Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Kebhinekaan Menggunakan Kata

11 Maret 2022   23:58 Diperbarui: 17 Maret 2022   09:52 1384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahwa forum resmi tersebut telah mempertemukan mereka dengan penutur bahasa daerah yang lain, sehingga seluruh anggota forum yang berinteraksi harus menggunakan bahasa Indonesia sebagai wujud Kebhinekaan mereka.

Belakangan ini bahasa daerah telah kembali melejit di kalangan penggiat, dan seniman.

Seperti film pendek berjudul "Tilik" karya sutradara Wahyu Agung Prasetyo misalnya, suguhan cerita berdialog Jawa yang keluar dari mulut ibu-ibu menjadi sesuatu yang menarik untuk menggait pasar. 

Entah ada atau tidaknya misi melestarikan bahasa daerah, yang jelas dialog-dialog berbahasa Jawa yang diucapkan di dalam trek oleh para ibu-ibu itu amat sangat menghibur dan mengundang tawa. Tidak ada masalah bagi penonton di luar bahasa Jawa yang menikmati film ini bukan?

Film Tilik diunggah ke dalam Youtube pada tanggal 17 Agustus 2020 ini nyatanya telah mendapatkan penonton sebanyak dua puluh enam juta. Dan orang sebanyak itu kemungkinan besar bukan hanya orang berbahasa Jawa. 

Orang sebanyak itu tidak berkomentar buruk dengan bahasa yang digunakan, sekalipun mungkin mereka tidak benar-benar mengerti apa yang para aktor katakan di dalam cerita jika tanpa melihat teks terjemahan bahasa Indonesia. Itu karena tempat untuk tersampaikannya ekspresi berbahasa itu sesuai dan tepat. 

ilustrasi berkata-kata. (sumber: thinkstock via kompas.com)
ilustrasi berkata-kata. (sumber: thinkstock via kompas.com)

Lalau bagaimana jika sebuah dialog berbahasa daerah dituturkan saat sebuah acara resmi berjalan? Sementara si penutur berada di tengah-tengah sejumlah orang berbahasa daerah lain dengannya. 

Bukankah ini menandakan tidak adanya kesopanan berbahasa, yang malah justru mencedrai nasionalisme berbahasa, dan kebhinekaan kita dalam memeluk bangsa yang beragam ini.

Sebagai pewaris suku budaya, kita memiliki bahasa ibu yang mana berasal dari daerah kita masing-masing. 

Namun kita perlu juga mengetahui kedudukan bahasa Indonesia di tengah-tengah kita. Atau jangan-jangan bahasa Indonesia hannyalah sebuah pelengkap identitas saja, tanpa dibarengi dengan pemahaman atas fungsi, peran, dan kedudukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun