhsish al-qada ialah hak negara untuk membatasi kewenangan suatu peradilan baik dari segi orang, yurisdiksi, wilayah, dan hukum acara yang ditetapkan.

  • Siyasah sya'riah 

Siyasah sya'riah merupakan kebijakan penguasa dalam melaksanankan peraturan yang menguntungkan bagi masyarakat dan tidak pula bertentangan dengan syari'ah.

  • Reinterpretasi nash

Reinterpretasi nash ialah menafsirkan kembali terhadap interpretasi nash yang sudah ada atau melakukan pemahaman ulang terhadap nash Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad saw.

Adapun Taheer Mahmoud dengan pernyataannya mengenai konsep dan metode pembaharuan hukum Islam di beberapa negara-negara Muslim, yakni sebagai berikut :

a. Intra-doctrinal Reform (Pembaruan doktrin internal)

Intra-doctrinal reform merupakan pembaruan dengan tetap mengacu kepada konsep fikih konvensional, menggunakan cara takhayyur dan talfiq. Rasulullah saw. dalam sabdanya mengatakan bahwa perbedaan pendapat di kalangan umat Islam adalah rahmat. Hal itu dibuktikan dalam perkembangan hukum Islam. Hukum Islam yang fleksibel telah menimbulkan adanya pluralitas dan memunculkan perbedaan pendapat di antara para ahli hukum Islam.

Pada masa awal pembentukan hukum Islam, muncul beragam mazhab fikih, karena terdapat beberapa Imam dan ahli fikih yang mendapat banyak penganut dari umat Islam. Di antaranya adalah Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi), Imam Malik bin Anas, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali), yang dikenal sebagai Imam-Imam mazhab Sunni di samping juga terdapat berbagai mazhab Syi'i.

Pengaruh daripada mazhab-mazhab fikih tersebut masih kuat di berbagai negara Muslim hingga masa sekarang ini. Misalnya, Dinasti Utsmaniyah menganut mazhab Hanafi kemudian mazhab ini menyebar di tanah Arab, lalu dibawa ke Dinasti Mughal oleh Turki Usmani, sehingga kebanyakan dari masyarakat Muslim di India, Pakistan dan Afganistan juga ikut menganut mazhab ini. Iran menganut mazhab Ja'fari (Syi'ah). Di negara-negara Muslim di Maroko, Libya, Afrika Utara, Algeria, Tunisia, dan sebagainya, menganut mazhab Maliki.

Sedangkan di beberapa negara Melayu, masyarakat Muslim menganut mazhab Syafi'i. Pembaruan hukum keluarga Islam dengan metode intra-doctrinal ini merupakan pembaharuan hukum Islam yang didasarkan kepada mazhab hukum Islam atau mazhab fikih yang dianut oleh mayoritas masyarakat suatu Negara. Seperti di Indonesia sendiri yang menganut mazhab Sunni dan banyak mengambil doktrin Imam Syafi'i, Mesir yang awalnya menganut doktrin Imam Syafi'i, beralih kepada mazhab Hanafiyah hingga sekarang ini setelah penyebarannya melalui Dinasti Utsmaniyah.

b. Extra-doctrinal Reform

Adakalanya reformasi atau pembaharuan hukum Islam di beberapa negara Muslim keluar dari pendapat-pendapat mazhab fikih yang dianut oleh masyarakatnya. Misal, munculnya ijtihad hukum Islam yang baru yang mereka praktikkan. Metode inilah yang disebut dengan metode reform ekstra-doctrinal. Di antara penerapan ijtihad yang telah ada, yaitu wasiat wajibah dalam hukum kewarisan, pelarangan poligami dan lain sebagainya.

c. Regulatory Reform (Reformasi Regulasi)

Masyarakat Muslim dalam perkembangannya setelah bersinggungan dengan Barat, hukum Islam ikut terpengaruhi oleh berbagai prosedur yang ada dalam hukum barat, contohnya berbagai regulasi administrasi dengan sistem administrasi modern dan legislasi. Banyak negara Muslim telah melakukan pembaharuan hukum Islam dengan metode ini, seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Pakistan dan lain sebagainya.

d. Codification (Kodifikasi)

Kodifikasi hukum adalah pembukuan materi hukum dalam secara sistematis dan  lengkap. Awalnya kodifikasi hukum dikenal melalui sistem hukum Barat khususnya Eropa Kontinental.

Di masa kolonial, dalam pertemuan antara masyarakat Muslim dengan Barat, negara-negara Muslim mengadopsi sejumlah pengaruh sistem hukum Barat ini. Sehingga, beberapa negara Muslim melakukan kodifikasi dan menerbitkan  berbagai materi hukum Islam dalam rangka memperbaharui hukum Islam.

Negara-negara yang melakukan pembaharuan tersebut antara lain Yordania, Suriah, Libanon, Tunisia, Maroko dan Irak, yang mewujudkan peraturan perundang-undangan yang diambil dari hukum Islam tradisional tanpa melakukan beberapa  perubahan. Demikian juga di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura, yang membuat peraturan-peraturan administrasi hukum Islam dengan sistem pengadilan.

Secara konteks, Indonesia tidak dianggap sebagai negara Islam, tetapi negara berpenduduk mayoritas Muslim. Upaya pembaharuan hukum keluarga tidak terlepas dari munculnya para reformis Muslim di kalangan tokoh luar negeri dan dalam negeri.

Tokoh dari luar negeri antara lain Muhammad Abduh (1849-1905), Rifa'ah al-Tahtawi (1801-1874), Qasim Amin (1863-1908), dan juga Fazlur Rahman (1919-1988). Sedangkan tokoh dari pembaharu Muslim nasional antara lain Harun Nasution,  Mukti Ali, Munawir Syadzali, dan Nurcholis Madjid.

Munawir Syadzali dikenal memiliki kepribadian yang sangat kuat dalam mendorong komunitas Islam untuk melakukan ijtihad secara jujur dan berani, khususnya yang berkaitan dengan hukum waris. Pemikirannya yang terkenal adalah mengenai perlunya mengubah hukum waris, terutama dalam pembagian yang lebih adil dan proporsional terhadap (anak-anak) perempuan.

Di negara-negara Muslim, pembaharuan atau reformasi hukum keluarga diawali oleh Turki pada tahun 1917, ketika lahirnya Ottoman Law of Family Rights atau Qanun Qarar al-Huquq al-'A'ilah al-Uthmaniyah (Undang-undang Hukum Keluarga Utsmani). Kemudian, pembaharuan hukum keluarga Turki diikuti oleh sejumlah negara lain seperti, Lebanon (1919), Suriah (1953), dan Yordania (1951). Sebenarnya Turki masuk ke dalam kategori negara Islam yang melakukan pembaharuan hukum keluarga secara radikal dan menggantikannya dengan hukum sipil Eropa. Sedangkan negara-negara Muslim lainnya, hanya berusaha mengkodifikasikan hukum keluarga tanpa menghilangkan prnsip-prinsip dasarnya, yaitu Al-Qur'an dan Hadits. Seperti yang diterapkan oleh Mesir, Pakistan, Tunisia, Yordania, Irak, dan Suriah pada tahun 1920 dan tahun 1929.

Di Indonesia sendiri, meskipun tidak tergolong sebagai negara Islam, melainkan berpenduduk  mayoritas Muslim, upaya pembaharuan hukum keluarga tidak lepas dari hadirnya para tokoh reformis Muslim, baik tokoh dari luar negeri maupun tokoh dari dalam negeri. Tokoh dari luar negeri antara lain Muhammad Abduh (1849- 1905), Rifa'ah al-Tahtawi (1801-1874), Qasim Amin (1863-1908), juga Fazlur Rahman (1919-1988). Sedangkan tokoh reformis Muslim dari dalam negeri antara lain Harun Nasution,  Mukti Ali, Munawir Syadzali, dan Nurcholis Madjid.

Kepribadian Munawir Syadzali dikenal sangat kuat dalam mendorong komunitas Islam untuk berijtihad dengan jujur dan berani, terkhusus dalam persoalan hukum waris. Pendapatnya yang terkenal adalah mengenai persoalan perlunya mengubah hukum waris, khususnya dalam pembagian yang lebih proporsional dan juga adil bagi (anak-anak) perempuan.

Jika dilihat dari tujuannya memang pembaharuan hukum keluarga pada dasarnya memiliki tujuan untuk "memperbaiki kedudukan dan meningkatkan status" perempuan dalam semua aspek kehidupan dan hukum keluarga termasuk juga hukum waris.

Walaupun tujuan ini tidak disebutkan secara gamblang, namun materi hukum yang dirumuskan bahwa undang-undang terkait hukum keluarga yang dibuat, pada umumnya menanggapi sebagian besar tuntutan status dan kedudukan perempuan yang lebih setara dan lebih adil.

Undang-undang perkawinan, terutama yang dimiliki Indonesia dan Mesir jelas mendorong tujuan ini. Tujuan lain yang dimiliki negara-negara Islam dalam memperbaharui hukum keluarga ialah integrasi atau penyatuan hukum. Upaya penyatuan hukum ini dilakukan karena masyarakatnya yang menganut berbagai macam mazhab bahkan menganut agama yang berbeda.

Misalnya Di Tunisia, usaha untuk pengintegrasian hukum perkawinan diperuntukkan bagi semua warga negara tanpa memandang perbedaan agama. Selain daripada tujuan tersebut, upaya pembaharuan hukum keluarga memiliki tujuan lain, yaitu untuk menanggapi tuntutan dan memenuhi kebuutuhan zaman. Dimana tuntutan zaman dan dinamika perkembangan sosial masyarakat tersebut merupakan akibat dari pengaruh global yang hampir mempengaruhi semua aspek dalam kehidupan manusia.

Dalam pembaharuan hukum keluarga, upaya tersebut cenderung terfokus pada urusan status pribadi, yang masih diatur oleh hukum Islam yang telah mapan di banyak negara Muslim. Untuk mengurangi keberatan kaum konservatif, reformasi ini seringkali dilakukan secara tidak langsung melalui jalur prosedural.

Contoh, hukum atau undang-undang baru yang meminta persyaratan bahwa pernikahan harus dicatat agar sah secara hukum dan pasangan harus sudah mencapai usia minimum tertentu. Hal tersebut merupakan salah satu contoh upaya untuk mencegah terjadinya pernikahan dini dan perkawinan paksa. 

Demikian dengan persoalan di atas, pada akhirnya timbul gagasan para mujtahid untuk mengadakan pembaruan.

Di tulis oleh : Muhammad Syarif Hidayatullah, Nur Azizah, Nurul Hikmah, dan Ilham Nurrizki

Referensi :

[1] Eko Setiawan, Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga Islam Di Indonesia, Universitas Bakti Indonesia Banyuwangi.

[2] Al Fitri, Pembaruan Hukum Keluarga Di Indonesia Melalui Kompilasi Hukum Islam, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

[3] Sumarta, Sarwo Edy, Analisis Eksistensi Reformasi Hukum Islam Keluarga Dalam Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia

[4] Fathul Mu'in, dkk. Pembaruan Hukum Keluarga Islam Di Indonesia Dalam Peningkatan Status Perempuan.

Khoiruddin Nasution, Metode Pembaruan Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, UNISIA, Vol. XXX, No. 66, 2007.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun