Mohon tunggu...
muhamad yahya
muhamad yahya Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

visioner yang tenang dan bebas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjodohan yang Tidak Disangka-sangka

23 Juli 2024   21:14 Diperbarui: 23 Juli 2024   21:49 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Angin malam mendadak terasa dingin dan dukaku semakin terlihat setelah mendengar perkataan umi. Raut wajah dan lembut suaranya menyiratkan sebuah asa yang tak terlihat, membuatku tidak bisa berbuat apapun selain mengabulkan permintaannya. 

"iya mi insya allah ali siap..."


Hari itu pertama kalinya aku berbohong pada umi, aku sama sekali belum siap untuk menikah. Bagiku pernikahan adalah sebuah keputusan yang besar, pernikahan tidak hanya sekedar ijab qobul dan sah. Aku akan menjadi imam yang menuntun keluargaku yang apabila aku salah dalam membimbing istri bahkan anak-anakku di jalan_Nya merekapun akan merasakan siksa_Nya. 

Bagiku itu terlalu menakutkan. Itulah alasan kenapa aku memilih sendiri 29 tahun lamanya. Tapi kali ini aku tidak mungkin menolak pernikahan ini karna ini permintaan umi. Dan aku tidak mau durhaka!


Kedatanganku disambut hangat oleh seluruh kerabat dan tamu-tamu yang datang, hiasan yang terpajang indah itu merubah rumah sederhanaku menjadi seperti istana. Ditambah dengan Perpaduan putih dan unggu yang membuatnya terlihat elegan. Nampaknya umi benar-benar telah mempersiapkan pernikahan ini dengan matang.


"mahar yang dimintanya apa mi?" tanyaku 1 jam sebelum ijab qobul dimulai.


"Qurn surat Ar-Rohman. Kamu kan sudah hapal 30 juz insyaAllah lancar."


"aaaamiiin doakan ya mi" ku peluk ibuku erat-erat menenangkan hatiku yang gelisah.

Surat Ar-Rohman? Hanya itu. Bukankah ada surat Ar-rum yang membahas pernikahan, ada surat An-nisa bahkan ada surat terpanjang di Al-Qurn. Kenapa gadis itu memilih surat ar-rohman? Teka-teki itu masih belum terjawab sampai sat ini.


Bibir ini bergetar membacakan firman_Nya aku tak sanggup menahan air mata ketika membacakan surat ar-rohman mahar yang diminta gadis itu sungguh menggoyahkan hati seluruh tamu yang datang. Membuat mereka menangis haru. Ketika selesai membacanya dan kata sah terucap tak henti-hentinya aku bersyukur pada_Nya. Rasanya masih belum percaya jika aku telah menikah.

"akhirnya antum menikah juga ust" ucap ustadz hasan sahabatku mengabdi di pondok.


"insyaAllah sakinah mawadah wa rohmah ustadz" timpal ustadz zain.


"Alhamdulillah barokallah yah ustadz ali, semoga secepatnya dapat momongan" timpal alan salah seorang santri di nurul huda.


aku hanya tersenyum dan mengamininya. seluruh tamu udangan bergantian mengucapkan selamat dan mendoakanku, tapi dimana istriku? Bahkan aku belum melihat wajahnya setelah kata halal terucap.


"temui istrimu dulu nak dia ada dikamar, biar ibu yang menjamu tamu-tamu" bisik ibu mertuaku. Tanpa berfikir panjang aku bergegas menuju kamar pengantin, semakin aku dekat semakin cepat jantung ini berdetak.


"bismillahirrohmanirrohim, tenangkan dirimu ali ingat dia istrimu dia halal bagimu" ucapku pada diriku sendiri, ini adalah pertama kalinya aku menghampiri perempuan.
"assalamualaikum..." aku duduk disamping istriku.


"waalaikumussalam..." jawabnya lembut. dia masih tertunduk, mungkin dia malu.


"istriku izinkanlah aku meihat wajahmu.." kuangkat dagunya dengan penuh kasih sayang. Subhanallah belum pernah kulihat kecantikan seperti ini, perpaduan antara wajah arab dan india kulitnya putih murni membuatnya terlihat sangat sempurna. sungguh menyejukan hati ketika dipandang.


"kita belum saling mengenal." Gadis itu memalingkan wajahnya. bahunya bergetar. Dia menangis! Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku menghapus air matanya dan memeluknya? Atau ku biarkan saja? Ah ali kau sungguh tidak berpengalaman! Tidak seharusnya ku sentuh dagunya mungkin ini terlalu mengagetkan untuknya.


"tidak apa-apa kafa aku mengerti. Lagi pula masih banyak waktu untuk saling mengenal, berhentilah menangis aku berjanji tidak akan menyentuhmu sebelum kau mengizinkan atau kau yang memintanya." ku berikan tisu disampingnya. Dia hanya diam.


"ceritakanlah tentang dirimu." aku mencoba mencairkan suasana yang beku ini.


"aku tidak pernah mengenyam pendidikan agama di pondok pesantren tidak sepertimu yang sudah matang ilmu agamanya." Suaranya mulai purau.


"kafa... itu bukan sebuah masalah bukankah tugas seorang suami membimbing dan berbagi ilmu dengan istrinya?"


"aku tidak bisa masak."


"apapun yang kau masak akan ku makan meskipun hanya nasi setengah matang, pernikahan bukanlah menuntut tapi saling mengerti dan melengkapi. Aku yaqin kamu tidak akan tega menyuguhi nasi mentah selama masih ada niatan untuk belajar pasti kamu akan bisa."


"aku pernah berpacaran selama 6 tahun. Dan kami putus karna perjodohan ini."

 Perkataannya itu membuatku tercengang. Selama ini aku selalu menjaga diriku dari kaum hawa untuk jodohku nanti, bukankah aku selalu menjaga kesucian diri ini dan mengisinya dan menyibukan diri dengan sang Illahi. Aku sangat membenci mereka yang berpacaran!!! pasangan yang tidak halal itu pastilah berdosa besar karna mendekati kemaksiatan. Lantas kenapa istriku sendiri begini? Masyaallah... aku menangis dalam hati.


"sudah ku duga orang sepertimu pastilah menyesal menikah denganku." Ucapannya membuyarkan lamunanku.


"umi tidak akan salah dalam memilihkan pendamping. tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Mulai hari ini kau adalah istriku biarlah masa lalumu hilang bersama waktu yang berjalan.

 Ayo para tamu sudah menunggu senyumanmu diluar." Ku tinggalkan dia dengan sebuah senyum keterpaksaan. Segera ku ambil air wudhu, setidaknya kesejukan airnya bisa menenangkan hatiku.
"mungkin masa lalunya bisa hilang ditelan waktu. Tapi cintanya selama 6 tahun itu apa mungkin?" ratapku dalam hati.


 Setelah acara selesai kami langsung menempati rumah baru, sebuah rumah yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Ya! Aku memang menyukai kesederhanaan "selama bisa cukup kenapa harus meminta lebih?" begitulah prinsip hidupku.


Waktu terus berjalan tapi tidak ada perubahan dalam hubungan ini. Kami masih seperti orang asing tapi aku tetap tidak berputus asa untuk mendapatkan hatinya.


"jangan terlalu capek biar aku saja yang membereskan semuanya, istirahatlah..." aku tidak tega melihat keringat yang ada di keningnya.


"bukankah mengerjakan pekerjaan rumah adalah tugas istri?"


"tapi bukan berarti suami tidak boleh membantu kan?" ku jawab dengan senyuman hangat.


"..." dia tidak menjawab tapi dia tersenyum, ah... sungguh sejuk melihat senyumnya.


"mas makan dulu saja lagi pula mas baru pulang kerja." Hatiku melambung tinggi mendengarnya.


"bagaimana aku bisa makan sedang istriku tidak makan? Kafa... makanlah dulu bersamaku." Dia tak menjawab tapi dia langsung menyiapkan makanan untuk kami. Wajahnya datar, antara ikhlas dan terpaksa. Entahlah...


"Apa makanannya enak?"


"belum pernah aku makan makanan seenak ini." Aku tersenyum ikhlas setidaknya pujianku ini akan membuatnya bahagia.


"Astaghfirullah kenapa mas bohong? Makanannya sungguh asin!" ucapnya setelah mencicipinya.


"mas gak bohong fa makanan ini sungguh enak karena istriku yang memasaknya, apalagi makannya didampingi seperti ini. Meski agak sedikit asin tapi mas akan tetap menghabiskannya kamu kan sudah susah payah memasaknya."


"subhanallah... dia benar-benar berhati baik yaa Allah.." gadis itu terpesona dalam hati.

aku selalu mencoba mengerti, dan menghargai dirinya dengan memperhatikannya dan bersikap sebaik-baiknya suami kepada seorang istri, aku mencintai prempuan yang telah di titipkan allah kepadaku. Aku yakin seiring berjalannya waktu kafa pasti akan melakukan hal yang sama, dia pasti mencintaiku.

bersambung....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun