Isu seputar globalisasi mulai marak sekitar dekade 1990-an, pada masa ini sering disebut sebagai zaman globalisasi atau the age of globalization. Ramainya diskursus seputar globalisasi pada dekade ini tidak lepas dari booming ekonomi yang melanda dunia.
Era pasar bebas free trade yang tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat geografi, budaya, dan ideologi politik sebuah negara, seolah sudah menjadi suatu kepastian yang harus terjadi.Â
Meski berangkat dari persoalan ekonomi, namun globalisasi tidak hanya didominasi oleh masalah ekonomi saja, tetapi juga berkaitan dengan persoalan-persoalan lain seperti sosial, budaya, agama, politik, pendidikan, dan lain sebagainya. Sebagaimana diungkapkan oleh Uskup Agung Wulsftan, dalam khutbahnya di York pada tahun 1014, Dunia bergerak dengan cepat dan tengah mendekati titik nadirnya.Â
Mudah dibayangkan bahwa perasaan yang sama juga diungkapkan pada zaman sekarang. Apakah harapan dan kegelisahan di setiap periode hanyalah salinan dari masa-masa sebelumnya Apakah dunia tempat kita hidup di akhir abad ke-20 ini sungguh berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya?
1 Banyak kegelisahan yang muncul menyertai setiap perubahan yang terjadi, terlebih ketika globalisasi dianggapap telah menjadi 'momok' yang dirasa sangat menakutkan karena pengaruhnya luar biasa dalam merombak struktur kehidupan manusia, baik secara personal maupun dalam kehidupan kolektif masyarakat, berbangsa, dan bernegara.Â
Akan tetapi, menyikapi dengan penuh 'ketakutan' atas fenomena yang tidak bisa dihindari, tentu bukan sesuatu yang diharapkan. Globalisasi merupakan keharusan sejarah yang mesti disikapi dengan arif, terlebih bagi umat Islam yang memiliki tatanan ajaran global yang sangat luhur dan tetap relevan dengan perkembangan zaman. Globalisasi, dalam pemaknaan perubahan, merupakan ketentuan Illahi natural law yang mau tidak mau pasti akan terjadi.Â
Filosof Heiraklitus pernah menyatakan bahwa "semua yang ada di dunia ini akan berubah, tidak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri. Proses globalisasi sebenarnya bukanlah suatu fenomena baru dalam sejarah peradaban dunia. Ciri khas globalisasi adalah semangat keterbukaan dan kerelaan untuk menerima pengaruh budaya lain.Â
Hal ini sebagaimana dalam sejarah Romawi, yang golongan tertakluk pada masa kekaisaran Romawi menuntut hak yang sama sebagaimana dimiliki oleh penakluk.Â
Mereka menginginkan hak untuk memilih perwakilan dan perlindungan dari segi undang-undang yang serupa dengan rakyat Romawi, dengan argumen "Civis Romanus Sum", aku ini rakyat Romawi.Â
Atas kesadaran ini, Kaisar Marcus Aurelius, yang terkenal karena pemikirannya yang cukup modern dalam bukunya "Meditations", membuka kerakyatan Romawi kepada semua etnik dan bangsa dari Dubrovnik di Balkan, hingga ke Colonia di Utara Rhine sampai ke York sampai di Pulau Britain.Â
Kejayaan Romawi, dalam sepuluh abad seterusnya, berlandaskan sikap keterbukaan golongan pemerintah terhadap konsep globalisasi. Selanjutnya, globalisasi Romawi membawa kepada penerimaan budaya dominan masyarakat Itali Tengah. Bahasa Roma dipergunakan hingga ke penghujung benua Eropa.Â
Dalam bahasa, perkataan-perkataan Romawi mulai dipergunakan di Persia dan Semenanjung Arab.3 Sebagai sebuah keniscayaan sejarah, lalu bagaimana pandangan Islam sebagai agama dakwah menghadapi globalisasi?Â
Tulisan ini tidak bermaksud menyejajarkan antara Islam dan globalisasi sebagai dua terma yang saling bertentangan, tetapi lebih menitikberatkan pada Islam sebagai agama dakwah global, yang memiliki pemahaman universal dalam menghadapai globalisasi.
DISKURSUS GLOBALISASI
Globalisasi merupakan diskursus yang banyak mengundang perdebatan masyarakat dunia, baik yang setuju (pro) maupun yang anti (kontra). Mereka yang setuju pada umumnya berangkat dari pemahaman bahwa globalisasi adalah suatu keniscayaan sejarah yang harus diterima dengan lapang dada.Â
Sementara itu, yang anti-globalisasi melihat pada akibat yang timbul dari globalisasi itu sendiri, terutama pengaruhnya yang destruktif bagi lingkungan hidup. Globalisasi sendiri dalam percaturan masyarakat dunia telah menjadi terma yang sangat populer dan sering digunakan untuk menggambarkan situasi dunia yang sedang berkembang.Â
Secara prinsip, globalisasi merupakan sebuah proses 'penyatuan' dunia, yang secara perlahan, tetapi pasti mulai menghilangkan sekat-sekat negara dan bangsa.Â
Proses penyatuan ini melibatkan manusia, informasi, perdagangan, dan modal. Derasnya arus informasi yang masuk lintas benua telah menghilangkan halangan-halangan yang diakibatkan oleh batas-batas dimensi ruang dan waktu.Â
Oleh karenanya, suatu peristiwa yang terjadi di belahan bumi akan segera bisa diketahui di belahan bumi lainnya. Ada banyak indikasi yang menunjukkan telah berlangsungnya proses globalisasi pada masyarakat dunia.Â
Di antaranya: setiap harinya bisa kita saksikan ribuan manusia terbang di seluruh dunia,  hadirnya media komunikasi dan informasi seperti internet, telepon, televisi, dan radio yang tidak mengenal batas teritorial tertentu,  perusahaan-perusahaan multinasional dan kecil mulai kehilangan identitas kebangsaan dan secara bertahap mulai mengglobal,  semakin populernya bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi masyarakat dunia, dan  terbukanya layanan transaksi keuangan valuta asing selama 24 jam di seluruh dunia.Â
Kecenderungan globalisasi ini telah melanda hampir semua aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, teknologi, kebudayaan, pendidikan, hingga agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H