Mohon tunggu...
Muhamad Yuliyanto
Muhamad Yuliyanto Mohon Tunggu... Musisi - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Islam 45 Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Islam dan Globalisasi

14 Juli 2020   15:16 Diperbarui: 14 Juli 2020   15:49 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Isu seputar globalisasi mulai marak sekitar dekade 1990-an, pada masa ini sering disebut sebagai zaman globalisasi atau the age of globalization. Ramainya diskursus seputar globalisasi pada dekade ini tidak lepas dari booming ekonomi yang melanda dunia.

Era pasar bebas free trade yang tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat geografi, budaya, dan ideologi politik sebuah negara, seolah sudah menjadi suatu kepastian yang harus terjadi. 

Meski berangkat dari persoalan ekonomi, namun globalisasi tidak hanya didominasi oleh masalah ekonomi saja, tetapi juga berkaitan dengan persoalan-persoalan lain seperti sosial, budaya, agama, politik, pendidikan, dan lain sebagainya. Sebagaimana diungkapkan oleh Uskup Agung Wulsftan, dalam khutbahnya di York pada tahun 1014, Dunia bergerak dengan cepat dan tengah mendekati titik nadirnya. 

Mudah dibayangkan bahwa perasaan yang sama juga diungkapkan pada zaman sekarang. Apakah harapan dan kegelisahan di setiap periode hanyalah salinan dari masa-masa sebelumnya Apakah dunia tempat kita hidup di akhir abad ke-20 ini sungguh berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya?

1 Banyak kegelisahan yang muncul menyertai setiap perubahan yang terjadi, terlebih ketika globalisasi dianggapap telah menjadi 'momok' yang dirasa sangat menakutkan karena pengaruhnya luar biasa dalam merombak struktur kehidupan manusia, baik secara personal maupun dalam kehidupan kolektif masyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Akan tetapi, menyikapi dengan penuh 'ketakutan' atas fenomena yang tidak bisa dihindari, tentu bukan sesuatu yang diharapkan. Globalisasi merupakan keharusan sejarah yang mesti disikapi dengan arif, terlebih bagi umat Islam yang memiliki tatanan ajaran global yang sangat luhur dan tetap relevan dengan perkembangan zaman. Globalisasi, dalam pemaknaan perubahan, merupakan ketentuan Illahi natural law yang mau tidak mau pasti akan terjadi. 

Filosof Heiraklitus pernah menyatakan bahwa "semua yang ada di dunia ini akan berubah, tidak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri. Proses globalisasi sebenarnya bukanlah suatu fenomena baru dalam sejarah peradaban dunia. Ciri khas globalisasi adalah semangat keterbukaan dan kerelaan untuk menerima pengaruh budaya lain. 

Hal ini sebagaimana dalam sejarah Romawi, yang golongan tertakluk pada masa kekaisaran Romawi menuntut hak yang sama sebagaimana dimiliki oleh penakluk. 

Mereka menginginkan hak untuk memilih perwakilan dan perlindungan dari segi undang-undang yang serupa dengan rakyat Romawi, dengan argumen "Civis Romanus Sum", aku ini rakyat Romawi. 

Atas kesadaran ini, Kaisar Marcus Aurelius, yang terkenal karena pemikirannya yang cukup modern dalam bukunya "Meditations", membuka kerakyatan Romawi kepada semua etnik dan bangsa dari Dubrovnik di Balkan, hingga ke Colonia di Utara Rhine sampai ke York sampai di Pulau Britain. 

Kejayaan Romawi, dalam sepuluh abad seterusnya, berlandaskan sikap keterbukaan golongan pemerintah terhadap konsep globalisasi. Selanjutnya, globalisasi Romawi membawa kepada penerimaan budaya dominan masyarakat Itali Tengah. Bahasa Roma dipergunakan hingga ke penghujung benua Eropa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun