Pengelolaan keuangan dalam bisnis syariah menekankan pada konsep halal dan haram yang merupakan pilar utama dalam praktik bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Halal mencakup segala sesuatu yang diperbolehkan, sedangkan haram menunjukkan hal-hal yang dilarang.Â
Dalam konteks bisnis, ini bukan hanya merujuk pada jenis produk yang dijual, tetapi juga pada metode transaksi dan sumber pendanaan. Misalnya, sebuah bisnis makanan harus memastikan bahwa semua bahan yang digunakan bebas dari unsur haram seperti babi dan alkohol.Â
Selain itu, dalam sistem keuangan, bank syariah menghindari penggunaan bunga yang dianggap riba, dan lebih memilih metode bagi hasil untuk mencapai keadilan ekonomi. Dengan mematuhi prinsip-prinsip halal dan haram, bisnis syariah berupaya tidak hanya untuk menjalankan aktivitas yang sesuai hukum agama, tetapi juga untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat, yang merupakan dasar dari pengelolaan yang etis dan bertanggung jawab.
Dalam pengelolaan keuangan syariah, terdapat berbagai jenis akad yang digunakan untuk memastikan bahwa semua praktik sesuai dengan prinsip syariah. Akad murabahah dikenal sebagai akad jual beli di mana penjual menerangkan harga pokok dan margin keuntungan, sementara akad mudharabah melibatkan kerjasama antara penyedia modal dan pengelola usaha.
 Akad musyarakah, di sisi lain, melibatkan kolaborasi di mana kedua pihak berkontribusi modal dan berbagi keuntungan serta kerugian. Akad ijarah berfungsi dalam konteks sewa menyewa, memberikan hak penggunaan barang bagi penyewa dengan imbalan tertentu.Â
Pemilihan akad yang tepat krusial untuk mencapai tujuan usaha sambil mematuhi prinsip syariah. Oleh karena itu, pengusaha harus terlebih dahulu memahami kebutuhan usaha dan menganalisis risiko serta kewajiban yang terkait dengan setiap akunya.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk memastikan pengelolaan dana sesuai syariah meliputi pemahaman yang kuat mengenai dasar-dasar hukum syariah serta adanya penasihat atau dewan syariah yang bertugas melakukan audit dan memberikan rekomendasi.Â
Transparansi dalam pengelolaan dana juga sangat penting, karena laporan keuangan yang jelas dan terbuka memungkinkan nasabah mengetahui bagaimana dana mereka dikelola. Selain itu, edukasi kepada nasabah mengenai pentingnya investasi syariah menjadi vital agar mereka dapat membuat keputusan finansial yang lebih bijaksana. Hal ini mendukung pengembangan kesadaran di masyarakat tentang pentingnya berinvestasi sesuai dengan keyakinan agama.
Manajemen risiko dalam konteks bisnis syariah juga memerlukan pendekatan yang bertanggung jawab. Pengusaha Muslim harus menghindari praktik yang mengandung gharar (ketidakpastian) dan maysir (perjudian). Mereka dapat mengelola risiko melalui diversifikasi investasi atau menggunakan akad murabaha untuk menghindari utang berbunga.Â
Implementasi asuransi syariah, seperti Takaful, juga menjadi alternatif untuk melindungi aset dan mengatur risiko. Misalnya, seorang pengusaha yang berinvestasi dalam saham yang menjalankan praktik halal akan melakukan analisis mendalam untuk mengurangi kemungkinan kerugian, memastikan praktik bisnis mereka sejalan dengan ajaran Islam.
Perbedaan mendasar antara akuntansi syariah dan akuntansi konvensional terletak pada prinsip dasar yang mendasarinya. Akuntansi syariah mengharuskan setiap transaksi sesuai dengan hukum Islam, yang melarang praktik seperti riba dan gharar. Ini menuntut pendekatan yang lebih etis, dengan fokus pada nilai tambah bagi umat daripada sekadar profitabilitas.Â