Mohon tunggu...
Muhammad Fajrin
Muhammad Fajrin Mohon Tunggu... Editor - mahasiswa

"The only thing standing between you and your dream is the will to try and the belief that it is actually possible".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kontroversi Pajak Hiburan 40-75%: Kiamat Bagi Industri Hiburan Indonesia

16 Januari 2024   05:33 Diperbarui: 16 Januari 2024   05:35 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Thailand

Thailand menurunkan pajak hiburan hanya 5% mulai awal tahun 2024. Kebijakan ini diterapkan untuk menarik wisatawan. Dilansir dari Eturbo News, juru bicara pemerintah Chai Wacharonke mengkonfirmasi keputusan tersebut. Pajak anggur dipangkas dari 10% menjadi 5% dan pajak minuman beralkohol dihapus dari yang sebelumnya ditetapkan sebesar 10%.
Selain itu, pajak cukai untuk tempat hiburan akan dikurangi setengahnya dari 10% menjadi 5%. Tidak hanya itu, jam operasional tempat hiburan diperpanjang hingga pukul 04.00.

Singapura
Melansir dari Inland Revenue Authority of Singapore, para penghibur di negara tersebut hanya perlu membayar 15% atas penghasilan kena pajak dari layanan yang dilakukan di Singapura.
Amerika

Dilansir CNBC Indonesia, Senin (15/1/2024), Di Amerika Serikat (Chicago), tarif pajak hiburan berada pada angka 9%.

Ketidakproporsionalan Tarif PBJT pada Jasa Hiburan

Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang diterapkan pada sektor jasa hiburan, termasuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan bisnis mandi uap/spa, diatur oleh Pasal 58. Meskipun tujuan dari tarif PBJT ini adalah untuk mengumpulkan pendapatan fiskal, dinamika ekonomi di sektor hiburan turut dipengaruhi oleh rentang tarif yang bervariasi.

Dalam penjelasan tarif PBJT untuk jasa hiburan, ketidakproporsionalan menjadi sorotan utama. Rentang tarif yang luas antara 40% hingga 75% menimbulkan kritik terkait metode perhitungan proporsi yang mungkin tidak akurat dalam mencerminkan tingkat keuntungan atau kapasitas ekonomi berbagai bisnis hiburan.

Kritik pertama menyoroti potensi ketidakseimbangan dan ketidakadilan dalam penerapan tarif, menyiratkan perlunya peninjauan kembali dan penyempurnaan metode perhitungan yang lebih tepat. Kesalahan dalam menghitung proporsi ini berpotensi memberikan dampak buruk, terutama pada pengusaha di sektor hiburan.

Pengusaha kecil mungkin terbebani dengan tarif yang tinggi, sementara pengusaha besar dapat mengalami kesulitan mempertahankan profitabilitas. Dampak ini juga dapat merambah ke konsumen dengan potensi kenaikan harga layanan hiburan dan penurunan minat konsumen, yang berpotensi mengurangi pendapatan industri dan dampak negatif lainnya bagi industry hiburan di Indonesia.

Selain itu, kepastian mengenai berapa besaran yang diwajibkan untuk dibayarkan pajaknya juga menimbulkan ketidakpastian bagi para pelaku usaha industry hiburan. Ketidaksetraan dalam perpajakan ini dikhawatirkan akan mematikan potensi ekonomi di daerah apabila besaran yang diterapkan terlalu tinggi dibanding daerah lain.

Perlu dikaji Ulang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun