Mohon tunggu...
Muhammad Fajrin
Muhammad Fajrin Mohon Tunggu... Editor - mahasiswa

"The only thing standing between you and your dream is the will to try and the belief that it is actually possible".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kontroversi Pajak Hiburan 40-75%: Kiamat Bagi Industri Hiburan Indonesia

16 Januari 2024   05:33 Diperbarui: 16 Januari 2024   05:35 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam ranah kebijakan pajak, peran negara dalam menetapkan tarif memiliki implikasi signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Isu krusial yang muncul adalah bagaimana menerapkan prinsip keadilan dalam pengenaan pajak, di mana setiap individu diharapkan memberikan kontribusi yang adil sesuai dengan kemampuannya. Diskusi seputar tarif pajak mencakup pemahaman terhadap prinsip kontribusi sebanding, apakah itu dalam bentuk tarif proporsional, progresif, atau regresif.

Teori distributive justice karya John Rawls menekankan pentingnya distribusi kekayaan dan sumber daya secara adil untuk mencapai masyarakat yang lebih adil. Kerangka kerja ini menjadi dasar dalam menilai kebijakan pajak, memastikan bahwa beban pajak tidak merugikan kelompok ekonomi yang lebih rentan. Namun, dalam perjalanan mencapai keadilan, kita harus sejalan dengan teori ekonomi pajak optimal.

Konsep Laffer Curve menjadi relevan dalam konteks ini, menggambarkan keterkaitan antara tingkat pajak dan penerimaan negara. Pengenalan tarif pajak yang terlalu tinggi dapat berisiko merugikan, mengurangi motivasi untuk bekerja dan berinvestasi, serta menciptakan perubahan perilaku ekonomi yang tidak diinginkan.

Terkait tarif pajak hiburan sebesar 40% , perlu dievaluasi Kembali, apakah telah memenuhi prinsip keadilan dan optimalisasi pajak. Tarif sebesar itu dapat memberikan beban ekonomi yang besar, terutama bagi para pelaku industry hiburan di Indonesia. Apalagi di Indonesia, juga dikenakan tarif pajak. Oleh karena itu, perlu adanya keseimbangan antara prinsip distribusi keadilan dan teori ekonomi pajak optimal.

Kebijakan tarif pajak hiburan sebesar 40% dapat memiliki dampak negatif pada industri hiburan dan masyarakat pada umumnya. Dalam perspektif teori pajak, evaluasi diperlukan untuk menentukan sejauh mana tarif tersebut sesuai dengan prinsip keadilan dan apakah dapat dianggap sebagai tarif optimal yang mendukung penerimaan negara tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.

Dengan adanya berbagai penolakan terkait kebijakan ini dari para pelaku usaha di Industri hiburan, diharapkan pemerintah dapat mendengarkan aspirasi mereka dan Kembali mengadakan evaluasi serta kajian ulang dengan melibatkan berbagai pihak terkait agar masalah ini dapat terselesaikan dan tidak berdampak buruk bagi pariwisata dan iklim investasi di Indonesia.

Pemerintah disarankan untuk mengevaluasi ulang kebijakan ini, mempertimbangkan prinsip keadilan dan optimalisasi pajak. Keseimbangan antara distribusi keadilan dan teori ekonomi pajak optimal perlu diperhatikan. Kritik mengenai ketidakpastian besaran pajak dan potensi dampak negatif bagi industri hiburan menegaskan pentingnya perubahan dan kajian ulang dalam kebijakan ini.

Sebagai solusi, disarankan agar pemerintah menurunkan besaran pajak menjadi 5-10%, maksimal 20%, untuk mendukung pertumbuhan sektor hiburan. Hal ini diharapkan dapat mendorong pengusaha untuk mengembangkan bisnis, meningkatkan minat konsumen, dan menciptakan lapangan kerja baru. Selain itu, perlu adanya spesifikasi yang lebih jelas dalam besaran pajak dan cakupan ruang pajak dengan perhitungan yang proporsional. Jika ada penyesuaian pajak, besaran tersebut sebaiknya ditetapkan berdasarkan penghasilan wajib pajak di sektor hiburan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun