Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kenapa Perayaan May Day Selalu Orasi?

3 Mei 2023   07:25 Diperbarui: 18 Mei 2023   23:40 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenapa hari buruh selalu diwarnai dengan demonstrasi?
Apa saja jenis profesi yang bisa disebut kaum buruh?
Sebenarnya apa tolak ukur kaum buruh bisa disebut sejahtera?

Buruh adalah pekerja, atau karyawan yang pada dasarnya mereka menggantungkan hidupnya dengan bekerja kepada majikan, atau mendapatkan penghasilan dari Si pengusaha. Mereka adalah pekerja yang mengandalkan ketrampilan mereka untuk mendapatkan balasan berupa upah atau uang juga bentuk lainnya dari pemberi kerja, pengusaha, atau majikan. 

Dalam sebuah perusaha, mereka kaum buruh merupakan pihak yang menentukan produktifitas suatu produk, sehingga mereka memiliki pengaruh yang cukup besar dalam memproduksi barang atau jasa.

Di masa silam kaum pekerja atau buruh kerap mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, mulai dari upah yang kecil, jam kerja yang tidak menentu, tidak ada waktu libur, menjadi korban kekerasan, dan lain sebagainya. Dengan kesadaran akan hal itu ditambah dengan keinginan untuk hidup sejahtera, kaum buruh melakukan segala upaya untuk mendapatkan hak-haknya.

Yang kaya semakin kaya, yang buruh semakin buruh. Anak pengusaha akan menjadi pengusaha, anak buruh akan menjadi buruh. Mungkin kalimat ini tidak sepenuhnya tepat untuk menggambarkan bagaimana roda berputar pada kehidupan kelas pekerja di bawah kaki pengusaha, namun sebagian besar darinya telah benar-benar terjadi. 

Ada logika yang cukup mudah untuk melihat lingkaran setan yang tak terputus ini. Katakanlah tanggal 1 Mei ini buruh di seluruh penjuru negeri menyampaikan aspirasinya di depan gedung pejabat pemerintahan.

Mereka menyampaikan hak-hak mereka yang belum dipenuhi oleh perusahaan, baik upah pokok, uang lembur, maupun kesejahteraan lainnya. Lalu datang seorang Gubernur yang ingin menjabat kembali di tahun berikutnya, lantas Ia berjanji kepada mereka kaum buruh itu. 

Beberapa hari kemudian mungkin saja, aspirasi itu benar-benar terealisasi akan tetapi para buruh akan mendapatkan target pekerjaan baru dari bos mereka. Karena dengan bekerja selama delapan jam, pengusaha ingin tetap produktifitas usaha stabil.

Sementara untuk menggaji karyawan yang semakin tahun-semakin bertambah, Si Pengusaha pastinya akan pula menambah nilai jual produknya untuk menutupi hal tersebut. Datang seorang karyawan pabrik ke super market, dilihatnya harga sabun colek, detergen, minyak goreng, beras, dan semua kebutuhan primer lain yang kini bertambah seribu rupiah. 

Alhasil para karyawan yang bulan lalu berdemo di depan istana meminta kenaikan gaji, terpaksa harus menerima kenyataan bahwa pengeluarannyapun bertambah. Meskipun demikian setidaknya usaha mereka dalam menuntut hak-hak kelas pekerja kini mengantarkan hidup yang lebih sehat dan manusiawi.

Walaupun dalam kenyataannya orang pintar mencari untung selalu pintar melihat celah keuntungan. Lalu kenapa setiap tahun kaum buruh masih harus berdemo untuk merayakan hari buruh nasional?

Pada abad ke 18 di Amerika Srikat, pemogokan pertama diduga berangkat dari gagasan dua orang yang bernama Peter McGuire dan Matthew Maguire. Mereka adalah seorang pekerja mesin dari Paterson, New Jersey. Usaha McGuire tidak hanya sampai di situ, Ia juga melanjutkan tujuannya hingga ke meja pengadilan. McGuire mengajak ratusan ribu pekerja untuk menuntut jam kerja yang lebih layak, di mana para pekerja pada era tersebut bekerja antara sembilan belas sampai dua puluh jam perharinya. 

Fakta yang ditemukan adalah bahwa angka demikian bukanlah hal yang manusiawi, mengingat pekerja juga membutuhkan waktu untuk beristirahat, dan menikmati hidup bersama keluarga. Semenjak saat itu, pada tahun 1872 McGuire dan para buruh lainnya menuntut reduksi jam kerja sebagai agenda bersama kelas pekerja di Amerika Srikat.

Si penggagas tidak hanya melakukan aksi demo, dan membawa masalah kaum buruh ke meja pengadilan, demi merealisasikan idenya Si Pengganggu Ketenangan Masyarakat ini (Julukan MicGuire kala itu) melakukan berbagai diskusi, berdialog dengan sesama buruh, pengangguran, dan berunding dengan pejabat pemerintah untuk bernegosiasi agar menyediakan pekerjaan dan upah jam lembur.

Pada tahun 1881 MiGuire berulah lagi dengan mengorganisasi para perajin, atau tukang kayu saat Ia pindah ke St. Louis, Missouri. Dengan kerja kerasnya menarik masa dari pekerja kayu, akhirnya di Chicago Ia dan kaumnya mendirikan sebuah persatuan yang mana di dalamnya berisi para pekerja kayu. Bersama dengan persatuan tersebut Miguire memiliki posisi sebagai Sekretaris Umum dari "United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America". 

Dengan cepat persatuan ini telah menyebar ke berbagai penjuru negera. Hal pertama yang McGuire rencanakan bersama dengan kaumnya adalah menuntut hari libur di setiap hari senin pertama di bulan September.

Setahun berselang Si Pengganggu Ketenangan Masyarakat ini melancarkan aksi melalui Parade Hari Buruh yang diadakan di kota New York pada tanggal 5 September tahun 1882. Maguire dan McGuire bekerja cukup keras dan buah tindakannya menjadi sangat penting. 

Mereka membawa dua puluh ribu jiwa dengan spanduk-spanduk yang bertuliskan delapan jam kerja, delapan jam istirahat, dan delapan jam rekreasi. Tidak disangka usaha itu kemudian menular ke seluruh penjuru dan semua negara bagian merayakannya.

Hasilnya pada tahun 1887 negara bagian Amerika Sriket, yaitu Oregen adalah negera pertama yang menjadikan 5 September sebagai hari libur umum. Beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1894, Presiden Amerika Srikat Stephen Grover Cleveland yang menjabat pada 18 Maret 1837 sampai dengan 24 Juni 1908 itu menandatangani sebuah undang-undang yang berisi bahwa minggu bertama di bulan September adalah hari libur umum resmi nasional.

Di belahan dunia yang lain, sempat berlangsung Kongres Internasional Pertama yang diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa, Swiss. Kongres ini dihadiri oleh berbagai elemen organisasi pekerja atau kaum buruh di berbagai belahan dunia.

Kongres tersebut menetapkan sebuah tuntutan untuk mereduksi jam kerja menjadi delapan jam dalam sehari. Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum seperti yang dirasakan oleh kelas pekerja, atau para buruh di Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.

Perjuangan kaum buruh di barat dan timur memang panjang. Usaha untuk mensejahterakan kelas pekerja tidak semudah memukul tembok yang rapuh. Bahkan aksi menuntut hak-hak kelas pekerja ini sudah bukan barang asing jika di dalamnya bermain politik suara, ekonomi, dan kekuasaan.

Lalu bagai mana dengan sejarah Hari Buruh yang terjadi di negeri ini? Sejak kapan kakek buyut kita sadar akan hak-hak mereka, dan apa-apa saja yang mereka tuntut kepada pengusaha, atau majikan mereka? Atau mereka pasrah dengan kenyataan yang ada? Atau bagaiamana?

Lembaga sosial yang berjuanga meneggakkan hak-hak kelas pekerja atau buruh, disebut sebagai Srikat Buruh. Lembaga ini dianggap potensial dalam mendorong peningkatan kesetaraan, dan keadilan sosial. Cara yang dilakukan untuk memperoleh hal tersebut adalah dengan memainkan peran mereka dalam mengorganisir kekuatan kolektif.

Nemun mereka tidak hanya memperjuangan kesejahteraan secara kolektif saja, mereka pula harus mengerti, dan memahami bahwa demokrasi memegang syarat mutlak dalam memperjuangankan kepentingan, kesejahteraan, kesetaraan, dan keadilan bagi kaum buruh tersebut. 

Banyak orang menilai terutama Djumandi dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Organisasi Buruh di Indonesia" mengatakan bahwa mereka ini pula yang mampu membawa suasana yang lebih berkeadilan di masyarakat, yang tidak hanya dinikmati dirinya sendiri tetapi juga masyarakatnya, dan karenanya menjadikan mereka bagian dari pejuang demokrasi yang konsisten.

Namun perjuangan Srikat Buruh mengalami berbagai macam pasang surut, baik dari segi strategi, maupun gerakan. Tentunya hal ini dipengaruhi oleh perubahan masa, dan kursi jabatan. Padahal yang kita tahu gerakan semacam ini kerap memunculkan semangat, dan optimisme positif seperti yang dilakukan oleh McGuire. Masa depan akan jaminan sosial, pengupahan yang layak, jam kerja yang sesuai, dan adil berda di pintu gerbang yang terus terbuka.

Nasib kaum buruh yang mengambang sudah ada sejak zaman Kolonial. Mereka adalah sekelompok masyarakat yang termasuk kaum kelas pekerja, kuli yang bekerja memotong kayu di depan mandornya yang seorang Belanda, petani yang memanen hasil bumi milik juragan pribumi kaya raya, pegawai pemerintahan yang menundukkan kepala di hadapan Gubernur Jendral Hindia Belanda, buruh kereta api, perkebunan, pertambangan, industri, jasa, pelabuhan, dan sebagainya.

Semuanya berangkat dari gerakan protes yang diorganisir oleh kaum buruh petani, secara tidak terbendungkan memberikan inspirasi kepada kaum buruh lainnya untuk melakukan usaha yang sama yaitu menggalang kekuatan secara kolektif yang diinisiasi oleh buruh yang bekerja pada perusahaan kereta api. Tuntutan mereka sama persis seperti yang dilakukan oleh kaum buruh di Amerika Srikat puluhan tahun sebelumnya.

Sebagaian besar jenis pekerjaan di zaman kolonial menuntut pekerja dengan tenaga fisik yang kuat, dan memiliki sedikit ketrampilan. Sementara banyak penduduk perkotaan yang tidak memiliki bekal kemampuan lain memilih bekerja sebagai buruh, alhasil mereka bekerja dengan upah harian yang rendah dengan hitungan perjam yang kurang masuk akal, dan jaminan pekerjaan yang tidak memastikan.

Apa lagi pada zaman ini belum ada hitung-hitungan dan hukum yang membicarakan persoalan tersebut di Hindia Belanda. Akibatnya banyak kaum buruh yang kemudian harus berpindah pekerjaan dari tempat satu ke tempat yang lainnya, meskipun pada kenyataannya hal yang sama masih mereka temukan dan alami.

Dari sensus yang dilakukan pada masa kolonial di tahun 1930 telah mencatat setidaknya ada tiga puluh sampai dengan empat puluh persen buruh pribumi di Batavia, Semarang, Surabaya, dan Bandung bekerja sebagai buruh dengan upah harian seperti layaknya seorang pesuruh. 

Sebagian besar dari mereka yang kurang beruntung pekerja pada pabrik akan memilih menjadi pembantu rumah tangga untuk masyarakat Eropa, atau jika lebih tidak beruntung lagi mereka akan mengabdi kepada yang tingkat ekonomi dan sosialnya lebih rendah seperti menjadi pembantu di rumah pribumi yang terpandang dari golongan priyai, atau bekerja pada masyarakat Tionghoa yang kaya raya. Kurang dan lebihnya seperti inilah keadaan kaum buruh kala itu untuk melahirkan ide kesetaraan, kesejahteraan, dan keadilan oleh Serikat Buruh.

Tahun 1905 adalah awal terbentuknya Serikat Buruh di Jawa melalui naungan perusahaan kereta api, akan tetapi Serikat Buruh kala itu dan serikat buruh lainnya masih di bawah kendali eropa dan hanya merekrut sejumlah kecil dari buruh pribumi. 

Sementara pada tahun 1910 tepatnya setelah Perang Dunia Pertama, organisasi sosial ini mulai melakukan gelombang pemogokan yang berkesinambungan, dan dianggap memiliki cukup hasil, apalagi pengaruhnya memiliki rentang waktu sampai tahun 1921.

Tercatat ada seratus serikat buruh dengan seratus ribu anggota pada tanggal 1 Mei tahun 1920. Salah satu penyebabnya tidak terlepas dari upaya propaganda. Aktivis buruh melakukan berbagai macam cara, seperti menyebarkan famflet darurat, pemberitaan melalui surat kabar, dan selebaran yang digerakan secara terus menerus. 

Dengan adanya upaya propaganda tersebut masyarakat atau lebih tepatnya kaum buruh di perkotaan menjadi semakin sadar, bahwa meluasnya buruh upah rendah adalah semacam eksploitasi. 

Kesadaran mereka sebagai kelas bawah, sebenarnya memiliki kekuatan jika belajar melihat sesuatu, dan mengendalikan sesuatu tersebut dengan akal dan nalurinya. Pada zaman itu Serikat Buruh secara aktif berusha keras meningkatkan upah dan juga memperbaiki kondisi kerja bagi para anggota, melalui berbagai cara yang salah satunya adalah pemogokan.

Keterlibatan Serikat Buruh dalam perjuangan kemerdekaan, dan mempertahankannya menjadi organisasi sosial yang penting pada tahun 1945 khususnya menjelang dan setelah proklamasi kemerdekaan. 

Karena usaha mereka adalah salah satu kekuatan yang mendorong lahirnya berbagai undang-undang dan peraturan yang melindungi buruh, meskipun Indonesia belum sepenuhnya merdeka kala itu yakni lahirnya UU No. 33 tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja yang merupakan undang-undang pertama hasil karya pemerintah Indonesia, disusul dengan UU No. 12 tahun 1948 tentang Kerja yang berisi berbagai ketentuan yang amat maju pada masanya untuk perlindungan buruh, seperti waktu kerja delapan jam sehari, hak cuti haid bagi buruh perempuan dan lain-lain.

Dalam sudut pandang yang lain, terlepas dari sejarah perayaan hari buruh, atau sejarah Serikat Buruh itu sendiri di Indonesia sejatinya kita adalah buruh untuk zaman kita sendiri bagi yang sudi mengartikannya. Seperti yang kita sama-sama tahu, bahwa rakyat adalah struktur paling tinggi pada susunan organisasi negeri ini, maka sebenarnya seorang Gubernur, Menteri, atau bahkan Presiden sedang menjadi buruh untuk rakyatnya sendiri. 

Mereka tidaklah lebih terhormat dari pada kehormatan rakyatnya sendiri, mereka tidaklah lebih berkuasa selain bahwa kekuasaan itu didapatkan dari hasil pungutan suara yang diambil dari mulut rakyatnya, maka dengan kata lain rakyatlah yang berkuasa. 

Atau dari sendi profesi lain, seorang guru misalnya yang bekerja setiap hari dan setiap tahunnya menghasilkan lulusan yang memiliki potensi dari berbagai bidang, mereka bekerja sebagai buruh secara implisit mengabdi kepada majikannya yaitu nusa, bangsa, dan agama. 

Atau misalnya jenis pekerjaan di era digital seperti saat ini, seorang youtuber yang mendapatkan uang dari seorang pengusaha melalui jasa iklan yang disematkan melalui vidio mereka. 

Meskipun penonton menjadi salah satu tolak ukur seberapa besar pendapatan mereka dari iklan, akan tetapi tetap saja bahwa gaji mereka didapatkan dari orang-orang kaya atau pengusaha. Semua orang bisa saja buruh bagi kehidupan mereka sendiri, akan tetapi tidak terlalu banyak dari kita yang menyadari akan hal itu. 

Boleh jadi kita saat ini menolak berada pada kelas pekerja, atau kaum buruh, akan tetapi jika kita pikirkan dengan perenungan ternyata dalam memenuhi kebutuhan kita selamani harus ada si pemberi kerja, dan si penerima kerja, atau si pemilik ketrampilan dan si pemberi gaji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun